BerandaUlumul QuranMengenal Kitab Mabadi’ Ilm Ushul At-Tafsir: Pengantar Ilmu Tafsir Karya Ulama Sulawesi

Mengenal Kitab Mabadi’ Ilm Ushul At-Tafsir: Pengantar Ilmu Tafsir Karya Ulama Sulawesi

Sebagai negara yang memiliki penduduk Islam terbesar di Dunia, Indonesia telah melahirkan berbagai ulama atau cendekiawan Islam di berbagai bidang keilmuan Islam. Namun, tidak banyak dari mereka yang memiliki karangan kitab berbahasa Arab, terlebih dalam bidang ilmu tafsir. Oleh karena itu, kiranya penting bagi penulis untuk memperkenalkan salah satu kitab pengantar ilmu tafsir karya ulama Sulawesi yang berjudul Mabadi’ Ilm Ushul At-Tafsir.

Latar Belakang Penulisan

Abduh Pabbajah menguraikan latar belakang penulisan kitab Mabadi’ Ilm Ushul At-Tafsir dalam mukaddimahnya. Di situ dijelaskan bahwa alasan penulisan kitab ini adalah sebagai buku pegangan bagi para mahasiswa yang menempuh studi di Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin cabang Parepare. Tidak hanya itu, kitab tersebut juga dimaksudkan oleh Abduh Pabbajah untuk para mahasiswa yang belajar di Universitas Islam ad-Dariyah.

Selain itu, setelah menyampaikan pendahuluannya, Abduh Pabbajah kemudian menyampaikan tiga ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa Al-Quran merupakan kitab suci yang berfungsi sebagai petunjuk bagi umat Islam. Ketiga ayat tersebut adalah Q.S. al-Baqarah [2]: 1-2, Q.S. al-Nahl [16]: 89, dan Q.S. al-Isra’ [17]: 9.

Baca Juga: Mengenal Muhammad Abduh Pabbajah, Mufasir Nusantara Asal Sulawesi

Tidak berhenti disitu, Abduh Pabbajah kemudian menguraikan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi yang inti pembahasannya adalah akan ada pada suatu masa dimana berbagai fitnah banyak bermunculan. Dan supaya bisa terlepas dari fitnah tersebut maka umat Islam perlu untuk seantiasa berpegang teguh pada ajaran-ajaran Al-Quran.

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa penyusunan kitab tersebut tidak hanya sebagai buku ajar bagi para mahasiswa tetapi juga sebagai petunjuk dasar dalam memahami Al-Quran, supaya dapat menjadikan Al-Quran sebagai pedoman utama dalam menghadapi zaman yang penuh fitnah.

Kitab tersebut ditulis di Parepare pada masa tahun ajaran 1973, atau dalam penanggalan hijriyah bertepatan pada 14 Jumadi al-Tsani 1395 H. Kitab tersebut disusun dalam beberapa jilid, namun penulis belum mengetahui kepastian terkait dalam berapa jilid kitab tersebut disusun. Penulis hanya menemukan file kitab tersebut pada bagian jilid pertama yang memuat pembahasan hingga 32 halaman.

Baca Juga: Mengenal Tafsir Firdaus An-Naim, Tafsir Nusantara Asal Madura

Gambaran Umum Isi Kitab

Secara umum, pada jilid pertama kitab Mabadi’ Ilm Ushul At-Tafsir ini menguraikan terkait enam tema pokok pembahasan yaitu (1) Mabadi’ al-Asyrah dalam ilmu ushul al-tafsir; (2) definisi Al-Qur’an, surah, dan ayat; (3) definisi wahyu dan proses penurunan wahyu Al-Qur’an; (4) I’jaz al-Qur’an (mukjizat Al-Qur’an); (5) Nuzul al-Qur’an dan faidah dari ilmu Asbab al-Nuzul.

Pada pembahasan pertama yaitu tentang Mabadi’ al-Asyrah, dijelaskan terkait sepuluh dasar-dasar pokok dalam sebuah disiplin ilmu ushul al-tafsir. Dalam sepuluh poin dasar tersebut tercakup pembahasan terkait al-Had (definisi), al-Mudhu’ (ruang lingkup), Istimdad (rujukan), Masa’il (masalah), Hukm asy-Syari’ fihi (hukum mempelajarinya), Nisbah (posisi), Wadhi’ (pencetus), Syaraf (keutamaan), Tsamrah (kegunaan), dan Ism (nama ilmu tersebut).

