BerandaKhazanah Al-QuranDialogMelacak Zulkarnain: Sebuah Interpretasi Historis (Bag. 4-Habis)

Melacak Zulkarnain: Sebuah Interpretasi Historis (Bag. 4-Habis)

Menyambung bagian satu, dua, dan tiga, artikel penutup kali ini akan membawa pembaca pada kesimpulan dari serial pembahasan Melacak Zulkarnain.

Koresh: AlKahfi & Yesaya

Allah Swt. berfirman:

إِنَّا مَكَّنَّا لَهُۥ فِى ٱلْأَرْضِ وَءَاتَيْنَٰهُ مِن كُلِّ شَىْءٍ سَبَبًا

Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya (Zulkarnain) di bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk meraih) segala sesuatu (Q.S. Alkahfi: 84).

Ulama tafsir, semisal Ibnu Katsir, mengurai makna sababan, bahwa di antara maknanya adalah ilmu, kekuatan,dan perlengkapan pendukung. “Allah memudahkan jalan bagi Zulkarnain untuk menaklukkan banyak daerah dan negeri, mengalahkan para musuh, menaklukkan para raja, serta merendahkan ahlu syirik. Sungguh dia telah diberi segala sesuatu sebagai jalan yang memudahkannya untuk melakukan semua itu,” jelas Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Sementara itu, Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di dalam Taysir Al-Karim berkata, “Dengan pasukannya, Zulkarnain mampu mengalahkan para musuh, hingga sampai ke belahan timur, barat, maupun segenap penjuru bumi.” Dapat disimpulkan bahwa Zulkarnain memiliki dan menguasai segala sesuatu yang diperlukan oleh para raja untuk menaklukkan kota-kota dan menundukkan para musuh seperti apa yang diuraikan Ibnu Katsir dan Al-Sa’di di atas.

Ada pula yang menafsirkan sababan sebagai penguasaan lingustik (تعليم الألسنة). Lumrah saja, sebab Zulkarnain bertemu dengan kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan (qauman la yakaduna la yafqohuna qaulan). Ini mengisyaratkan adanya hambatan bahasa antara keduanya.

Kemudian bandingkan dengan penggalan Yesaya 45: 1 dan 45: 3 tentang Koresh di bawah ini:

Beginilah firman Tuhan; “Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresh yang tangan kanannya Ku-pegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup. Aku akan memberikan kepadamu harta benda yang terpendam dan harta kekayaan yang tersembunyi, supaya engkau tahu, bahwa Akulah Tuhan, Allah Israel, yang memanggil engkau dengan namamu.

Di atas tersebut Koresh adalah raja yang diurapi, maknanya semisal dengan diberkati. Dalam ayat di atas pula disebut akan menundukkan bangsa-bangsa, dan tidaklah menaklukkan bangsa-bangsa kecuali dicapai dengan kekuatan; sarana dan prasarana.

Profil di atas membersamai Zulkarnain sebagai Hamba Allah yang diberi kekuasaan sebagaimana dalam surah Alkahfi ayat 84. Hampir seluruh ulama tafsir, termasuk Ibnu Katsir, mengatakan Zulkarnain diberi segala sesuatu, mulai dari persenjataan, tentara, peralatan, pengetahuan, dan sumber daya lainnya untuk mencapai hegemoni dan dominasi dari aspek militer dan selainnya. Dengannya, dia menundukkan bangsa-bangsa.

Baca juga: Kisah Zulkarnain dalam Alquran, Raja yang Saleh dan Bijaksana

Kemudian Allah Swt. berfirman:

ءَاتُونِى زُبَرَ ٱلْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ ٱلصَّدَفَيْنِ قَالَ ٱنفُخُوا۟ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَعَلَهُۥ نَارًا قَالَ ءَاتُونِىٓ أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا

“…Berilah aku potongan-potongan besi.” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua gunung itu, berkatalah Zulkarnain: “Tiuplah.” Hingga apabila besi itu sudah menjadi api, dia pun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu.” (Q.S. AlKahfi: 96).

Kemudian simak Yesaya 45: 2 tentang Koresh di bawah ini:

Aku sendiri hendak berjalan di depanmu dan hendak meratakan  gunung-gunung, hendak memecahkan pintu-pintu tembaga, dan hendak mematahkan palang-palang besi.

Disebut dengan gamblang dalam penggalan Yesaya di atas, Tuhan melalui Koresh akan meratakan gunung-gunung, memecahkan pintu tembaga, dan mematahkan palang-palang besi. Kita dapati sejumlah kata kunci yang beririsan dengan Q.S. Alkahfi ayat 96; palang-palang besi (al-hadid), meratakan gunung, tembaga (qiṭ’ran)

Kemudian Allah berfirman:

حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ ٱلشَّمْسِ

Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari (Q.S. Alkahfi: 86).

