Dalam kahidupan umat Islam, sangat banyak ditemukan berbagai bentuk resepsi Al-Qur’an, baik dilakukan perkelompok maupun secara individu. Bentuk resepsi tersebut direkam pada kajian Abdullah Saeed dalam bukunya, the Qur’an: an Introduction (2008). Sekalipun hanya berkisar pada resepsi membaca Al-Qur’an (dengan melihat mushaf atau hafalan), tetapi di dalamnya melibatkan berbagai aspek sosial yang kemudian menjadikannya sebagai tradisi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Abdullah Saeed bahwa semua bentuk praktik tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada Al-Qur’an sebagai Kalamullah, dan karenanya disebut sebagai Kitab yang sakral. Dengan paparannya ini, kajian Abdullah Saeed ini menarik dibahas dalam kaitannya dengan diskursus Studi Al-Qur’an terkait interaksi umat Islam dengan Al-Qur’an, atau dikenal sebagai kajian Resepsi-Living Qur’an.
Tradisi Membaca Al-Qur’an
Abdullah Saeed mengatakan bahwa umat Islam membaca, setidaknya, satu surah setiap melaksanakan shalat lima waktu. Bacaan Al-Qur’an lainnya dalam shalat biasanya berupa beberapa ayat, surah pendek, atau terkadang surah panjang untuk waktu-waktu tertentu.
Membaca Al-Qur’an yang diyakini sebagai bagian/bentuk ibadah telah berlangsung sejak lama, dan membentuk sebuah tradisi dalam sejarah yang sudah sangat panjang. Letak ibadahnya tidak hanya karena saat shalat, tetapi dengan sendirinya adalah ibadah. Ini diyakini berdasarkan dalil-dalil, misalnya, dalam QS. Al-Isra’: 106, QS. Al-Muzzammil: 20, serta hadis yang memerintahkan “Percantiklah Al-Qur’an dengan suaramu”.
Baca Juga: Tafsir Ahkam : Apakah Boleh Membaca Al-Qur’an dengan Dilanggamkan Atau Dilagukan?
Dalam sejarah, tradisi membaca Al-Qur’an telah ditemukan sejak awal Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri senantiasa membaca seluruh Al-Qur’an setidaknya sekali dalam setahun, terutama selama bulan Ramadhan. Tradisi ini terus berlanjut dari era sahabat, tabi’in hingga sekarang. Dengan kata lain, Ramadhan menjadi waktu tradisi membaca seluruh Al-Qur’an. Pada bulan ini, Al-Qur’an senantiasa dikhatamkan oleh ribuan kelompok dan individu di berbagai belahan dunia.
Selanjutnya, Abdullah Saeed mengatakan bahwa di berbagai komunitas Muslim, orang-orang sering membaca Al-Qur’an sebagai bagian praktik keagamaan pribadi mereka. Banyak juga anak kecil yang telah membaca dan menghafal Al-Qur’an sejak usia dini. Terdapat tradisi berupa perayaan bagi mereka, biasanya untuk anak kecil, yang mengkhatamkan Al-Qur’an. Perayaan ini umum ditemui, baik skala keluarga, sekolah, maupun skala masyarakat secara umum.
Di sisi lain, orang-orang yang menghafal Al-Qur’an, disebut hafiz, kerapkali mendapat hak istimewa di negaranya, mengenai pendidikan misalnya. Di beberapa Negara, menghafal Al-Qur’an menjadi standar dalam pendidikan Islam, yang menjadi kurikulum di berbagai sekolah. Bahkan, menghafal Al-Qur’an kerap dijadikan syarat masuk ke dalam jurusan studi Islam di perguruan tinggi.
Pembacaan Al-Qur’an juga banyak ditemui dalam ajang perlombaan, seperti lomba tartil, tilawah, dan hafidz Al-Qur’an. Ini dilakukan dari tingkat paling bawah (kelompok kecil), hingga tingkat internasional. Dan ini tentu saja mengandalkan suara-suara yang indah dari para pembaca Al-Qur’an (qari).
