BerandaKhazanah Al-QuranMemakan Tulisan Al-Quran, Bolehkah?

Memakan Tulisan Al-Quran, Bolehkah?

Salah satu permasalahan yang dicantumkan Imam Az-Zarkasyi dalam Kitab Al-Burhan fi ‘Ulumul Qur’an adalah mengenai orang yang memakan tulisan Al-Quran. Memakan tulisan Al-Quran memiliki arti banyak. Bisa saja berarti menelan benda yang di dalamnya ada tulisan Al-Quran. Atau bisa saja berarti melebur tulisan Al-Quran menggunakan air, kemudian meminumnya. Arti terakhir ini biasa digunakan orang-orang yang mengetahui faedah tulisan Al-Quran untuk kesembuhan tubuh.

Permasalahan memakan tulisan Al-Quran adalah salah satu permasalahan menyangkut tulisan Al-Quran yang penting untuk diketahui. Permasalahan ini tidak hanya dibahas dalam kitab fikih, melainkan juga dicantumkan dalam Al-Burhan; salah satu kitab ilmu-ilmu Al-Quran yang cukup diperhitungkan dalam kajian tafsir Al-Quran. Dalam Al-Burhan, permasalahan ini dikaitkan dengan sebuah kisah salah seorang ulama, yang tiba-tiba dapat mengetahui banyak hal usai menelan kertas yang bertuliskan basmallah (Al-Burhan/1/475).

Bermacam Praktek dan Hukum Memakan Tulisan Al-Quran

Para ulama  membedakan praktek memakan tulisan Al-Quran dalam tiga bentuk:

Pertama, menelan kertas yang bertuliskan Al-Quran. Hal ini berarti menelan kertas tersebut tanpa terlebih dahulu mengunyahnya. Praktek seperti ini haram untuk dilakukan. Sebab mengakibatkan kertas bertuliskan Al-Quran tersebut terkena najis. Karena dengan masuknya kertas tersebut ke perut, tentu akan bertemu kotoran-kotoran yang ada di perut.

Keharaman menelan kertas bertuliskan Al-Quran, memiliki kemiripan dengan hukum membiarkan Al-Quran jatuh berserakan sehingga terkena najis atau terinjak-injak. Hal ini termasuk dari tindakan menghina Al-Quran. Hukum haram menelan kertas bertuliskan Al-Quran ini disampaikan diantaranya oleh Imam Ibn Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Hadisiyah dan Tuhfatul Muhtaj (Al-Fatawa Al-Hadisiyah/551).

Baca juga: Inilah Kelebihan dan Kekurangan Belajar Al-Quran Melalui Tulisan Latin

Kedua, memakan makanan yang ada tulisan Al-Quran padanya. Hal ini berarti mengunyah makanan tersebut sebelum kemudian menelannya. Praktek seperti ini boleh dilakukan dengan dasar, tidak sampai membuat tulisan Al-Quran terkena najis. Sebab dengan adanya proses mengunyah, tentu tulisan Al-Quran tersebut kemudian hancur sebelum sampai ke perut.

Ulama yang menyatakan bolehnya memakan makanan yang ada tulisan Al-Quran padanya diantaranya adalah Imam Qadhi Husain, Imam Ar-Rafi’i dan Ibn Hajar Al-Haitami (Al-Fatawa Al-Hadisiyah/551). Hanya saja, menurut Imam Al-Bujairimi, hukumnya makruh menuliskan Al-Quran pada makanan (Hasyiyah Al-Bujairi ‘Alal Khatib/3/311).

Ketiga, menuliskan Al-Quran pada sebuah wadah lalu meleburnya dengan air dan meminum air tersebut. Sama dengan praktek kedua, mengkonsumsi tulisan Al-Quran dengan praktek ketiga ini hukumnya juga boleh. Sebab tidak sampai membuat tulisan Al-Quran terkena najis yang ada di dalam perut (Al-Burhan/1/475).

Sedang hukum menuliskan Al-Quran dengan praktek ketiga di atas, juga diperbolehkan. Tidak seperti menuliskan Al-Quran pada makanan yang hukumnya makruh. Imam Khatib Asy-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj menyatakan, boleh-boleh saja menuliskan Al-Quran pada sebuah wadah lalu meleburnya dengan air dan meminumnya, untuk tujuan memperoleh kesembuhan (Mughnil Muhtaj/1/167).

Dasar Hukum

Apa yang membuat dampak hukum mengkonsumsi Al-Quran dengan tiga praktek di atas, berbeda-beda? Yang membuat dampak hukum dari tiga praktek di atas berbeda-beda adalah, adanya kemungkinan terjadinya tulisan Al-Quran terkena najis pada praktek pertama. Berbeda dalam praktek kedua dan ketiga. Sebab dalam praktek kedua dan ketiga, tulisan Al-Quran sudah terlebih dahulu hancur sebelum masuk ke perut.

Dan salah satu konsekuensi dari dasar hukum di atas adalah, apabila semisal ada yang menuliskan Al-Quran pada sebuah kertas, kemudian mengunyahnya terlebih dahulu sehingga tulisannnya hancur sebelum masuk perut, maka hal itu tentu saja diperbolehkan. Selain itu Imam Bujairimi menyatakan, boleh menelan kertas bertuliskan Al-Quran tanpa mengunyahnya terlebih dahulu, kalau memang ada seorang terpercaya yang menyatakan semisal penyakit yang ia derita tidak akan sembuh tanpa melakukan hal itu.

Baca juga: Inilah Karakteristik dan Keunikan Tulisan Mushaf Al-Quran

Mengenai kisah tentang seorang ulama yang menelan kertas bertuliskan basmallah, kemudian seperti memperoleh berkah dari menelan kertas tersebut, nama ulama tersebut adalah Manshur ibn ‘Ammar. Imam Zarkasyi mengkisahkan, Manshur ibn ‘Ammar menemukan secarik kertas bertulis basmallah di jalanan. Ia tidak menemukan tempat yang tepat untuk meletakkan kertas tersebut agar kemudian tidak terinjak. Ia lalu memakannya. Ia kemudian bermimpi seseorang berkata padanya, bahwa Allah memberinya keterbukaan hati sebab tindakannya memuliakan kertas tersebut (Al-Burhan/1/475).

Tidak ada keterangan yang jelas dalam kisah di atas, apakah Manshur ibn ‘Ammar menelannya langsung atau mengunyahnya terlebih dahulu. Sehingga mungkin saja ia mengunyahnya terlebih dahulu untuk menghindari hukum haram. Wallahu A’lam

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...