Abduh Pabbajah menjelaskan bahwa pencetus ilmu ushul at-tafsir adalah Syaikh Abu al-Fadhl Jalaluddin Abdurrahman al-Bulqiniy (w. 824 H). Adapun terkait definisi ilmu ushul al-tafsir, Abduh Pabbajah mendefinisikanya sebagaimana berikut:

عِلْمٌ بِهِ يُعْرَفُ اَحْوَالُ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ الَّتِيْ تُعْرَضُ لَهُ مِنْ جِهَّةِ الْإِسْنَادِ وَالنُّزُوْلِ وَغَيْرِهِ

Ilmu yang denganya dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an al-Karim, yang (ragam ahwal tersebut) diperlihatkan melalui pengkajian Al-Qur’an dari sisi sanad, proses turunya, dan selainya

Baca Juga: Mengenal Kitab Fathul Khabir dan Ulumul Qurannya Karya Syekh Mahfudz At Tarmasi

Kemudian, pada pembahasan kedua, di dalamnya dijelaskan terkait beberapa definisi dasar dari beberapa istilah yang sangat berkaitan erat dengan Al-Quran yaitu seperti istilah al-Quran, as-Surah, dan al-Ayah. Setelah menjelaskan ragam definisi tersebut, Abduh Pabbajah juga memperingatkan terkait ketidakbolehan membaca Al-Quran dengan selain bahasa Arab, dan peringatan terkait keharaman menafsirkan hanya berdasarkan akal (al-ra’y) semata.

Selanjutnya pada pembahasan ketiga, Abduh Pabbajah membahas terkait definisi wahyu baik dari sisi definisi lughawiy dan syar’iy. Setelah menjelaskan terkait definisinya, Abduh Pabbajah kemudian mengulas secara umum terkait bagaimana proses turunya wahyu dan keadaan Nabi ketika menerima wahyu tersebut.

Lanjut ke pembahasan berikutnya yaitu pembahasan keempat terkait i’jaz al-qur’an (mukjizat Al-Qur’an). Dalam menjelaskan i’jaz al-qur’an tersebut, Abduh Pabbajah mengutip pendapat seorang Filsuf yang bernama Farid Wajdi dari kitabnya yang berjudul Da’irah Ma’arif. Sisi i’jaz yang ditonjolkan dalam kitab tersebut adalah sisi i’jaz lughawiy yaitu mukjizat Al-Quran dalam aspek kebahasaan.

Argumen lain selain dari aspek mukjizat kebahasaan adalah karena wahyu Al-Quran diturunkan menggunakan redaksi ruh min amrina (QS. asy-Syura [42]: 52).

Baca Juga: Belajar Sabab Nuzul dalam Menafsirkan Al Quran Sangat Penting!

Terakhir, pembahasan kelima yaitu terkait Nuzul al-Qur’an dan faidah ilmu Asbab al-Nuzul. Pada pembahasan ini, Abduh Pabbajah menguraikan bagaimana awal mula ketika wahyu turun di Gua Hira, kemudian dijelaskan terkait hikmah mengapa Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur (munajjaman) ketimbang diturunkan secara sekaligus (jumlah wahidah)

Salah satu hikmah diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur adalah supaya umat Islam mudah dalam menghafalkannya. Selain itu hikmah lainya adalah karena dalam Al-Quran terkandung ayat-ayat yang terkena naskh atau mansukh. Dan proses naskh-mansukh tersebut hanya dapat terjadi jika Al-Quran diturunkan secara terpisah (mufarraqan).

Kemudian, terkait faidah mempelajari ilmu asbab an-nuzul adalah agar dapat membantu dalam memahami ayat Al-Quran secara baik dan benar. Untuk lebih meyakinkan pembaca, Abduh Pabbajah kemudian menguraikan sebuah riwayat tentang kesalahpahaman pemahaman ayat Al-Quran jika melalaikan asbab al-nuzul-nya.

Dalam sebuah riwayat terdapat seseorang yang bernama Qudamah ibn Madh’un. Ia merupakan seorang muslim namun masih minum khamr. Ketika hal tersebut diketahui oleh Umar, maka seketika ia mengingatkannya. Namun, Qudamah justru membela diri seraya mengutip QS. Al-Ma’idah [5] ayat 93:

Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan

Dengan berdalil pada ayat tersebut, Qudamah mempertanyakan kepada Umar mengapa aku terkait larangan minum khamr, padahal ia merupakan seorang muslim yang taat dan juga pernah ikut berperang Badar bersama Nabi. Intinya Qudamah mencari pembenaran bahwa perilakunya itu sesuai dengan ayat yang ia kutip tersebut.

Mendengar hal tersebut, maka Ibnu Abbas kemudian meluruskan bahwa ayat yang dikutip Qudamah tersebut merupakan ayat keringanan yang diberikan Allah, karena memang pada saat itu khamr belum diharamkan. Namun, karinganan tersebut telah dicabut setelah diturunkanya QS. al-Ma’idah [5] ayat 90 tentang keharaman khamr.

Dengan demikian, maka kitab Mabadi’ Ilm Ushul At-Tafsir ini merupakan kitab pengantar ilmu tafsir yang menguraikan terkait dasar-dasar ilmu tafsir secara global dan ringkas. Kitab ini tentu memberi warna tersendiri dalam khazanah kajian ilmu Al-Quran dan tafsir di Indonesia. Oleh karena itu, kitab tersebut sangat bermanfaat bagi para pengkaji Al-Quran, khususnya bagi mereka yang masih awam terhadap ilmu tafsir Al-Quran. Wallahu A’lam

Moch Rafly Try Ramadhani
Moch Rafly Try Ramadhani
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...