BerandaKisah Al QuranKetangguhan Perempuan di Balik Nuzulul Quran

Ketangguhan Perempuan di Balik Nuzulul Quran

Baginda Nabi terbaring lemah di pangkuan Sayyidah Khadijah. Sambil terbata-bata, dia menceritakan perjumpaan dengan Malaikat Jibril, sekaligus waktu wahyu Allah ia terima untuk pertama kali. “Wahai Abu Qasim, berilah kabar gembira (kepada umat manusia atas kerasulanmu), teguhlah, percaya dirilah! Sungguh, aku pun mengharapkan engkau menjadi sosok Nabi untuk umat ini!,” Khadijah menyemangati Nabi (al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibnu Hisyam, 93-94) .Kata-kata Khadijah menyadarkan kita akan ketangguhan perempuan, yang jarang dikisahkan saat momentum Nuzulul Quran.

Peringatan Nuzulul Quran yang bertepatan dengan 18 April ini merupakan momentum Alquran pertama kali turun. Saat itu pula, Baginda Nabi diberi mandat sebagai rasul, penyampai dakwah Islam untuk seluruh umat manusia.

Sakralnya Nuzulul Quran tertuang dalam banyak ayat. Sebut saja, Q.S. Alqadar, Q.S. Albaqarah [2]:  185, dan Q.S. Addukhan [44]:3. Tiga ayat tersebut saling menjelaskan. Pada ayat terakhir disebutkan bahwa Alquran turun di malam yang penuh berkah (lailah mubarakah). Mengutip pendapat Ibnu ‘Asyur, lailah mubarakah tak lain ialah suatu malam di Bulan Ramadan tatkala Alquran pertama kali diterima oleh Baginda Nabi di Gua Hira. Penjelasan ini dinukil pula dari Q.S. Albaqarah [2]: 185. (al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 25, 277-279)

Baca juga: Surah al-Qadr Ayat 1, Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadr Menurut Fakhruddin Ar-Razi

Terlepas dari perbedaan pendapat soal tanggal berapa Alquran diturunkan, ulama sepakat, lailah mubarakah semaksud dengan Nuzulul Quran. Penurunan Alquran kepada Nabi melalui Malaikat Jibril untuk pertama kali disebut juga dengan lailah mubarakah. Setidaknya, demikian yang disampaikan al-Tabari, al-Qurtubi, dan Ibnu ‘Asyur.

Tuntunan Jibril

Sewaktu menakdirkan Baginda Nabi untuk menerima wahyu, Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk menyampaikan lima ayat di awal Surah Al’alaq kepada Nabi. Kala itu, Nabi bertahanus di Gua Hira. Ritual semacam meditasi ini memang sudah mentradisi di kalangan masyarakat Arab pra Islam. Ritual yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas spiritual.

Saat malam itu tiba, Baginda Nabi yang tengah tidur dikejutkan oleh sosok Jibril, yang membawa kitab. Jibril lantas meminta Nabi untuk membaca wahyu pertama yang tertera pada kitab itu. Sebanyak empat kali Jibril meminta, sebanyak itu pula Baginda Nabi tidak menyanggupinya, meski Jibril berkali-kali memeluk Nabi, untuk menguatkannya. Sampai kemudian Jibril menuntun Nabi membaca wahyu itu, hingga dia dapat membacanya. Lalu, Nabi terbangun. Seakan-akan wahyu itu sudah tertancap kuat di hatinya.

يا محمد, أنت رسول الله وأنا جبريل

“Wahai Muhammad, engkau utusan Allah, dan aku adalah Jibril!,” jelas Jibril kepada Nabi sesaat setelah dia keluar dari pertapaannya.

Mendengar pernyataan itu, Baginda Nabi terperangah. Perasaan campur aduk. Diri Nabi diliputi keraguan dan rasa tak percaya diri. Beliau mematung beberapa saat. Menyaksikan seluruh penjuru langit yang tampak sama. Sama-sama menampakkan sosok Jibril yang mendeklarasikan kerasulannya. Bahkan, ia pun masih tetap berdiri keheranan, sampai utusan Khadijah tidak berhasil menemukannya yang sudah cukup lama bertahanus.

Khadijah sosok tangguh

Beberapa saat kemudian, Nabi pulang. Dia dalam kondisi kalut. Dia langsung menghampiri Khadijah dan berbaring dipangkuannya. Menjadi rasul untuk semesta alam tentu saja tidak pernah terlintas di benak Nabi sebelumnya. Hal ini yang membuat ia merasa lemah; kehilangan kepercayaan diri, dan bahkan meragukan kebenaran kejadian yang ia saksikan.

Baca juga: Keistemewaan Bulan Ramadan: Bulan Diturunkannya Kitab Suci

Khadijah orang pertama yang diberitahu Nabi soal kejadian di Gua Hira. Tidak seperti Nabi yang ragu, Khadijah langsung mempercayainya, dan mendukung Nabi secara penuh. Tak tinggal diam, sosok perempuan tangguh ini menggalang informasi dari sumber terpercaya. Ia menemui sepupu tertuanya, Waraqah bin Naufal. Konon, dia adalah ahl kitab dari kalangan Nasrani yang terkenal berperangai baik dan menguasai kitab Taurat serta Injil. Mendengar kerasulan Nabi dari Khadijah, Waraqah seketika memuji dan membenarkan kabar itu. Ia berpesan kepada Khadijah agar semakin meneguhkan hati Nabi.

Tidak sampai situ saja. Khadijah mencari penguat lain soal kerasulan Nabi. Ia menguji keberadaan Malaikat Jibril dengan cara pindah posisi duduk berkali-kali bersama Nabi. Setiap pindah, Nabi selalu merasakan kehadiran Malaikat Jibril. Sampai, saat Khadijah membuka penutup kepala –membuka aurat- baginda Nabi tidak lagi merasakan kehadirannya.

اثبت وأبشر فوالله إنه لملك وما هذا بشيطان

“Demi Allah, dia (Jibril) benar-benar malaikat, bukan setan! Tebarlah kabar gembira dan percaya dirilah wahai Nabi!” tegas Khadijah sekali lagi.

Setelah benar-benar yakin dan dapat meyakinkan Nabi, Khadijah tentu saja masuk Islam dan menerima dakwah Nabi. Ia dinobatkan sebagai orang yang pertama kali iman kepada Allah Swt. dan Nabi Saw.. Dengan ketangguhannya, Khadijah pun selalu menjadi pelipur lara dan pendobrak semangat Nabi dalam berdakwah, terutama saat di Mekah. (al-Sirah al-Nabawiyyah li Ibnu Hisyam, 96)

Baca juga: Mengenal Kariman Hamzah, Jurnalis dan Mufassir Perempuan Asal Mesir

Dari kisah ini kita belajar bahwa momen Nuzulul Quran juga menyimpan pesan untuk perempuan, terutama soal makna ketangguhan bagi perempuan. Perempuan ideal tidak saja tampak dari sikap lemah lembut. Perempuan ideal juga tercermin dari ketangkasan dalam bertindak, kepekaan dalam merespons peristiwa, serta cerdas dalam menyusun strategi menuju kebaikan. Sederhananya, perempuan tidak melulu identik dengan karakter feminin, tetapi semestinya juga menyeimbangkan diri dengan karakter maskulin. Sudut pandang ini menjadikan kita dapat merenungkan momentum Nuzulul Quran sebagai contoh ketangguhan perempuan dalam mensyiarkan agama Islam. Wallahu a’lam[]

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...