Beberapa Ayat yang Sering Dibaca
Sebagai teks (kitab) yang sering dibaca, ada beberapa ayat atau surah dalam Al-Qur’an yang secara khusus dibaca paling sering dan pada kegiataan dan moment tertentu. Misalnya, surah Al-Fatihah (surah pembuka Al-Qur’an) sering dibacakan untuk membuka pengajian, rapat, kelas, ataupun pertemuan lainnya. Di akhir pertemuan, biasanya surah Al-Ashr (surah Demi Masa) menjadi pilihan untuk dijadikan do’a sekaligus refleksi singkat.
Dalam sebuah acara pernikahan, orang-orang biasanya mengutip surah Al-Rum: 21. Ini diyakini sebagai ayat yang menjadikan pernikahan sebagai bagian dari tanda kekuasaan Allah SWT; “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah bahwa Dia menciptakan pasangan dari jenis kamu sendiri, agar kamu merasa tentram kepadanya…”
Ketika ada orang yang sedang mengalami sakaratul maut, atau setelah ia meninggal, biasanya keluarganya atau orang-orang dekatnya berkumpul dan membaca bersama Al-Qur’an, biasanya yang dibaca adalah surah Yasin, yang sering disebut sebagai ‘Jantung Al-Qur’an’. Ini diyakini dapat memudahkan penderitaan seseorang, dan menggambarkan tentang penciptaan dan kematian.
Di sisi lain, ada surah atau ayat Al-Qur’an yang digunakan sebagai pelindung, sebagai jimat. Misalnya, ada yang mempercayai bahwa surah Al-Falaq dan surah Al-Nas, ayat Kursi dalam surah Al-Baqarah diyakini mengandung kekuatan perlindungan yang dapat menangkal kejahatan. Selain membacanya ketika dalam keadaan ‘bahaya’, surah dan ayat tersebut juga ditulis kemudian ditempelkan di dinding.
Adab Ketika Membaca Al-Qur’an
Karena yang dibaca adalah Al-Qur’an, Kalam Tuhan, sehingga ada adab yang biasanya berlaku bagi umat Islam ketika, di antaranya, hendak dan dalam membaca Al-Qur’an. Menurut Al-Qurtubi, dalam kutipan Abdullah Saeed, ketika hendak membaca Al-Qur’an, seseorang mesti menyikat gigi dengan siwak dan membilas mulut dengan air, sehingga mulu akan segar sebelum membaca.
Kemudian membaca Al-Qur’an dengan duduk tegak, berdandan seakan-akan hendak mengunjungi seorang pangeran, dan Al-Qur’an ditempatkan di pangkuan atau di atas landasan. Berada di tempat yang tenang sehingga tidak terganggu, menghadap Mekkah. Dan ketika memulai bacaan, orang harus meminta perlindungan kepada Tuhan dari godaan setan (ta’awudz).
Baca Juga: Membaca Ayat-Ayat Antropomorfisme: Tafsir Tajsim Muqatil Ibn Sulaiman
Al-Qurtubi juga menyarankan agar membaca Al-Qur’an secara keseluruhan, bukan beberapa ayat dan secara acak. Membaca Al-Qur’an dengan konsentrasi, dan mengucapkan setiap huruf dengan jelas. Setelah membacanya, Al-Qur’an disimpan atau dikembalikan di tempat yang tinggi, sebagai tanda rasa hormat (adab) kepada Al-Qur’an.
Sampai di sini, paparan di atas menunjukkan bahwa kegiatan membaca Al-Qur’an yang selama ini ditemui dalam kehidupan, baik yang kita lakukan sendiri maupun yang disaksikan dari orang lain, merupakan sebuah fenomena yang unik untuk dijabarkan dan dikaji. Beberapa dalam fenomena tersebut mengandung makna yang dalam, dan kontruksi sosial. Dengan kata lain, fenomena membaca Al-Qur’an bukan hanya tentang beribadah, tetapi pemaknaan ibadah itu sendiri ke dalam kehidupan sehari-hari. [] Wallahu A’lam.