Apabila kita hidup semasa dengan Siti Maryam, pastinya akan muncul rasa takjub dan kagum dengan sosok perempuan satu ini. Bagaimana tidak, sebab ialah satu-satunya perempuan yang diperbolehkan Allah untuk menjadi di Masjid al-Muqaddas. Sebelum-sebelumnya tidak pernah kejadian seperti itu. Selain juga karena melihat berbagai tingkah laku mulia dan budi pekerti luhur Maryam yang senantiasa menjaga kesucian dirinya. Putri semata wayang ‘Imran ini seakan-akan adalah sosok perempuan tanpa cela dan dosa.
Wanita Pilihan dan Ujian Allah
Hanya saja Allah ingin menguji hamba-Nya yang satu ini, sebab makin saleh tingkat spiritual seorang hamba, makin besar juga ujian yang akan diberikan padanya. Tujuannya tidak lain untuk mengangkat derajat si hamba sendiri. Ujian Maryam dalam hal ini adalah uji kepasrahan, episode ini dikisahkan pada tiga ayat berikut,
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ (42) يَامَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
“Dan (ingatlah), ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan memilihmu di atas segala perempuan di seluruh alam. Wahai Maryam! Taatilah Tuhanmu, sujud, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (Q.S. Ali ‘Imran (3): 42-43).
Jika kita amati ayat pertama, di sana terdapat pengulangan kata ishthafaki, Allah memilihmu. Yang pertama secara mutlak, sedangkan yang kedua dibarengi dengan frasa memilihmu di atas segala perempuan di seluruh alam. Kira-kira apa alasan adanya pengulangan tersebut?
Abu Hayyan menyebutkan banyak pendapat. Ada yang mengatakan bahwa pengulangan itu hanya sebagai penguat (taukid). Ada juga yang menyebut bahwa frasa ishthafaki kedua adalah sebagai penjelasan seperti apa ishthafaki yang pertama; seperti apa Maryam dipilih. Penjelasan terbaik, menurut beliau, adalah apa yang diterangkan oleh Az-Zamakhsyariy, pengarang kitab Tafsir al-Kasyaf,
“Allah telah memilihmu (Maryam) tatkala Ia menerimamu sebagai nazar ibumu, merawatmu, menganugerahimu karamah kebaikan, menyucikanmu serta menghindarkanmu dari perilaku kotor dan tercela dan dari tuduhan keji umat Yahudi bahwa kau telah berzina. Lalu ia memilihmu lagi di atas perempuan-perempuan alam semesta karena Ia telah memberikanmu Isa yang terlahir tanpa seorang ayah dan hal tersebut tidak akan pernah dialami oleh perempuan manapun selain kamu.” Penafsiran serupa juga didukung oleh al-Razi dan Ibnu Asyur. (Al-Kasyaf, juz 1 hal 362).
Baca juga: Tafsir Surah Ali Imran Ayat 42: Meneladani Kebersihan dan Kesucian Diri Siti Maryam
Kabar Kelahiran Isa
إِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ
“(Ingatlah), ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (firman) dari-Nya (yaitu seorang putra), namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).” (Q.S. Ali ‘Imran (3): 45).
Berbeda dengan ayat Ali Imran di atas, dalam surah Maryam dapat kita jumpai lebih detail cerita Maryam. Hal ini dapat kita rujuk pada ayat 16-33 darinya. Secara singkat ceritanya begini,
Saat sedang berasyik-masyuk di mihrab, tiba-tiba seorang laki-laki rupawan menghampiri Maryam. Melihat itu Maryam merasa terganggu. Ada rasa khawatir kalau-kalau terdapat niat buruk dari laki-laki tersebut. Kata Maryam, “Aku memohon perlindungan pada Allah darimu jika engkau orang bertakwa.”
Sang laki-laki menjawab, “Tenanglah, sesungguhnya aku adalah utusan Tuhanmu untuk memberitahukan kabar gembira atas akan lahirnya seorang putra darimu,” ternyata ia adalah Malaikat Jibril.
Telak saja Maryam kaget dan merasa bingung. Apa tanggapan orang jika kemudian ia tiba-tiba hamil dan melahirkan seorang putra, padahal ia tidak pernah menikah sebelumnya? “Bagaimana bisa aku memiliki seorang anak sedangkan belum pernah ada laki-laki yang menyentuhku dan aku bukanlah seorang pezina!” Begitu tanya Maryam.
Kegusaran ini memang hal yang wajar. Sebagai hamba yang selalu berusaha menjaga kesucian dirinya, tentu masyarakat sekitar akan sangsi melihat ia tiba-tiba hamil tanpa pernah menikah.
Di sini terdapat salah satu hikmah urutan ayat-ayat Ali ‘Imran (42-45). Terhitung dua kali Malaikat Jibril memanggil Maryam (ya maryam) -Panggilan pertama dalam ayat 42, dan panggilan kedua pada ayat 45-. Seruan pertama berisikan kabar gembira penyucian Maryam. Adapun seruan kedua menginformasikan kabar gembira akan kelahiran Isa as.
