BerandaKisah Al QuranKisah perilaku Homoseksual Kaum Nabi Luth

Kisah perilaku Homoseksual Kaum Nabi Luth

Berbagai kisah sering kali disebutkan dalam Al-Quran. Kisah-kisah tersebut bukanlah fiksi semata melainkan benar-benar terjadi. Segala pelajaran dan hikmah menjadi hal yang bisa diambil dari tiap kisah tersebut seperti kisah kaum Nabi Luth As. dengan perilaku menyimpangnya.

Perilaku menyimpang yang dilakukan kaum Nabi Luth ialah homoseksual. Secara sederhananya perilaku ini digambarkan sebagai keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama. Lebih jelasnya, perilaku ini dilampiaskan dengan memuaskan hasrat seksual dengan sesama jenis. Perilaku ini setidaknya disinggung dalam Al-Quran  dan salah satunya terdapat pada Surat Al-A’raf ayat 80-81.

Baca juga: Surat Al-Mu’awwidzatain Dan Memahami Kisah Disihirnya Nabi Muhammad

Surat Al-A’raf ayat 80-81, penyimpangan Kaum Sodom

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Dan (kami telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). Dan ingatlah tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengajarkan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oelh seorang pun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka) bukan kepada wanita, tetapi kamu adalah kaum yang melampaui batas”

Pada ayat tersebut, Nabi Luth tidak secara langsung menegur dan menyatakan bahwa perilaku kaumnya tidak disukai Allah. Melainkan, ia mengajak kaumnya untuk berfikir dengan mengawali sebuah pertanyaan meskipun bersifat istifham inkari, yakni pertanyaan yang bertujuan untuk mengingkari perbuatan yang menyalahi fitrah.

Ali as-Shabuni juga menerangkan bahwa Nabi Luth menanyakan kepada kaumnya dengan menggunakan pertanyaan yang mecela yakni :”apakah kalain tega melakukan perbuatan yang nista dan belum pernah dilakukan oleh satu kelompok manusia manapun di muka bumi?” (Ali as-Shabuni, Safwatut Tafsir , 4: 412)

Baca juga: Isyarat Pelestarian Alam Dibalik Kisah Nabi Shalih, Unta dan Kaum Tsamud

Dalam Mu’jam mufradat li Alfadz al-Quran diterangkan bahwa kata الْفَاحِشَةَ dengan segala bentuk turunannya disebut sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Ia menjelaskan bahwa al-faahisya bermakna segala perbuatan atau perkataan apa saja yang sangat keji. (Ali as-Shabuni, Mu’jam mufradat Alfadz al-Quran, 387)

Adapun lafad  الْفَاحِشَةَ  pada ayat 80 menurut as-Sya’rawi dalam Tafsir as-Sya’rawi memaknai sebagai tambahan pada kekotoran berupa perbuatan homoseksual itu sendiri. Semisal seorang lelaki dan perempuan yang berzina diluar nikah, maka hal itu merupakan perbuatan kotor dan bila perbuatan itu dilakukan setelah menikah menjadi halal. Sedangkan, bila hubungan itu dilakukan pada sesama jenis, maka itulah yang dinamakan tambahan kekotoran /paling kotor dan terkutuk (Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir as-Sya’rawi, juz 4, 694)

Penyebab homoseksual Kaum Sodom

Yang menjadi pertanyaan besar pada peristiwa Kaum Luth ialah darimana mereka memiliki perilaku tersebut. As-Suyuthi menukil riwayat Ibnu Abbas. Riwayat tersebut mengatakan bahwa pada awalnya, kaum Sodom memiliki pohon dan kebun yang lebat buahnya. Akan tetapi, suatu ketika mereka tertimpa musim paceklik hingga kekurangan pangan.

Lalu sebagian mereka  berkata bahwa musim paceklik ini disebabkan banyaknya orang asing yang berkunjung ke negeri sodom. Oleh karenanya, apabila menemui orang asing tersebut maka “kumpulilah” dengan cara sodomi. Setelah itu niscaya mereka tidak akan datang lagi ke negeri ini.

Tak disangka, ternyata anjuran yang bersifat tahayul ini diikuti oleh Kaum Sodom hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan bagi mereka. (Imam as-Suyuthi, Durul Manthur fi Tafsir bil Ma’thur,3: 495)

Mereka banar-benar melampaui batas

Perbuatan kaum Nabi Luth merupakan perilaku yang tercela. Disebutkan bahwa mereka suka menyetubuhi laki-laki dibanding menggauli wanita yang sudah dinikahi. Padahal, berhubungan dengan wanita yang sah memungkinkan bisa melahirkan keturunan dan meneruskan keberlangsungan hidup manusia. Hingga ayat tersebut diakhhiri dengan lafadz مُسْرِفُونَ yang menurut Wahbah az-Zuhaili dimaknai bahwa perbuatan Kaum Luth benar-benar melampau batas (Wahbah az-Zuhaili, Tafsirul Wasith, 2:798)

As-Sya’rawi menyampaikan bahwa Allah sudah menciptakan manusia dengan sedemikian rupa dan menjadikan syahwat dalam keadaan normal sehingga bermanfaat dan bernilai positif. Allah pun sudah menciptakan perempuan dengan rahim sebagai alat reproduksi sehingga selain sebagai penyalur syahwat juga yang paling utama ialah melanjutkan garis keturunan . Namun bila hasrat ini tidak disalurkan secara semestinya dan di luar kewajaran, maka itu dinamakan melampaui batas. (Mutawalli al-Sya’rawi, Tafsir as-Sya’rawi, 4:696)

Baca juga: Kisah Nabi Hud As dan Kaum ‘Ad Dalam Al-Quran

Hamka juga berkomentar bahwa laki-laki yang memiliki syahwat untuk bersetubuh dengan sesama laki-laki termasuk ke dalam katagori orang yang abnormal (diluar kebiasaan) yaitu kemanusiaannya sudah rusak (Hamka, Tafsir al-Azhar, 19:138)

Penyimpangan di masa sekarang

Perilaku penyimpang yang terjadi di masa Nabi Luth juga masih terjadi di era sekarang. Namun perubahan gaya hidup seakan-akan mulai digencarkan para pelaku. Jika zaman Nabi Luth, mereka hanya sekedar melampiaskan syahwat yang tidak lagi normal, maka di era sekarang, para pelaku mulai berani melakukannya dan manganggap bahwa penyimpangan tersebut sudah menjadi kenormalan baru bagi manusia.

Dengan atas nama HAM, mereka juga berniat untuk menunjukan diri dan meminta pengakuan secara legal. Berbagai komunitas dibentuk dalam rangka lebih leluasa lagi dalam menampakkan keberadaanya. Beberapa kegiatan juga digelar hingga mereka memanfaatkan jejaring teknologi demi lebih dikenal luas. Bahkan, sebagian mereka juga berjuang agar pernikahan sejenis bisa dilegalkan.

Sudah semestinya perilaku menyimpang ini dihindari karena berdampak buruk bagi peradaban manusia. Para tokoh tafsir juga sependapat bahwa perilaku tersebut termasuk perbuatan yang sangat kotor, keji dan bertentang dengan fitrah manusia. Wallahu a’lam[]

Muhammad Anas Fakhruddin
Muhammad Anas Fakhruddin
Sarjana Ilmu Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...