Kisah nabi Zulkifli merupakan salah satu kisah Al-Qur’an yang menginspirasi. Beliau merupakan salah seorang nabi yang diutus oleh Allah swt kepada bani Israil dari sekian banyak nabi. Nabi Zulkifli dikenal sebagai sosok hamba yang penyabar, memenuhi janji, amanah, jujur, dan sanggup menanggung risiko maupun kesulitan dari dakwah yang dilakukan kepada kaumnya.
Nabi Zulkifli merupakan putra nabi Ayyub yang mempunyai nama asli Basyar. Beliau tinggal di negeri Syam yang dipimpin oleh seorang raja tua dan tidak memiliki keturunan. Awal mula dia dipanggil Zulkifli adalah ketika suatu hari sang raja sedang mencari penggantinya. Ia menyerahkan akan menyerahkan kekuasaan kepada siapa saja yang mau bertanggung jawab menjalankan amanah umat (zulkifli) dan orang-orang yang bertakwa kepada Allah swt.
Suatu hari, ketika sang raja yang arif dan bijaksana akan pensiun dan resah karena belum memiliki calon pengganti yang tepat. Dia pun mengadakan sayembara kala itu dan mengumpulkan semua rakyatnya di depan kerajaan. Sang raja berkata, “Wahai rakyatku, aku ingin mengangkat seseorang untuk memimpin kalian di masa hidupku agar aku dapat melihat tindak tanduknya.” (Qashash al-Anbiya: 393).
Dia lantas berkata, “Siapa yang mampu mengembang tiga tugas dariku, yakni sanggup berpuasa di siang hari, salat di malam hari, dan menahan emosi. Ia akan aku angkat menjadi pemimpin negeri ini.” Namun tidak ada satu pun dari rakyatnya yang menjawab, karena tiga tugas yang ia berikan sangatlah berat dan sulit untuk dilaksanakan secara terus-menerus kecuali bagi orang-orang pilihan.
Hingga akhirnya, berdirilah seorang pemuda bernama Basyar sambil mengangkat tangan kanannya dan berkata, “Hamba sanggup!” tegas nabi Zulkifli. Berulang-ulang sang raja bertanya kepada rakyatnya, namun tidak ada yang menjawab selain sang pemuda tadi. Maka terpilihlah Basyar menggantikan sang raja, dan namanya pun berubah menjadi Zulkifli yang berarti “orang yang sanggup memegang janji.”
Kisah Nabi Zulkifli Dalam Al-Qur’an: Sosok Hamba Yang Penyabar
Nabi Zulkifli as pun menjadi raja Syam saat itu. Sosok hamba yang penyabar ini mampu memimpin negerinya dengan baik. Beliau bahkan lebih mementingkan urusan rakyatnya dibandingkan urusan dirinya dan keluarganya. Dia memegang teguh janjinya untuk berpuasa di siang hari dan jalan di malam hari, serta selalu sabar dalam keadaan apapun. Ia juga tidak pernah marah-marah apalagi terlihat murka.
Suatu ketika, terjadi pemberontakan di negeri Syam oleh orang-orang yang durhaka kepada Allah swt. Nabi Zulkifli lalu meminta prajurit dan rakyatnya untuk datang ke medan pertempuran. Namun, tidak ada satu rakyat pun yang berani melawan mereka karena takut mati. Sehingga mereka meminta nabi Zulkifli mendoakan kepada Allah swt untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka.
Tanpa berpikir dua kali, nabi Zulkifli dengan sabar berdoa kepada Allah swt dan doanya tersebut segera dikabulkan oleh-Nya. Allah swt berfirman, “Aku telah mengetahui permintaanmu, dan aku mendengar doamu. Semua itu akan Aku kabulkan.” Kemenangan pun dapat diraih tanpa seorang pun dari mereka yang gugur dalam pertempuran atas izin Allah swt.
Pada suatu hari, Iblis datang untuk melakukan tipu daya agar nabi Zulkifli gagal dalam mengemban tugasnya sebagai raja dan ketua dewan hakim. Iblis tersebut ternyata memiliki tipu daya yang begitu licik. Ia berubah wujud menjadi seorang manusia tua dan mengetuk pintu rumah nabi Zulkifli as untuk menggoyahkan kesabaran beliau (Qashash al-Anbiya: 395).
“Siapa Anda,” ujar nabi Zulkifli kepada setan yang menyamar. “Hamba musafir, semua barang kepunyaan hamba dirampok orang,” balas setan tersebut. Dengan rasa iba, nabi Zulkifli meminta setan yang menyamar tersebut datang besok hari ke kerajaannya. Namun, yang ditunggu tak kunjung datang. Padahal Nabi Zulkifli sudah meluangkan waktu untuk membantu setan yang menyamar itu.
Suatu saat, nabi Zulkifli merasa sangat ngantuk dan berpesan kepada keluarganya agar tidak mengizinkan orang lain menemuinya di waktu istirahat siang. Lagi dan lagi, setan datang untuk mengganggu nabi Zulkifli. Setan kembali menjelma menjadi pria tua, datang dan mengetuk rumah sosok hamba yang penyabar ini. Akan tetapi, keluarga beliau melarangnya karena nabi Zulkifli telah berpesan agar tidak ada yang mengganggu istirahatnya.
Tidak terima atas penolakan, setan yang menyamar itu pun masuk melalui lubang di dinding rumah. Dia membangunkan nabi Zulkifli yang sedang tertidur pulas. “Lihatlah dari mana aku datang,” ujar si setan. Menyadari bahwa pintu rumahnya terkunci, tetapi bapak tua tersebut tetap bisa masuk, nabi Zulkifli pun berseru, “Kau musuh Allah!”
Setan itu pun menjawab, “benar, kau telah membuatku putus asa untuk menggoda dirimu. Maka Aku melakukan perbuatan yang kau saksikan sendiri secara langsung agar kau marah kepadaku.” Tanpa rasa kesal sedikit pun, ternyata nabi Zulkifli as tidak marah dan ia tetap sabar meski terus-menerus diganggu bahkan ia sampai-sampai beberapa hari ia tidak bisa beristirahat.
Berkat kesabarannya tersebut, Allah swt memuji nabi Zulkifi dalam surah al-Anbiya’ [21] ayat 85-86 dan surah Shad [38] ayat 48 yang masing-masing berbunyi:
وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِدْرِيْسَ وَذَا الْكِفْلِۗ كُلٌّ مِّنَ الصّٰبِرِيْنَ ۙ ٨٥ وَاَدْخَلْنٰهُمْ فِيْ رَحْمَتِنَاۗ اِنَّهُمْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ ٨٦
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar. Dan Kami masukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sungguh, mereka termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 85-86).
وَاذْكُرْ اِسْمٰعِيْلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۗوَكُلٌّ مِّنَ الْاَخْيَارِۗ ٤٨
“Dan ingatlah Ismail, Ilyasa‘dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (QS. Sad [38]: 48).
Dari pemaparan di atas, ada beberapa hikmah yang dapat dipelajari melalui kisah nabi Zulkifli dalam Al-Qur’an, yakni seorang seharusnya menjadi sosok yang penyabar sebagaimana dirinya. Dalam konteks kekinian, kita di tengah berbagai masalah dan cobaan seperti covid-19 harus sabar terhadap itu semua sebagaimana nabi Zulkifli sabar atas godaan setan. Di sisi lain, kita juga melaksanakan dan mengupayakan perubahan ke arah yang lebih baik. Wallahu a’lam.