Di era digital, circle pertemanan atau atau lingkaran pergaulan tidak hanya terbentuk di dunia nyata, tetapi juga di media sosial. Grup WhatsApp, TikTok, komunitas Telegram, forum diskusi, hingga interaksi di Instagram atau X (Twitter) sering kali menjadi bagian dari lingkungan sosial kita. Tanpa disadari, circle digital ini dapat membentuk cara berpikir, kebiasaan, bahkan nilai-nilai yang kita anut.
Berdasarkan laporan Digital 2023 oleh We Are Social, rata-rata pengguna media sosial di Indonesia menghabiskan 3 jam 17 menit per hari untuk berselancar di platform digital (pewresearch.org). Fenomena ini tidak hanya memengaruhi pola komunikasi, tetapi juga membentuk circle (lingkaran pergaulan) baru di era digital. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 60% remaja merasa tertekan karena berusaha terlihat ‘sempurna’ di media sosial (jawapos.com). Hal ini memunculkan pertanyaan: bagaimana Islam mengajarkan kita memilih dan menjaga lingkungan pergaulan di tengah gempuran budaya digital?
Menemukan Circle yang Positif
Allah Swt. berfirman dalam Q.S. Al-Kahfi: 28:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.”
Menurut Imam At-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an (juz 15/hlm. 238), ayat ini turun sebagai respons atas permintaan para pembesar Quraisy kepada Nabi Muhammad saw. Mereka meminta beliau menjauhi sahabat-sahabatnya yang berasal dari kalangan fakir dan lemah seperti Bilal, Ammar, dan Ibnu Mas’ud. Nabi disuruh untuk lebih memilih bergaul dengan para elit Quraisy. Namun, Allah menegur sikap ini dan memerintahkan Nabi untuk tetap setia pada orang-orang yang istikamah dalam berzikir, sekalipun mereka dianggap “tidak populer” oleh masyarakat.
Baca juga: Tafaqquh fi Digital dan Pedoman Bermedia Sosial dalam Alquran
Ibnu Katsir dalam Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm (juz 5/hlm. 137) menjelaskan bahwa ayat ini menjelaskan akan prinsip kualitas spiritual di atas status sosial. Keutamaan seseorang tidak diukur dari kekayaan atau pengaruh, melainkan dari ketakwaan dan konsistensinya dalam beribadah. Ayat ini juga mengingatkan agar kita tidak terjebak pada lingkaran pergaulan yang mengabaikan nilai-nilai ilahiah demi mengejar kesenangan duniawi.
Pelajaran dari Ayat dalam Memilih Circle Digital
Di era media sosial, circle tidak lagi terbatas pada interaksi fisik. Grup WhatsApp, followers Instagram, atau komunitas TikTok bisa menjadi “lingkaran pergaulan” baru. Namun, algoritma platform seringkali mendorong konten yang glamor, provokatif, atau tidak bermoral, sehingga membentuk lingkungan yang berpotensi merusak iman. Tiga prinsip memilih circle digital:
- Prioritaskan Konten yang Mengingatkan pada Allah
Sebagaimana Nabi diperintahkan untuk tetap bersama orang-orang yang berzikir pagi dan petang, kita pun harus selektif memilih akun atau grup yang menyebarkan ilmu, motivasi ibadah, atau kisah inspiratif. Hindari akun yang hanya memamerkan gaya hidup hedonis atau memicu rasa iri (FOMO). - Jauhi Lingkungan yang Lalai dari Dzikrullah
Algoritma media sosial bisa membawa kita ke “echo chamber” yang hanya menampilkan konten sesuai hawa nafsu. Jika suatu akun/grup terus mempromosikan maksiat, ghibah, atau hoaks, hendaknya kita bertindak seperti perintah Allah: “Jangan patuhi orang yang hatinya lalai”. Mute atau unfollow demi menjaga hati. - Jangan Terpesona pada “Popularitas Semu”
Kisah permintaan Quraisy kepada Nabi untuk meninggalkan sahabat fakir mencerminkan kecenderungan manusia mengejar status sosial. Di media sosial, hal ini terlihat dari obsesi pada jumlah followers atau likes. Padahal, nilai seseorang—seperti dijelaskan Ibnu Katsir—terletak pada ketakwaannya, bukan pada popularitas.
Digital Detox: Kembali ke Circle yang Hakiki
Allah Swt. mengingatkan dalam Q.S. Al-‘Asr: 1-3 bahwa manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Dalam konteks dunia digital, ayat ini dapat menjadi pengingat untuk mengevaluasi bagaimana interaksi kita di media sosial:
- Apakah circle digital kita membawa manfaat dan mendekatkan diri kepada Allah?
- Apakah waktu yang dihabiskan di media sosial sebanding dengan manfaat yang diperoleh?
Sebagai bentuk refleksi, beberapa langkah sederhana bisa dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara dunia digital dan spiritual; Pertama, mengatur screen time agar waktu yang dihabiskan di media sosial tetap terkendali. Kedua, bergabung dalam challenge Qur’an harian bersama komunitas kajian online. Ketiga, mengurangi scrolling berlebihan dengan menggantinya membaca buku atau menghadiri majelis ilmu.
Dampak Circle Pertemanan pada Kehidupan
Banyak orang mengalami perubahan besar dalam hidupnya karena circle yang mereka pilih. Dalam dunia modern, circle tidak hanya terbatas pada teman fisik, tetapi juga teman di media sosial dan komunitas digital. Jika seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang produktif, berilmu, dan berakhlak baik, maka besar kemungkinan ia akan ikut berkembang dalam aspek yang sama. Sebaliknya, jika circle hanya dipenuhi dengan obrolan negatif, kebiasaan bermalas-malasan, atau bahkan menjauhkan diri dari nilai-nilai agama, maka seseorang bisa kehilangan arah dalam hidupnya.
Baca juga: Dimensi Manusia dalam Alquran: Biologis, Psikologis, dan Sosial
Ini sebagaimana yang telah diperingatkan Nabi saw. dalam hadisnya: “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin memberimu minyak wangi, atau kamu bisa membeli darinya, atau setidaknya kamu bisa mencium aroma wanginya. Sedangkan pandai besi bisa membakar pakaianmu, atau setidaknya kamu akan mencium bau yang tidak sedap.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Penutup
Alhasil, lingkungan pergaulan adalah cermin diri. Di era digital, kita mungkin memiliki ratusan teman virtual, tetapi hanya circle yang mengingatkan pada Allah yang akan membawa ketenangan. Sebagaimana pesan Al-Kahfi ayat 28, pertemanan sejati bukan terletak pada popularitas atau kemewahan duniawi, tetapi pada kedekatan dengan Sang Pencipta dan kualitas hubungan dengan orang-orang yang senantiasa menyeru pada kebaikan. Wallahu a’lam bish-shawab.