BerandaUlumul QuranMemahami Definisi dan Pertanyaan-Pertanyaan Lain Soal Asbabun Nuzul

Memahami Definisi dan Pertanyaan-Pertanyaan Lain Soal Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul mungkin menjadi salah satu perbincangan menarik yang hampir selalu muncul saat ada fenomena-fenomena viral tertentu yang menyinggung dan membawa salah satu ayat al-Qur’an. Terkadang sebagian umat Islam yang belum teredukasi dan mengenal ulumul Qur’an, merasa penasaran sebenarnya apa sih Asbabun Nuzul dan apa sih fungsinya sehingga ditampilkan dalam perdebatan (seandainya terjadi perdebatan) serta dijadikan sebagai penguat argumentasi.

Nah, untuk itu artikel ini akan membahas beberapa pertanyaaan populer seputar Asbabun Nuzul disertai uraian jawabannya.

  1. Apa itu Asbabun Nuzul?

Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang mengiringi turunnya wahyu (al-Qur’an), di mana peristiwa atau kejadian ini dapat berupa pertanyaan ataupun memang murni peristiwa atau kejadian yang terjadi bersamaan dengan turunnya wahyu (baik sebelum maupun sesudah) maupun terjadi selama bentang waktu turunnya al-Qur’an yakni selama 23 tahun, dan wahyu atau ayat al-Qur’an tersebut secara kandungan berkaitan dengan peristiwa atau kejadian tertentu itu.

Baca Juga: Inilah Solusi Menyikapi Kontradiksi Riwayat Pada Asbabun Nuzul

Catatan yang harus digarisbawahi adalah bahwa Asbab Nuzul haruslah berupa riwayat yang valid (shahih). Adapun jika menggunakan argumentasi kesejarahan yang memuat informasi keadaan sosial dan antropologis di masyarakat Arab saat wahyu turun, maka harus berdasar pada data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

  1. Apakah Jika Tanpa Sebab, Wahyu tetap Turun?

Untuk menjawab pertanyaan ini maka harus benar-benar memahami definisi Asbabun Nuzul. Jadi pemahaman atas Asbabun Nuzul tidak boleh didasari oleh pemaknaannya secara bahasa, “sebab turun”. Melainkan harus berdasarkan pada makna istilah atau terminologinya.

Maka Asbab Nuzul bukan “sebab” turunnya wahyu, akan tetapi peristiwa atau kejadian yang mengiringi turunnya wahyu dan wahyu tersebut secara kandungannya memang memiliki keterkaitan dengan peristiwa atau kejadian tersebut. Tanpa adanya “sebab” sekalipun, wahyu akan tetap turun dan menjadi petunjuk kepada umat Islam melalui Nabi Muhammad.

Sederhananya lagi, al-Qur’an itu qadim (tidak diawali sesuatu/ sudah ada tanpa ada yang mengadakan), sedang asbab atau sebab itu hadits (baru/ ada karena ada yang mengadakan). Maka tidak mungkin sesuatu yang hadits bisa menjadi pengganjal sesuatu yang qadim.

  1. Mengapa penting mempelajari Asbabun Nuzul?

Asbabun Nuzul merupakan alat bantu dalam memahami isi kandungan al-Qur’an. Mufassir bahkan menetapkan bahwa Asbabun Nuzul merupakan kunci memahami maksud al-Qur’an.

Salah satu pendapat yang populer adalah pendapat al-Wahidi yang menyatakan:

لا يمكن معرفة تفسير الأية دون الوقوف على قصتها وبيان نزولها

La yumkinu ma’rifatu tafsiril ayah duna al-wuquf ‘ala qishshatiha wa bayani nuzuliha

“Tidak mungkin mengetahui penafsiran ayat tanpa bergantung atau mengetahui kisah-kisah (yang ada di baliknya) dan penjelasan turunnya (mengenai keadaan atau peristiwa yang terjadi saat wahyu turun)”.

Sebab dalam realitanya beberapa ayat tertentu yang apabila dipahami secara literal justru akan menjerumuskan pada kesalahpahaman. Contohnya:

Q.S. al-Maidah [5]: 53:

لَيْسَ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ جُنَاحٌ فِيْمَا طَعِمُوْٓا اِذَا مَا اتَّقَوْا وَّاٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَّاٰمَنُوْا ثُمَّ اتَّقَوْا وَّاَحْسَنُوْا ۗوَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ

Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan, apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Secara literal ayat ini tentu akan membawa pembacanya pada pemahaman bahwa selama masuk dalam kategori orang beriman (dalam hal ini umat Islam), maka makan apapun tidak ada larangan dan tidak berdosa. Padahal ayat ini jika ditinjau Asbabun Nuzulnya menjelaskan bahwa yang dimaksud orang beriman dan beramal shalih di dalam ayat adalah para sahabat yang wafat sebelum adanya larangan minum khamr. Maka bagi mereka yang belum mendapatkan ketentuan larangan, mereka tidak dikenai dosa atau sangsi dari Allah.

Demikianlah penjelasan secara singkat mengenai Asbabun Nuzul. Semoga bisa dipahami para pembaca sekalian. Wallahu A’lam.

Alif Jabal Kurdi
Alif Jabal Kurdi
Alumni Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Alumni PP LSQ Ar-Rohmah Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...