Ketahui Sembilan Adab Ketika Membaca Al-Quran

adab ketika membaca Al-Quran
adab ketika membaca Al-Quran

Ada beberapa tatakrama saat berinteraksi dengan Al-Quran telah dijelaskan oleh para ulama. Ada yang menjelaskannya dengan panjang lebar, ada pula yang menerangkannya dengan singkat, bahkan  kadang disebutkan tanpa menjelaskan dasarnya dengan detail. Tatakrama yang singkat ini setidaknya dapat dilist dalam sembilan adab ketika membaca Al-Quran.

Di antara adab yang secara singkat dijelaskan oleh para ulama tersebut, adalah anjuran berhenti sebentar dalam membaca Al-Quran tatkala sedang kentut. Adab ini disampaikan secara singkat oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Muhadzab. Penulis akan mencoba merangkum adab-adab yang disampaikan secara singkat oleh ulama, yang penulis istilahkan dengan “adab ringan” seperti dalam penjelasan berikut:

Baca Juga: Mengaplikasikan Metode Tadabbur Saat Membaca Al-Quran dan Langkah-Langkahnya

Sembilan Adab Ketika Membaca Al-Quran

Pertama, apabila kita sedang membaca Al-Quran dan hendak kentut, maka dianjurkan berhenti membaca terlebih dahulu dan kentut sampai selesai, baru kemudian meneruskan membaca Al-Quran. Perlulah dipahami bahwa maksud dari membaca disini bukanlah membaca Al-Quran disertai menyentuh mushaf. Sebab menyentuh mushaf bagi orang yang hadas hukumnya haram (Al-Majmu’/2/164).

Anjuran di atas berlaku tatkala kita hendak membaca Al-Quran tanpa menyentuh mushaf. Entah itu berdasarkan ingatan, maupun berdasar mushaf yang terlebih dahulu sudah dibuka dan dapat dibaca tanpa perlu menyentuhnya. Tidak seperti menyentuh mushaf, membaca Al-Quran dalam keadaan hadas hukumnya boleh.

Kedua, dimakruhkan membaca Al-Quran bagi orang yang keadaan mulutnya terkena najis. Sebenarnya terjadi perbedaan di antara para ulama terkait hukum membaca Al-Quran dalam keadaan mulut najis. Ada yang menyatakan haram. Namun pendapat yang sahih adalah yang menyatakan makruh saja, dan tidak sampai haram. Oleh karena itu, bagi yang mulutnya terkena najis, entah itu berupa darah atau selainnya, sebaiknya dicuci dahulu sebelum membaca Al-Quran (Al-Majmu’/2/163).

Ketiga, ketika membaca Al-Quran dan hendak menguap (jawa: angop), dianjurkan berhenti membaca terlebih dahulu. Baru kemudian setelah selesai menguap dapat meneruskan bacaan. Imam An-Nawawi mengaitkan adab tersebut dengan hadis yang secara umum menganjurkan agar saat menguap, hendaknya menutup mulut (At-Tibyan/58).

Baca Juga: Hukum Membaca Al-Quran dalam Keadaan Hadas

Keempat, dianjurkan melirihkan bacaan Al-Quran saat membaca ayat-ayat berikut ini dan ayat-ayat lain yang berbunyi sama:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al masih itu putra Allah” (QS. At-Taubah [9] 30).

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ

Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu” (QS. Al-Maidah [5] 64).

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا

Dan mereka berkata: “Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak” (QS. Maryam [19] 88).

Kelima, hukumnya makruh membaca Al-Quran saat ruku’, sujud dan tasyahud di dalam salat. Dan pada saat berdiri bagi makmum selain dari bacaan Al-Fatihah. Juga pada saat mengantuk dan tatkala mendengar khutbah (Al-Majmu’/2/167).

Keenam, hukumnya makruh tertawa serta bercakap-cakap di sela-sela membaca Al-Quran.

Ketujuh, hukumnya makruh berbincang-bincang di hadapan Al-Quran kecuali membahas sesuatu yang berguna.

Kedelapan, hukumnya makruh memainkan tangan atau melihat sesuatu yang membuat hati lalai dari menghayati Al-Quran, tatkala membaca Al-Quran (Ittihafu Fudhalaul Basyar/26).

Baca Juga: Inilah Keutamaan Membaca Al-Quran dengan Tartil

Kesembilan, hukumnya makruh membaca Al-Quran tatkala sedang di perjalanan. Sebab keadaan di perjalanan tersebut nantinya akan membuat bacaan Al-Qurannya menjadi tidak karu-karuan (Al-Majmu’/2/167).

Cukup banyak adab-adab ringan lain yang belum di sebutkan di atas, bahkan tidak pula disebutkan di dalam kitab-kitab adab berinteraksi dengan Al-Quran semacam kitab At-Tibyan. Tatakrama yang lain ini dapat disimak dalam kitab-kitab hadis maupun riwayat hidup para ulama. Meski begitu, sembilan adab ketika membaca Al-Quran di atas tidak sepatutnya diremehkan, justru yang lebih penting adalah terus belajar agar lebih mengetahui, bagaimana para ulama’ berinteraksi dengan Al-Quran, sehingga dapat menjadi teladan bagi kita.

Bagaimanapun juga, Al-Quran adalah kalamullah, perkataan yang suci dan mulia. Mushafnya pun akhirnya ketularan suci dan mulia. Membacanya, menyentuhnya dan membawanya adalah bentuk interaksi kita dengan Kalam yang suci dan mulia itu, sudah sepatutnya kita bergaul dengannya dengan penuh adab dan tatakrama. Wallahu A’lam