Dan firman-Nya:

حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ ٱلشَّمْسِ

Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (Q.S. Alkahfi: 90).

Kemudian bandingkan dengan Yesaya 45: 6 tentang Koresh:

Supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain.

Penyebutan terbitnya matahai dan sampai terbenamnya membersamai orientasi arah Zulkarnain di dalam Surah Alkahfi; sampai ke tempat terbenamnya matahari dan tempat terbitnya matahari. Selain itu, dalam Yesaya 45: 6 di atas disebutkan Koresh juga membawa misi dakwah dalam ekspedisinya; bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain. Jika membaca kisah Zulkarnain di dalam Alquran, di antara kesan yang didapat dari ekspedisinya adalah beliau tidak hanya melakukan ekspansi militer, tetapi juga berdakwah dan menerapkan hukum Allah. Hal ini tampak pada kisah itu sendiri.

Allah berfirman:

قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابًا نُّكْرًا

Berkata Zulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya.” (Q.S. Alkahfi: 87).

Kemudian Allah juga berfirman:

وَأَمَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا

Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan; dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami (Q.S. Alkahfi: 88).

Baca juga: Melacak Zulkarnain: Tafsir, Israiliyyat, dan Sejarah (Bag. 1)

Kesimpulan

Jika kita tengok makam Koresh di Pasargadae, tidak ada gambar dewa-dewi, rupa-rupa Marduk, ukiran, ornamen emas, atau patung Ahura Mazda. Sejarawan barat memandang, untuk raja sekelas Koresh, makam di Pasargadae itu tergolong sederhana. Konon Aleksander, pengagum Koresh melalui karyanya Xenophon, memerintahkan agar makan raja Achaemenid itu direstorasi meski para arkeolog tidak menemukan bekas-bekas perbaikan pada makam tersebut. Ini berarti, selama 2500 tahun, makam Koresh kemungkinan masih seperti di hari ia didirikan.

Di Pasargadae itu terdapat pahatan yang menggambarkan sosok Koresh mengenakan mahkota hemhem yang menyerupai “dua buah tanduk” di kepalanya. Karenanya, sejumlah penafsiran para ulama terdahulu bahwa dia digelari Zulkarnain karena memiliki “dua buah tanduk” mungkin karena memang sudah menemukan fakta di atas. Dalam gambar itu juga Koresh mengenakan empat sayap bernama keruvim yang dalam tradisi Yahudi merupakan sayap-sayap malaikat; dua elemen yang dapat kita temui dalam Alkitab Yahudi, kitab sucinya komunitas Yahudi di Madinah.

Dalam konteks siapakah yang paling mendekati sosok Zulkarnain antara Koresh dan Aleksander, Koresh Agung (Cyrus The Great) memiliki sejumlah karakteristik yang lebih kompatibel dengan profil Zulkarnain ketimbang Aleksander. Mempertimbangkan banyak sisi, baik itu dari persepsi kaum Yahudi terhadap Koresh, teks-teks Taurat, pandangan keagamaan Koresh, kualitas personal, luas wilayah, kebijakan politik dan diplomasi, orientasi ekspedisi dengan ciri-ciri perjalanan Zulkarnain dalam surah AlKahfi, hingga jejak-jejak peninggalan di Kaukasus, saya mengajukan dugaan bahwa Koresh mengungguli Aleksander.

Meski rangkaian artikel ini mengunggulkan Koresh, tidak tertutup kemungkinan di masa depan akan datang bukti-bukti baru, sehingga muncul pula kandidat-kandidat sosok Zulkarnain lainnya. Meyakini bahwa kisah Zulkarnain itu benar dari Allah dan disampaikan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi terakhir, Muhammad saw. adalah wajib. Ia bagian dari rukun Iman; mengimani Kitabullah. Adapun penafsiran historis mengenai kapan, siapa, di mana, dan bagaimana tidaklah termasuk ke dalam prinsip-prinsip agama. Uraian historis bisa benar bisa keliru.

Dalam sejarah, para ulama bersikap longgar. Meski demikian, adalah bagian dari etika keilmuan adalah dengan mencantumkan pandangan-pandangan dari para ulama terdahulu yang telah lebih dahulu menginvestasikan waktu hidup mereka untuk meneliti. Dalam sejumlah publikasi ilmiah, ia disebut dengan literatur review. Baru kemudian kita, sebagai pewaris mereka, dapat mengembangkannya, atau sekadar memberi anotasi, atau bahkan tidak menyetujui. Wallahu a’lam.

Baca juga: TGB: Turats Wajib Diapresiasi, Tapi Tak Boleh Dikultuskan

Wisnu Tanggap Prabowo
Wisnu Tanggap Prabowo
Dosen STEI Tazkia, Pengajar LBPP LIA Pajajaran, Trainer Pusdiklat Mahkamah Agung, dan Peneliti IHKAM
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU