Keterampilan sosial merupakan hal yang urgen dalam Islam. Hal ini terlihat dari banyaknya dalil Alquran maupun hadis serta ibadah yang sangat menekankan aspek sosial. Menurut Nasaruddin Umar dalam bukunya Islam Nusantara: Jalan Panjang Moderasi Beragama di Indonesia (hal. 4) ada sekitar 23,35% (1.456) ayat yang menerangkan tentang aspek sosial dalam Alquran. Selain itu, perilaku Nabi Muhammad Saw. yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan juga menjadi bukti lain bagaimana Islam sangat menempatkan hal-hal sosial pada posisi yang tinggi. Bahkan, menurut Syafe’i dalam Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam (hal. 162), keterampilan sosial menjadi salah satu dari tujuan pendidikan Islam. Tuntutan agama tersebut nampaknya bertolak belakang dengan keadaan di masa sekarang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan Tianingrum dalam Borneo Student Research (hal. 2213) terhadap 337 responden pada usia SMP terdapat 85% anak yang mengalami perilaku penyimpangan sosial. Angka ini tentu sangat memprihatinkan. Keadaan ini semakin diperparah ketika Indonesia dihadapkan dengan pembelajaran daring yang membuat semakin minimnya interaksi antar siswa yang berakibat pada menurunnya kemampuan sosial mereka (Kusuma dan Sutapa dalam Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini/hal. 1635).
Lalu, bagaimana pesan yang terkandung Alquran dalam rangka membangun keterampilan sosial anak mengingat perihal sosial sangat diutamakan dalam Islam? Artikel ini menjelaskan tiga poin penting dalam Alquran untuk membangun keterampilan sosial anak.
Saling Mengenal Satu Sama Lain
Hal yang pertama yang dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkan perilaku sosial anak adalah mengenalkan ia kepada orang lain. Jika masih dalam lingkungan keluarga, maka ia harus kenal siapa orang tuanya dan siapa saudara-saudaranya. Aktifitas perkenalan yang dilakukan tentu akan merangsang berbagai kegiatan lain sebagai bentuk konsekuensi atas perkenalan tersebut (Nadirysah Hosen dalam Tafsir Al-Quran di Medsos/hal. 195). Jika Ia kenal dengan orang tua, maka ia punya kewajiban untuk membantu dan hormat kepada orang tuanya. Allah Swt. berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (Q.S. Al Hujurat [49]: 13)
Baca Juga: Rahasia Penggandengan Lafaz Salat dan Zakat dalam Alquran
Lafaz لِتَعَارَفُوْا (lita’arafu) pada ayat ini menurut Imam Mujahid dalam Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir (3/hal. 367) karya Syekh Ali Shobuni bermakna saling mengenal bahwa si Fulan dari suku fulan. Jika seorang anak sudah mengenal siapa anggota keluarganya dalam lingkup kecil, maka diharapkan ketika ia sudah terjun ke dunia pertemanan, ia juga dituntut untuk saling kenal dengan teman-temannya. Terlebih lagi jika ia tahu bahwa temannya berasal dari suatu suku, maka akan muncul rasa menghormati pada dirinya. Penghormatan inilah yang diharapkan menjadi sikap yang harus dilatih sejak dini melalui kegiatan saling mengenal yang telah disyariatkan oleh Alquran.
Ibadah Salat
Ibadah salat memang sejatinya merupakan ibadah vertikal yang menekankan aspek personal seorang hamba. Namun jika ditelaah lebih lanjut, menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah menyatakan bahwa ibadah salat juga mengandung nilai-nilai sosial. Mendidik anak melalui ibadah salat juga dilakukan oleh Luqman Al Hakim kepada anaknya yang termaktub dalam firman Allah Swt. sebagai berikut:
يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegah lah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (Q.S. Luqman [31]: 17)
Menurut Mustafa Al Maraghi dalam kitabnya Tafsir Al Maraghi menyatakan bahwa perintah salat dalam ayat tersebut merupakan ibadah yang melambangkan bukti ketaatan seorang hamba kepada Tuhan-Nya. Salat juga merupakan ibadah utama dalam rangka mencegah pelakunya dari perbuatan keji. Pencegahan dari perbuatan keji inilah yang nantinya menjadi buah dari manfaat pendidikan sosial yang terkandung dalam ibadah salat.
Secara lebih terperinci, dalam buku Energi Salat: Gali Makna, Genggam Ketenangan Jiwa (hal. 83-98) karya Rahman dan Murtadha Muthahhari menyebut ada 8 nilai pendidikan dalam salat, dua di antaranya terkait dengan nilai sosial, yakni pendidikan menunaikan hak orang lain dan pendidikan persatuan. Pendidikan menunaikan hak orang lain bermakna bahwa ibadah salat tentu tidak akan diterima jika masih menggunakan barang orang lain dari hasil curian (Ibnu Daqiq Al ‘Ied dalam Syarh Arba’in Imam Nawawi). Adapun salat sebagai pendidikan persatuan terlihat melalui satu arah kiblat yang dihadap oleh umat Islam. Hal ini tentu untuk menanamkan rasa kebersamaan, kekompakan dan satu tujuan di tubuh umat Islam.
Pendidikan menunaikan hak orang lain dan persatuan inilah yang diharapkan menjadi materi pembelajaran tersendiri bagi anak. Terlebih lagi nilai sosial ini dapat terasa jika anak sudah mampu melaksanakan ibadah salat secara berjamaah di masjid. Itulah mengapa pembahasan tentang ibadah salat dimasukan pada poin kedua setelah anak saling mengenal dalam lingkup yang lebih kecil.
Membantu Orang yang Membutuhkan
Salah satu perilaku sosial yang perlu dibangun dalam diri seorang anak adalah saling membantu. Tentu perilaku ini merupakan hasil dari kegiatan saling mengenal dan nilai pendidikan dari ibadah salat di atas. Implementasi dari dua pendidikan di atas akan dilakukan melalui perilaku saling membantu. Mengenai perilaku ini, Allah Swt. berfirman:
…وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ…. ۖ
“… Dan tolong-menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…” (Q.S. Al Maidah [5]: 2)
Baca Juga: Asmaulhusna dan Keutamaan bagi yang Menghafalnya
Dalam ayat ini terlihat jelas bahwa perintah tolong menolong yang boleh dilakukan anak hanyalah dalam hal-hal baik. Menurut Imam Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi menyatakan bahwa di antara bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan takwa adalah pertolongan orang kaya terhadap orang fakir dan saling bahu membahu. Perilaku seperti inilah yang dapat diterapkan pada diri anak agar ia mampu memiliki kepekaan sosial. Misalnya dengan cara memberi makan kepada fakir miskin dan membantu temannya yang kesusahan melakukan sesuatu.
Semoga dengan hadirnya tulisan ini dapat menjadi referensi bagaimana besarnya perhatian Alquran terhadap nilai-nilai sosial sekaligus menjadi referensi bagi orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi pribadi muslim yang akrab dengan kegiatan sosial. Amin ya rabbal ‘alamin.