Salah satu kisah unik yang ditemukan dalam Alquran adalah interaksi Nabi Sulaiman as. dengan semut dalam surah Annaml (27:18-19). Ayat ini mengisahkan Nabi Sulaiman, yang dianugerahi kemampuan berbicara dengan hewan, mendengar seekor semut yang memperingatkan koloninya untuk masuk ke sarang agar tidak terinjak oleh pasukan Nabi Sulaiman. Bagaimana kisah ini dipahami? Apakah benar semut dapat “berbicara” seperti manusia? Tafsir dan pandangan ulama memberikan jawaban menarik yang penuh hikmah.
Baca Juga: Memaknai Kisah Nabi Ibrahim, Semut dan Boikot
Konteks Kisah Semut dalam Alquran
Allah berfirman dalam surah Annaml ayat 18-19:
حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوۡاْ عَلَىٰ وَادِ ٱلنَّمۡلِ قَالَتۡ نَمۡلَةٞ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمۡلُ ٱدۡخُلُواْ مَسَٰكِنَكُمۡ لَا يَحۡطِمَنَّكُمۡ سُلَيۡمَٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari” (QS An-Naml: 18)
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكٗا مِّن قَوۡلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَٰلِحٗا تَرۡضَىٰهُ وَأَدۡخِلۡنِي بِرَحۡمَتِكَ فِي عِبَادِكَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu, dan dia berdoa: ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku agar tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.’ (QS An-Naml: 19)
Kisah ini menarik perhatian ahli tafsir yang mencoba memahami, apakah dialog semut ini harus dimaknai secara harfiah, metaforis, atau simbolis.
Baca Juga: Satu Lagi Kisah Toleransi dalam Al-Quran: Nabi Sulaiman dan Ratu Semut
Pandangan Ulama Tafsir
Tafsir Harfiah: Semut yang Benar-Benar Berbicara
Mayoritas ulama klasik seperti Ibnu Katsir dalam tafsirnya cenderung memahami kisah ini secara harfiah. Allah swt memberikan Nabi Sulaiman kemampuan khusus untuk memahami bahasa hewan, termasuk semut. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah memperlihatkan mukjizat ini untuk menunjukkan keagungan kekuasaan-Nya. Semut tersebut benar-benar mengeluarkan suara yang dapat dimengerti oleh Nabi Sulaiman berkat mukjizat ini.
Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an menambahkan bahwa semut itu berbicara dalam bahasa yang dimengerti oleh kaumnya. Ini adalah salah satu bentuk keajaiban yang hanya mungkin terjadi atas kehendak Allah swt. Dialog ini juga mencerminkan kecerdasan semut dalam memahami bahaya dan memimpin komunitasnya.
Tafsir Metaforis: Bahasa Semut sebagai Simbolik
Beberapa ulama kontemporer seperti Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Qur’an berpendapat bahwa kisah ini dapat dimaknai simbolis. Bahasa semut bukanlah bahasa manusia, melainkan komunikasi alami yang terjadi di antara mereka. Dalam konteks ini, mukjizat Nabi Sulaiman bukan sekadar memahami bahasa manusia, tetapi juga memahami bentuk komunikasi alami makhluk hidup, seperti feromon atau gerakan. Sayyid Qutb menekankan bahwa ini menunjukkan keharmonisan antara manusia yang bertakwa dengan alam sekitarnya, di mana Nabi Sulaiman menjadi contoh pemimpin yang memperhatikan bahkan makhluk terkecil sekalipun.
Dalam tafsir ini, dialog semut tidak harus dimaknai sebagai kata-kata literal seperti manusia berbicara, tetapi sebagai perwujudan dari mukjizat Nabi Sulaiman yang dapat memahami bahasa alam, sesuai dengan ilmu dan teknologi yang dianugerahkan Allah kepada beliau.
Tafsir Ilmiah: Perspektif Modern
Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa semut berkomunikasi dengan cara yang kompleks, menggunakan feromon, sentuhan, dan bahkan suara ultrasonik. Namun, apakah ini dapat disebut sebagai “berbicara”? Menurut tafsir modern, kisah ini tidak bertentangan dengan pengetahuan ilmiah. Mukjizat Nabi Sulaiman adalah kemampuan khusus untuk memahami komunikasi tersebut dalam bentuk yang menyerupai bahasa manusia.
Seorang mufassir modern, Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir, menegaskan bahwa mukjizat ini mengajarkan pentingnya pemimpin memiliki hubungan yang penuh perhatian dengan semua ciptaan Allah, dari makhluk terbesar hingga terkecil. Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa semua makhluk memiliki cara mereka sendiri untuk berkomunikasi, yang mungkin tidak sepenuhnya dipahami oleh manusia biasa.
Baca Juga: Refleksi Q.S. Annaml Ayat 17-18: Etika Berlalu Lintas Qur’ani
Pelajaran dari Kisah Semut
Kisah dalam ayat di atas mengandung banyak hikmah yang relevan untuk kehidupan. Pertama, kesadaran akan bahaya dan pemimpin yang bertanggung jawab. Semut yang memimpin koloninya menunjukkan sifat kepemimpinan yang bertanggung jawab. Ia memperingatkan koloninya agar menghindari bahaya, meskipun tidak ada niat buruk dari pihak Nabi Sulaiman dan pasukannya. Ini adalah pelajaran tentang kehati-hatian dan tanggung jawab seorang pemimpin dalam melindungi rakyatnya.
Kedua, kerendahan hati Nabi Sulaiman. Meskipun beliau adalah seorang nabi dan raja yang luar biasa, Nabi Sulaiman tetap rendah hati dan bersyukur atas nikmat Allah. Ia tidak sombong atas kemampuannya, tetapi justru merenungkan kebesaran Allah dan memohon untuk tetap menjadi hamba-Nya yang saleh.
Ketiga, harmoni antara manusia dan alam. Interaksi antara Nabi Sulaiman dan semut adalah contoh bagaimana manusia seharusnya menjaga hubungan dengan alam. Dalam Islam, manusia diberi amanah sebagai khalifah di bumi, yang berarti memiliki tanggung jawab untuk melindungi semua makhluk ciptaan Allah.
Keajaiban ilmu pengetahuan dalam Alquran. Kisah ini mengundang refleksi tentang betapa banyak rahasia alam yang belum sepenuhnya dipahami manusia. Komunikasi semut yang kompleks, baru dipahami sebagian melalui ilmu pengetahuan modern, menunjukkan bahwa wahyu Alquran jauh melampaui zaman ketika diturunkan.
Kisah semut dalam surah Annaml bukan sekadar cerita mukjizat, tetapi juga penuh dengan pesan moral, ilmiah, dan spiritual. Para ulama melalui tafsir mereka memberikan wawasan beragam, dari makna harfiah hingga simbolik, yang semuanya memperkaya pemahaman kita tentang kisah ini.
Alquran mengajarkan bahwa setiap makhluk, sekecil apa pun, memiliki peran dan pesan yang dapat diambil hikmahnya. Semut dalam surah Annaml adalah pengingat bahwa keajaiban Allah tidak terbatas pada makhluk besar atau fenomena luar biasa, tetapi juga terdapat dalam makhluk kecil yang sering kita abaikan.
Semoga kita, seperti Nabi Sulaiman, dapat mengambil pelajaran dari kisah semut ini: untuk menjadi pemimpin yang adil, manusia yang bersyukur, dan khalifah yang menjaga harmoni dengan alam. Allahu a’lam.