BerandaTafsir TematikKetika Allah Menyeru Rasulullah di dalam Al-Qur’an

Ketika Allah Menyeru Rasulullah di dalam Al-Qur’an

Nabi Muhammad adalah kekasih sekaligus jelmaan Allah paling sempurna. Ia memiliki banyak gelar seperti al-Mushthafā yang berarti yang terpilih atau habībullāh kekasih Allah. Kemuliaan dan keagungan Nabi Muhammad dapat dilacak melalui sejarah, hadith maupun Al-Qur’an. Satu dari cara mudah untuk mengetahui kedahsyatan Nabi Muhammad adalah melalui bagaimana Allah menyeru Rasulullah di dalam Al-Qur’an. Jika Nabi adalah kekasih Allah, maka seruan Allah kepada Nabi adalah seruan kekasih kepada yang terkasih.

Lalu, apa dan bagaimana perbedaan Allah menyeru Nabi sebagai kekasih-Nya, dan Allah menyeru nabi-nabi selain Nabi Muhammad? Untuk melihat perbedaan ini, perlu kita merujuk pada ayat-ayat seruan Allah kepada para nabi.

Baca juga: Rahasia Dibalik Perintah Shalat dalam Al-Qur’an (Perspektif Prof. Dr. Nashruddin Baidan)

Seruan Allah kepada Rasulullah dalam Al-Qur’an

Sebagai penerima wahyu Al-Qur’an, Nabi Muhammad acapkali diseru oleh Allah di antara ayat-ayat Al-Qur’an. Seruan ini menarik untuk diperhatikan, karena ada beda antara seruan Allah kepada Nabi Muhammad dan seruan Allah kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad. Mari kita perhatikan ayat-ayat berikut:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.” (Q.S Al-Anfal: 64)

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

Artinya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan.” (Q.S Al-Ahzab: 45)

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ

Artinya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (Q.S Al-Maidah: 67)

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ

Artinya: Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya.” (Al-Maidah: 41)

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ

Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)” (Q.S Al-Muzzamil: 1)

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّر

Artinya:Hai orang yang berkemul (berselimut)” (Q.S Al-Muddathir: 1)

Ayat-ayat ini adalah sekelumit dari contoh bagaimana Allah menyeru Nabi Muhammad di dalam Al-Qur’an. Dan yang menarik, Allah tidak pernah menyeru Nabi dengan nama secara langsung seperti, “Wahai Muhammad”. Melainkan, Allah menyerunya dengan seruan indah dan gelar yang mulia sebagaimana ayat-ayat di atas.

Baca juga: Dalil Maulid Nabi dalam Al-Quran (4): Surah Maryam Ayat 33

Seruan Allah untuk Para Nabi Selain Rasulullah

Setelah melihat bagaiman indah dan “mesra” Allah menyeru Nabi Muhammad, mari kita melihat bagaimana seruan Allah kepada para nabi selain Rasulullah. Dengan begitu, akan tampak jelas perbedaan dan keistimewaan Rasulullah di sisi Allah Swt. Berikut Sebagian contoh ayat-ayatnya:

قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ ۖ

Artinya: Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini” (Q.S Al-Baqarah: 33)

قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَىٰ أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ

Artinya: Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu.” (Q.S Hud: 48)

يَا مُوسَىٰ إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Artinya: Hai Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S Al-Qashash: 30)

يَا إِبْرَاهِيمُ أَعْرِضْ عَنْ هَٰذَا ۖ إِنَّهُ قَدْ جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ ۖ وَإِنَّهُمْ آتِيهِمْ عَذَابٌ غَيْرُ مَرْدُودٍ

Artinya: Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak.” (Q.S Hud: 76)

إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ

Artinya: “(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu.” (Q.S Al-Maidah 110)

Berdasarkan beberapa ayat ini, kepada nabi selain Rasulullah, Allah menyeru dengan nama langsung tanpa gelar dan sebutan indah. Sehingga, ada perbedaan dan tampak keagungan posisi Nabi Muhammad di sisi Allah Swt.

Baca juga: Berikut Empat Macam Pujian Allah Untuk Rasulullah dalam Al-Qur’an

Keistimewaan Seruan untuk Rasulullah

Seruan Allah kepada Rasulullah menunjukkan kedekatan dan keagungan Nabi Muhammad di antara para nabi lainnya. Ketika Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Ibrahim dan Nabi Isa serta Nabi lainnya dipanggil dengan sebutan nama langsung, tidak dengan Nabi Muhammad yang dimuliakan dengan gelar dan sebutan-sebutan yang indah.

Hal ini juga sejalan dengan perintah Allah dalam surat An-nur ayat 63, yaitu:

لَاتَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).”

Baca juga: Tafsir Surah an-Nisa’ Ayat 43: Menguak Makna Lamastum dalam Ulama Mazhab

Quraish Shihab dan Asy-Sya’rawi dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa kata du’a di sini adalah seruan atau panggilan kepada Rasulullah harus dengan adab yang baik. Sehingga, tidak layak bagi kita untuk memanggilnya dengan nama langsung “Muhammad”, yang terbaik adalah dengan menyebutkan gelar dan sebutan indah sebagaimana Allah contohkan dalam Al-Qur’an. (Tafsir al-Misbah dan tafsir Asy-Sya’rawi)

Dengan demikian, dapat kita ketahui keindahan ketika Allah menyeru Rasulullah di dalam Al-Qur’an. Hal ini juga sekaligus mengajarkan kita untuk menyeru Nabi dengan seruan yang indah, gelar dan sebutan yang mulia. Karena Allah saja memuliakan Nabi, tentu kita harus senantiasa memuliakan Nabi dengan panggilan yang agung.

Semoga, tulisan sederhana ini dapat menambah kecintaan dan kedekatan kita kepada Nabi Muhammad. Dengan modal kecintaan, kita akan terus mendekat dan meneladani segala akhlak dan perbuatan Nabi. Kemudian, kita perlahan menapaki jejak akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari kita. Wallahua’lam bishawab.

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...