Kisah nabi Sulaiman adalah salah satu kisah dalam al-Quran yang menarik untuk dikaji, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai kesucian jiwa, keluhuran akhlak, kemantapan iman, kecerdasan dan pengabdian kepada agama Allah Swt. Selain itu, Kisah nabi Sulaiman dianggap menarik karena ia memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki manusia lain.
Nabi Sulaiman adalah putra dari nabi Daud yang paling bungsu dari sebelas bersaudara. Ia lahir dari seorang perempuan saleh dan taqwa yang bernama Tasyayu’ bint Sura. Dikisahkan bahwa ibunya senantiasa mendorong nabi Sulaiman untuk tekun beribadah. Ia dijuluki dengan sebutan Sulaiman al-Hakim karena kebijaksanaanya. Sedangkan dalam perjanjian lama, nabi Sulaiman sering disebut sebagai Saloma dan dikenal sebagai seorang raja.
Al-Quran banyak menyebutkan nama Sulaiman as, tepatnya sebanyak 17 kali yang tersebar dalam 7 surah, yaitu: QS. al-Baqarah [2]: 2 kali, QS. al-Nisa [4] 1 kali, al-An’am [6] 1 kali, al-Anbiya [21] 3 kali, al-Naml [27] 7 kali, Saba’ [34] 1 kali dan Shad [38] 2 kali. Sebagian besar ayat tersebut bercerita tentang sifat-sifat dan keutamaan yang Allah berikan kepada nabi Sulaiman (al-Mu’jam al-mufahras li Alfazh al-Qur’an: 357-358).
Diantara kisah nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an yang masyhur di masyarakat adalah kisah tentang nabi Sulaiman dan pasukannya ketika melewati sekelompok semut (QS. An-Naml [27]: 18) serta kisahnya dengan ratu Balqis seorang ratu negeri Saba yang menyembah matahari (QS. An-Naml [27]: 38-39). Dua kisah tersebut mengisahkan bagaimana kehebatan nabi Sulaiman dan pasukannya berkat karunia Allah.
Kisah-kisah nabi Sulaiman di atas, sebenarnya membawa nilai dan tujuan pendidikan Islam yang harus dipahami pembaca Al-Qur’an. Menurut Athiyah al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam ada dua, yaitu: Pertama, tujuan yang berorientasi akhirat, yakni membentuk hamba yang beriman dan bertaqwa. Kedua, tujuan yang berorientasi dunia, yakni membentuk manusia yang mampu menghadapi segala macam rintangan hidup dan bermanfaat bagi orang lain (al-Tarbiyah wa al-Falsafatuha: 286).
Baca Juga: Inilah Alasan Kenapa Kisah Al Quran adalah Kisah Terbaik
Kepribadian Nabi Sulaiman Sebelum Menjadi Raja
Sejak kecil nabi Sulaiman dikenal saleh dan taat beribadah, sehingga kehadirannya di tengah keluarga dianggap sebagai karunia Allah terutama bagi nabi Daud as (ayah). Sifatnya ini tidak lepas dari hasil pendidikan yang diberikan oleh ibunda nabi Sulaiman, yakni Tasyayu’ bint Sura dan juga atas izin Allah Swt. Ketaatan dan ketakwaan tersebut Allah sebutkan dalam firman-Nya yang berbunyi;
وَوَهَبْنَا لِدَاوٗدَ سُلَيْمٰنَۗ نِعْمَ الْعَبْدُ ۗاِنَّهٗٓ اَوَّابٌۗ ٣٠
“Dan kepada Dawud Kami karuniakan (anak bernama) Sulaiman; dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” ((QS. Shad [38]: 30)
Kata awwab pada ayat di atas bermakna al-ruju’u yakni kembali. Oleh sebab itu M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa ayat ini merupakan informasi tentang karunia Allah kepada Nabi Daud as berupa seorang anak yang mulia bernama Sulaiman as. Ia merupakan sebaik-baik hamba Allah pada masanya, karena ia selalu taat kepada Allah dan senantiasa mengembalikan segala persoalan kepada-Nya. Nabi Sulaiman as meyakini bahwa segala sesuatu yang direncanakan manusia tidak akan terlaksana tanpa bantuan Allah (Tafsir al-Misbah [12]: 139).
Al-Marāgī menyatakan, kesalehan dan ketakwaan nabi Sulaiman dipertegas melalui kebiasaannya melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. Nabi Sulaiman bahkan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermunajat kepada Allah Swt. Karena ia yakin bahwa untuk mendapatkan pertolongan dan petunjuk Allah Swt, seseorang harus mendekatkan diri kepada-Nya terlebih dahulu (Tafsir Al-Marāgī [23]: 118).
Selain hamba yang taat dan takwa, nabi Sulaiman juga seorang yang cerdas dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Sifatnya ini tidak lepas dari upaya nabi Daud yang menginginkan agar anaknya tumbuh menjadi seorang raja yang cerdas dan bijaksana. Dari sekian banyak anak nabi Daus as, hanya nabi Sulaiman yang mampu memenuhi impiannya.
Selama bertahun-tahun, nabi Daud telah menantikan seorang penerus yang cocok bagi kerajaannya. Namun ia tidak kunjung menemukan pengganti yang mampu mengampu tanggung jawab tersebut. Siang dan malam nabi Daud as berdoa kepada Allah agar diberikan keturunan yang mulia. Doa-doa tersebut kemudian Allah jawab dengan menghadirkan seorang anak yang bernama Sulaiman.
Baca Juga: Kisah Romantis Khaulah bint Tsa’labah Dibalik Ayat-Ayat Zihar
Salah satu bukti kecerdasan nabi Sulaiman adalah keputusan bijaknya mengenai sengketa antara pemilik kebun dan kabing. Kisah ini tertuang dalam QS. Al-Anbiya’ [21]: 78-79 yang bermakna:
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu. Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.”
Berkenaan dengan ayat di atas, dikisahkan bahwa suatu ketika dua orang laki-laki (pemilik kebun dan kambing) mengadukan permasalahan mereka kepada nabi Daud terkait tanaman yang dimakan kambing. Beliau berkata, “pergilah dan seluruh kambing itu milikmu (pemilik kebun).” Lantas pemilik kambing kembali dengan keadaan hati yang sedih karena telah kehilangan kambingnya.
Ketika berada di tengah perjalanan, si pemilik kambing bertemu nabi Sulaiman. Ia lantas mengadukan permasalahannya. Mendengar hal tersebut, nabi Sulaiman menghadap nabi Daud dan berkata, “ayahanda sesungguhnya keputusan mengenai perkara ini tidaklah seperti yang engkau putuskan.” Nabi Daud menjawab, “lalu bagaimana keputusan yang seharusnya ku ambil wahai anakku.”
Nabi Sulaiman berkata, “serahkan kambing itu kepada pemilik tanaman, agar ia dapat memanfaatkan susu, anak-anak dan bulunya. Kemudian serahkan ladang itu kepada pemilik kambing, agar ia merawatnya seperti sedia kala. Setelah itu masing-masing dapat mengambil hak mereka kembali.” Mendengar keputusan nabi Sulaiman, nabi Daud tersenyum dan berkata, “aku menyetujui keputusan tersebut.” Wallahu a’lam.