BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Tiba Ramadhan, Ini Hukum yang Belum Bayar Utang Puasa

Tafsir Ahkam: Tiba Ramadhan, Ini Hukum yang Belum Bayar Utang Puasa

Ada banyak hal yang dapat membuat tidak dapat berpuasa Ramadhan, baik itu karena menstruasi, sakit dan lain sebagainya, sehingga menyebabkan adanya hutang puasa. Dan perlu membayarkan ketika selesai berhalangan. Nah, apakah hutang puasa tersebut harus segera bayar selesai bulan ramadhan? dan apa konskwensinya apabila belum bayar utang puasa sebelumnya higga datangnya bulan Ramadhan berikutnya?

Baca juga: Tafsir Ahkam: Bolehkah Itikaf Tidak di Masjid?

Ayat Tentang Melunasi Utang Puasa Sebab Udzur

Hukum terkait tatacara melunasi hutang puasa di dalam Al-Qur’an merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 184 dan 185 yang memiliki redaksi hampir sama. Allah berfirman di ayat 184:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

 (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. Al-Baqarah [2] :184).

Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyatakan, redaksi “pada hari-hari yang lain” di ayat di atas menunjukkan bahwa mengqada atau melunasi utang puasa tidak memiliki aturan waktu tertentu. Sebab redaksi tersebut menunjuk waktu secara umum tanpa menentukan satu waktu tertentu. Sehingga seakan-akan yang diinginkan adalah yang terpenting dilunasi di lain waktu (Tafsir Al-Qurthubi/2/282).

Meski di dalam Al-Qur’an tidak ada batas waktu untuk melunasi utang puasa, dengan beberapa pertimbangan dari hadis nabi dan yang lainnya, mayoritas ulama’ menyatakan bahwa batas melunasi utang puasa adalah sampai rentang waktu yang dapat digunakan melunasi puasa, sebelum datang Ramadhan berikutnya. Sehingga apabila puasa yang terhutang ada sepuluh hari, maka batas mengakhirkan puasa adalah sepuluh hari sebelum Ramadhan berikutnya. Apabila tidak dilunasi sampai batas waktu yang ditentukan, padahal tidak ada udzur yang menyertainya, ia dianggap berdosa.

Baca juga: Tafsir Q.S. Ali Imran [3]: 145: Menyoal Kematian dan Ragam Motif di Balik Amal

Selain itu, ulama’ juga menganjurkan agar uutang puasa harus segera dilunasi. Hal ini untuk mengantisipasi hal-hal di luar dugaan sebagaimana meninggal sebelum sempat melunasinya. Bahkan Mazhab Hanafiyah saja yang menyatakan bahwa orang yang mengakhirkan puasa sampai melewati Ramadhan berikutnya tanpa udzur ia dianggap tidak berdosa, menganjarkan agar melunasi puasa hendaknya dilakukan segera (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah/2/3417).

Konsekwensi Telat Melunasi Hutang Puasa

Apa konsekwensinya bila kita tidak melunasi utang puasa sampai Ramadhan berikutnya? Apabila hal itu disebabkan udzur, seperti sakit yang berlanjut sampai Ramadhan berikutnya, maka ia hanya memiliki kewajiban mengqada puasa saja usai Ramadhan berikutnya. Apabila tidak memiliki udzur, maka menurut Mazhab Syafiiyah, Malikiyah dan Hanbaliyah, disamping mangqada puasa ia juga wajib membayar fidyah sejumlah satu mud untuk tiap satu hari puasa (Al-Bayan/3/541).

Bahkan manurut pendapat yang kuat dalam Mazhab Syafiiyah, jumlah fidyah yang ia tanggung berlipat ganda sejumlah Ramadhan yang diliwati. Maka apabila tidak bisa melunasi hutang puasa sejumlah 5 hari sampai 3 Ramadhan berikutnya, maka jumlah fidyahnya adalah: 5 (hari puasa) x 3 (Ramadhan yang terlewati) = 15 mud. Apabila 1 mud adalah 6 ons, maka 15 mud = 90 ons atau 9 Kg beras yang wajib ia bayarkan (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab/6/366).

Baca juga: Hikmah Disandingkannya Ayat Tentang Itikaf dan Puasa Di dalam Al-Qur’an

Perlulah diingat bahwa hukum di atas berkaitan orang yang memiliki hutang puasa sebab adanya udzur semacam sakit dan selainnya. Menurut ulama’ ia dianjurkan untuk segera melunasi hutangnya. Dan ia diperbolehkan mengakhirkan sampai waktu yang cukup untuk melunasi puasa sebelum Ramadhan berikutnya. Apabila sampai melewati ramadhan berikutnya, apabila sebab udzur maka tidak ada kewajiban lain. Apabila tidak ada udzur, menurut mayoritas ulama kewajibannya bertambah dengan membayar 1 mud untuk tiap harinya. Wallahu a’lam bish showab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...