Abu Hayyan menyebut bahwa alasan penyampaian kabar gembira terlebih dahulu adalah sebagai pembukaan (muqaddimah) kabar kelahiran Isa as. Tujuannya sebagai penegasan bahwa kelahiran Isa, selain sebagai ujian, juga adalah sebuah rahmat untuk Maryam. Penegasan ini penting sebab jika tidak demikian akan muncul dalam benak Maryam persangkaan bahwa Tuhan sedang mengutuk dan menghinakan dirinya sebab kelahiran anak tanpa keberadaan seorang ayah. (al-Bahr al-Muhith, juz 2 hal 480).
Baca juga: Kisah Nabi Isa, Lahir Tanpa Ayah Hingga Diangkat ke Langit
Masa Kehamilan Maryam
Pada masa-masa kehamilan, Maryam mengasingkan dirinya di suatu tempat terpencil di daerah timur (Bethlehem, Palestina) di bawah naungan pohon kurma. Walaupun pernah diyakinkan Malaikat Jibril bahwa kehamilan ini adalah karunia Allah, pengasingan dirinya dan bayang-bayang stigma masyarakat yang masih membayang membuatnya bersedih kembali. (Q.S. Maryam (19): 23).
Kembali Malaikat Jibril datang menghibur Maryam. Kata Jibril, “Jangan kau bersedih hati, Allah telah mengalirkan satu mata air segar di sisimu dan nikmatilah buah kurma dari pohon ini. Tinggal kau goyangkan saja dahannya niscaya akan berguguran kurma-kurma masak yang lezat.”
“Bagaimana jika seseorang lewat dan menanyakan alasan pengasinganku di sini?” Maryam menanyakan kekhawatiran lainnya.
“Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapapun pada hari ini.” (Q.S. Maryam (19): 26).
Baca juga: Surah Maryam [19] Ayat 26: Kisah Maryam Berpuasa Bicara
Pelajaran Penting bagi Manusia
Orang pertama yang menyadari kehamilan Maryam adalah sosok terdekatnya, yakni bocah laki-laki bernama Yusuf, ia juga merupakan khadam al-Muqaddas. Melihat perut Maryam layaknya ibu hamil, Yusuf akhirnya menyadari bahwa Maryam sedang hamil. Yusuf lalu menanyakan sebab kehamilan Maryam dengan ungkapan metaforis berikut,
“Apakah mungkin tumbuh tanaman tanpa ada biji benih sebelumnya?”
Maryam lalu menjawab, “Iya, mungkin saja.”
Yusuf kebingungan, bagaimana bisa demikian, sebab yang ia ketahui tanaman hanya dapat tumbuh dari biji tanaman. Lalu kata Maryam,
“Allah Swt. pertama kali menciptakan biji tanaman tidak berasal dari tumbuhan yang telah masak, dan Ia menciptakan tumbuhan pertama dengan tanpa biji sebelumnya. Boleh jadi engkau telah berpikiran bahwa Allah tidak mampu menciptakan tanaman dari tanpa sebuah biji, bukankah jika demikian Allah bukan Dzat Yang Maha Mampu?” Maryam menjelaskan panjang lebar.
Yusuf menjadi paham dan menyadari kesalahan persepsinya, “Aku berlindung pada Allah dari pemahaman salah seperti itu. Engkau memang benar dan telah berkata dengan cahaya hikmah.” (Ruh al-Ma’aniy, juz 2 hal 159).
Maka, selang beberapa bulan Maryam melahirkan Isa, sang kalimat Allah. Di dalam al-Quran, Allah menyebut bahwa kisah kelahiran Isa tanpa ayah ini bertujuan sebagai pelajaran bagi manusia. Firman-Nya,
قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا
“(Jibril) berkata, “Demikianlah yang terjadi. Tuhanmu berkata, “Hal itu adalah mudah bagiku. Itu aku tujukan sebagai ayat untuk manusia dan rahmat dariku. Dan keputusanku pasti terlaksana.” (Q.S. Maryam (19): 21).
Dalam kaitannya dengan sains (naturalisme), pelajaran terbesar yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah bahwa apa yang terjadi di alam semesta mutlak berada di bawah aturan dan wewenang Allah. Apa yang dikenal sebagai hukum alam atau hukum fisika, dalam Islam disebut sebagai sunnatullah, aturan-aturan Allah. Hukum alam tidak bersifat determinis. Fenomena alam tak lain adalah manifestasi-Nya (tajalli). (Mantiq: Catatan Ngaji Logika al-Ghazali, hal 200).
Oleh karenanya, istilah yang tepat bukan hukum alam (laws of nature) melainkan keteraturan alam (regularities of nature). Di sebagian besar kasus alam bergerak secara regular, tapi kadang ia bertingkah secara irregular-tidak biasa, sesuai kehendak-Nya, sebagaimana dibuktikan oleh kisah-kisah di luar nalar (khariq al-‘adah) yang terjadi pada kehamilan Hannah, Iiysa’ binta Faqudza atau pada kehamilan Maryam ini. Wa Allahu a’lamu.
Baca juga: Kisah Keluarga ‘Imran (Bag. 2): Nabi Zakariya dan Pengasuhan atas Maryam