Sebagai kitab suci, Al-Qur’an selalu bersinggungan dengan kehidupan umat Muslim di berbagai belahan dunia. Persinggungan itu mencakup berbagai aspek, baik dalam hal penafsiran, cara membaca, cara menulis, hingga cara menjaga adab terhadapnya. Saking kompleksnya, acap kali umat muslim menemukan sikap yang problematik saat berinteraksi dengan Al-Qur’an. Untuk menjawab problem tersebut, nampaknya kita perlu membaca buku Masail Al-Qur’an yang diterbitkan oleh pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Buku Masail Al-Qur’an merupakan kumpulan 250 pertanyaan dan jawaban seputar Al-Qur’an dan hal apapun yang berkaitan dengannya. Buku ini ditulis oleh santri Lirboyo bernama M. Fathu Lillah yang diterbitkan pada tahun 2017. Buku dengan tebal 234 halaman ini juga mendapatkan kata pengantar dari KH. Abdullah Kafabih Mahrus Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo & Rektor Institut Agama Islam Tribakti Kediri, serta Kiai Nur Salim Habibi Pengasuh PP Hidayatul Mubtadiin Gelumbang Sumatera Selatan.
Sebelum mengulas konten buku ini, nampaknya kita patut mengulas sedikit tentang Pondok Pesantren Lirboyo. Dalam catatan di alif.id dengan judul Lirboyo, Literasi dan Genealogi Intelektual Pesantren, Sholihun Kasim mengulas bagaimana peran aktif Lirboyo dalam menggerakkan literasi. Para alumni yang menjadi tokoh ternama pun turut lahir dari tradisi ini, di antaranya yaitu KH A Mustofa Bisri, KH Husein Muhammad hingga KH Said Aqil Siradj. Disebut juga bahwa akar tradisi literasi di Lirboyo telah dimulai oleh pendahulunya yakni KH Abdul Karim, KH MArzuqi Dahlan dan KH Mahrus Aly. Seiring berjalannya waktu, buku terbitan Lirboyo dan alumninya menjadi semarak di ranah publik, salah satunya Masail Al-Qur’an ini.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Ke Manakah Kita Mengarahkan Pandangan Mata saat Salat?
Konten buku Masail Al-Qur’an
Buku ini secara jumlah mencakup 250 problem yang terbagi ke dalam 10 bab utama. Bab pertama membahas tentang ta’awudz dan basmalah yang terdiri dari 16 persoalan. Bab kedua berkaitan dengan membaca Al-Qur’an dengan 94 persoalan. Bab ketiga berjudul membawa dan menyentuh Al-Qur’an dengan 33 persoalan. Bab keempat berkaitan menulis atau tulisan Al-Qur’an dengan 28 persoalan. Bab kelima tentang belajar mengajar Al-Qur’an dengan 29 persoalan. Bab keenam terkait hafal atau menghafal Al-Qur’an dengan 11 persoalan.
Selanjutnya bab ketujuh berjudul Khataman Al-Qur’an dengan 5 persoalan. Bab kedelapan mengenai tafsir Al-Qur’an dengan 4 persoalan. Bab kesembilan berkaitan dengan hadis keutamaan orang yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an dengan 5 persoalan. Bab terakhir atau kesepuuh lebih umum dengan judul lain-lain yang mencakup 34 persoalan.
Dari persebaran bab dan subbab tersebut, buku ini jelas merekam interaksi ideal umat muslim terhadap kitab sucinya. Tentu, keidealan ini merujuk pada praktek tradisi dan keilmuan yang mu’tabar serta berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, buku ini berefrensi pada kitab-kitab yang sering kali digunakan dalam bahtsul masa’il (diskusi membahas berbagai problem keagamaan) di pesantren. Di antaranya yaitu Ianatut Thalibin karya Sayyid Abi Bakr Syatha’, Kasyful Qina’ ala Matn al-Iqna’ karya Manshur bin Yunus Al-Hambali, Hasyiyah al-Baijury karya Ibn Qasim al-Ghazy Al-Baijury, Nihayah az-Zain fi irsyad al-Mubtadiin anggitan Syekh Nawawi Al-Bantani, Al-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an karya an-Nawawy, dan lain sebagainya.
Baca juga: Genealogi Kajian Tafsir di Kawasan Yaman: Masa Nabi dan Sahabat (1)
Model penyajian buku ini pun khas ala kompilasi hasil bahtsul masa’il di pesantren-pesantren salaf. Setiap persoalan diberi judul dengan huruf kapital yang tebal, kemudian bawahnya dicantumkan pertanyaan serta jawabannya. Jawaban yang disampaikan pun singkat sesuai pertanyaan dengan tambahan kutipan dari kitab yang dijadikan rujukan. Kutipan itu ditampilkan dengan bahasa Arab dan terjemahannya. Saya kira ini yang menjadi keunikan dari buku ini. Dengan konten yang singkat dan padat, pembaca dapat mengetahui secara cepat jawaban dari persoalan yang ada. Tentu, penyajian seperti ini tidak membahas secara rinci bagaimana langkah per langkah hingga mendapatkan jawaban tersebut.
Contoh penyajian buku Masail Al-Qur’an
Pada bab membaca Al-Qur’an terdapat subbab “Maksud membaca tartil dalam ayat wa rattilil qurana tartila”. Jawaban dari persoalan ini yaitu, maksudnya ialah memperjelas huruf-hurufnya serta bersungguh-sungguh dalam mengucapkannya.
أَيْ تَبْيِيْنُ حُرُوْفِهَا وَ الثَّانِيْ فِيْ أَدَائِهَا لِيَكُوْنَ اَدْعَى إِلَى فَهْمِ مَعَانِيْهَا
Disebut dalam keterangan bahwa ini kutipan ini merujuk pada kitab Fathul Baari karangan Ibnu hajar Al-Asqalani pada juz 9 halaman 89. Adapun terjemah dari kutipan tersebut yaitu memperjelas huruf-hurufnya dan bersungguh-sungguh dalam mengucapkannya supaya lebih bisa mendorong terhadap pemahaman makna-makna ayat yang sedang dibaca.
Di sini penulis buku tidak melakukan analisis terkait kutipan tersebut, seperti melakukan perbandingan dengan kitab lain atau analisis lainnya. Namun buku ini cukup menjadi solusi atas problem umat yang ada. Terlebih persoalan yang ditampilkan berdasarkan kejadian yang dekat dengan umat. Kita ambil contoh juga beberapa persoalan yang dijawab, seperti menulis undangan atau tas plastik yang terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, memakai pakaian yang bermotif ayat Al-Qur’an, dan orang berhadats menyentuh kaligrafi Al-Qur’an hiasan. Ini merupakan kasus-kasus yang sering kali kita temui di tengah masyarakat.
Demikian ulasan singkat terkait buku masail Al-Qur’an. semoga bermanfaat. Wallahu a’lam[]