Kisah Nabi Syuaib sangat menarik untuk dikaji, karena di dalamnya terdapat kisah perjuangan Nabi Syuaib terhadap kaumnya, penduduk Madyan. Nabi Syuaib adalah putra dari Mikala bin Yasyjan. Ia lahir dan diutus oleh Allah swt untuk menyerukan (berdakwah) dengan kaumnya yaitu para penduduk kota Madyan.
Imaduddin Abu al Fida Ismail bin Katsir atau lebih dikenal dengan sebutan Ibn Katsir dalam Qashas al-Anbiya, menuliskan penduduk Madyan merupakan orang-orang kafir yang senang merompak, menakut-nakuti seorang musafir yang datang ke negerinya, dan penyembah pohon aikah yang berada di semak belukar.
Penduduk Madyan bukanlah penduduk yang tidak diberikan seruan untuk menjadi lebih baik. Hadirnya Nabi Syuaib membawa seruan agar penduduknya meninggalkan perbuatan buruk yang selama ini menjadi kebiasaan. Ada dua seruan Nabi Syuaib kepada penduduk Madyan.
Seruan Tauhid
Tauhid yang murni adalah tauhid yang bebas dari kesyirikan. Tidak bercampur dengan sesuatu apa pun yang dapat mengeruhkan kemurnian iman. Ibarat air yang berasal dari sumber mata air yang jernih, maka segala sesuatu harus selalu murni layaknya sumber mata air yang jernih itu pula.
Baca juga: Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis Dalam Al-Quran
Abdul Mu’ti dalam sebuah pengantar buku Islam Berkemajuan, menuliskan bahwa tauhid adalah doktrin sentral agama. Seperti salah satu misi utama pergerakan dakwah di Indonesia adalah Muhammadiyah menegakkan tauhid yang murni. Begitu juga dengan gerakan Nahdlatul Ulama menyebarkan seruan tauhid yang murni menyebar di Nusantara.
Kisah Nabi Syuaib diabadikan dalam firman-Nya Q.S. Hud [11]: 84.
وَاِلٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗقَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗوَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ اِنِّيْٓ اَرٰىكُمْ بِخَيْرٍ وَّاِنِّيْٓ اَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيْطٍ
Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (Kiamat). (Q.S. Hud [11]: 84)
Penduduk Madyan memang mempunyai kebiasaan menyembah pohon aikah yang berada di semak belukar. Hal ini merupakan bentuk pengingkaran terhadap yang menciptakan. Selain ayat di atas, hal senada juga seruan mengenai tauhid terdapat dalam Q.S. al A’raf [7]: 85.
Ibn Katsir juga menuliskan dalam kitabnya Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, bahwa sesungguhnya, “Kami telah menutus Syuaib kepada penduduk Madyan. Mereka merupakan satu suku dari bangsa Arab yang menempati daerah antara Hijaz dan Syam yang berdekatan dengan Ma’an, sebuah negeri yang dikenal dengan sebutan dengan Madyan.”
Baca juga: Kisah Nabi Sulaiman Dalam Al-Quran: Kepribadiannya Sebelum Menjadi Raja
Allah mengutus Nabi Syuaib dan memerintahkan kepada mereka untuk beribadah kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tidak menyekutukan-Nya, dan melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan.
Seruan untuk Adil dalam Menakar Timbangan
وَيٰقَوْمِ اَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَاۤءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.(Q.S. Hud [11]: 85)
Pada ayat ini Ibn Katsir juga menuliskan, Nabi Syuaib melihat penduduk Madyan yang gemar mengurangi takaran timbangan. Kemudian Nabi Syuaib menyerukan kepada mereka untuk berlaku jujur, tidak congkak, dan membuat kerusakan di muka bumi.
Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, menuliskan antonim dari al-fasid adalah as-shalih berasal dari kata shalaha yang berarti baik. Sedangkan, al-fasid merupakan keburukan. Penduduk Madyan tidak mengindahkan seruan kebaikan yang dilakukan Nabi Syuaib. Padahal, kebaikan akan menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya.
Ibn Abbas berkata: “Rizki Allah adalah lebih baik bagimu.” Al-Rabi bin Anas berkata: “Wasiat Allah lebih baik bagimu.” Mujahid berkata: “ Taat kepada Allah.” Qatadah berkata: “Bagian dari Allah lebih baaik bagimu.” Abdurrahman bin Zaib berkata: “Kebinasaan itu dalam siksaan dan keutuhan itu adalah rahmat. Sementara itu, Abu Ja’far bin Jarir mengatakan: “Maksudnya apa yang dianugerahkan Allah kepadamu berupa keuntungan setelah kamu menepati takaran dan timbangan adalah lebih baik dari pada mengambil harta orang lain.”
Baca juga: Inilah Alasan Kenapa Kisah Al Quran adalah Kisah Terbaik
Perjuangan Nabi Syuaib dalam menyerukan kebaikan telah dilakukan. Namun, penduduk Madyan tetap dalam kebiasaannya. Menyembah pohon Aikah, merompak setiap yang datang ke negerinya, dan melakukan kecurangan dalam menimbang. Sehingga, penduduk Madyan diberikan azab. Mereka diazab dengan gempa yang dahsyat.
Bahkan, dalam surat al-Araf dijelaskan Nabi Syuaib diancam akan diusir apabila tidak memeluk kepercayaan yang dianut penduduk Madyan.
فَكَذَّبُوْهُ فَاَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَاَصْبَحُوْا فِيْ دَارِهِمْ جٰثِمِيْنَ ۙ
Mereka mendustakannya (Syuaib), maka mereka ditimpa gempa yang dahsyat, lalu jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka. (Q.S. al-‘Ankabut [29]: 37)
Dijelaskan pula dalam firman-Nya yang lain
فَاَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَاَصْبَحُوْا فِيْ دَارِهِمْ جٰثِمِيْنَۙ
Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka. (Q.S. al-A’raf [7]: 91)
Penduduk Madyan yang tetap dalam kekufurannya diazab dengan suara amat dahsyat hingga mereka tertunduk dan bergelimpangan di sekitar rumah mereka. Hal ini disebabkan karena mereka selalu mengolok-olok Nabi Syuaib, merendahkan, dan mengejeknya.
Dengan demikian, aktivitas menduakan Allah swt curang dalam timbangan masih kita saksikan pada hari ini. Penduduk Madyan telah menjadi contoh bagi kita semua agar tidak meniru apa yang telah diperbuat. Membuat kerusakan hingga azab datang memporak-porandakan penduduknya. Wallahu A’lam