Siapa yang tak mengenal Andalusia? Sebuah negeri yang terletak di bagian selatan benua Eropa, tempat lahirnya para matador yang gagah perkasa, juga ribuan pesepakbola handal.
Sepanjang umat Islam menancapkan dominasinya di sana, mereka pernah mencatatkan sebuah kemajuan yang begitu fenomenal, mulai dari bidang politik, seni dan arsitektur, hingga tradisi intelektual. Tercatat ada tiga pemerintahan besar Islam yang pernah berkuasa di Andalusia, yakni Daulah Umawiyah (138-422 H), Daulah Murabitin (448-541 H) dan Daulah Muwahhidun (542-663 H).
Kala itu, Andalusia terkenal dengan tradisi keilmuan yang luar biasa, khususnya pada masa pemerintahan Umawiyah. Kolaborasi yang ciamik antara semangat belajar yang tinggi dari umat Islam dengan kebijakan pemerintah yang sangat suportif berhasil melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim handal di hampir semua bidang, termasuk di bidang tafsir.
Perkembangan Tafsir Alquran di Andalusia
Meski Andalusia terletak cukup jauh dari jazirah Arab, tradisi penafsiran Alquran tetap berkembang cukup pesat, tak heran jika lahir banyak mufassir besar di sana. Nama-nama seperti Abu Muhammad ibn ‘Atiyyah (w. 541 H) yang mengarang kitab al-Muharrar al-Wajīz fī Tafsīr al-Kitāb al-‘Azīz, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi (w. 671 H) yang mengarang kitab al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān, hingga Abu Hayyan al-Andalusi (w. 745 H) yang mengarang kitab al-Bahr al-Muhīt.
Menurut Mustafa Ibrahim al-Masyini, perkembangan tafsir di Andalusia dimulai dari abad ke-3 hingga abad ke-6 hijriah, meski sempat mengalami stagnasi perkembangan pada abad ke-5 hijriah (Madrasat al-Tafsīr fi al-Andalusi, h. 82)
Selama rentang waktu tersebut, lahir puluhan mufassir dengan karyanya masing-masing. Bahkan, menurut Ghozi Mubarok dalam tulisannya Tradisi Tafsir Alquran di Andalusia: Telaah Historis atas Tokoh, Karya dan Karakteristik, terdapat sekitar 145 mufassir. Jumlah tersebut didapatkan oleh Ghozi setelah melakukan penelusuran terhadap daftar nama-nama mufassir yang terdapat dalam kitab Mu’jam al-Mufassirin min Sadr al-Islām hatta al-‘Asr al-Hādir.
Menurut Fahd bin ‘Abd al-Rahman bin Sulaiman al-Rumi, seorang mufassir dapat dikategorikan sebagai mufassir Andalusia jika memenuhi tiga kriteria; lahir di Andalusia, dibesarkan di Andalusia, serta mengenyam pendidikan dan mengawali karirnya di Andalusia (Manhaj al-Madrasat al-Andalusiyah fi al-Tafsīr Sifātuh wa Khasāisuh, h. 8). Tiga kriteria tersebut menunjukkan bahwa menurut al-Rumi, yang disebut mufassir Andalusia adalah mereka yang merupakan produk kelahiran dan binaan dalam negeri, bukan “naturalisasi”.
Baca juga: Ibnu Al-Arabi atau Ibnu Arabi? Inilah Dua Mufasir dari Andalusia
Sosok Baqi ibn Makhlad
Melihat begitu pesatnya perkembangan tafsir Alquran yang terjadi, menarik untuk mengetahui siapa pelopor atau mufassir pertama di Andalusia. Mufassir itu adalah Abu Abd al-Rahman Baqi ibn Makhlad al-Andalusi.
Beliau dilahirkan pada tahun 201 Hijriah. Ketika masih di Andalusia, dia berguru kepada Yahya bin Yahya al-Laitsi (w. 234). Setelah itu, dia melakukan rihlah ilmiah, jauh meninggalkan Andalusia dan mengunjungi berbagai negeri untuk berguru kepada para ulama.
Imam Al-Suyuti (w. 911 H) mencatat nama-nama yang menjadi guru Baqi ibn Makhlad, di antaranya adalah Ibrahim ibn Mundzir al-Hizami (w. 236 H) dan Abu Mus’ab al-Zuhri (w. 242 H) di Hijaz; Yahya ibn Bukair (w. 231 H) dan Abu Tahir ibn Sarj (w. 250 H) di Mesir; Hisyam ibn ‘Ammar (w. 245 H) di Damaskus; Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) di Baghdad; serta Yahya ibn ‘Abd al-Humaid al-Himmani (w. 228 H) dan Abu Bakar ibn Abi Syaybah (w. 235) di Kufah (Tabaqāt al-Mufassirīn, h 40).
Al-Suyuti juga menyebutkan bahwa jumlah total guru Baqi ibn Makhlad sekitar 284 orang. Seusai rihlah panjang yang dilakukannya tersebut, dia pulang kampung ke Andalusia dan wafat di sana pada tahun 276 Hijriah.
Selama hidupnya, Baqi ibn Makhlad mengarang berbagai macam kitab. Hanya saja, bentuk fisik karya-karya beliau belum berhasil ditemukan sehingga sulit untuk melacak berbagai pemikirannya, khususnya di bidang tafsir, padahal semasa hidupnya karya-karya tersebut tersebar luas dan masyhur di kalangan masyarakat kala itu. Dari sekian banyak karya, yang terbesar adalah di bidang tafsir Alquran dan kitab Musnad.
Kehebatan ulama satu ini menuai berbagai apresiasi, misalnya dalam kitab Jadzwat al-Muqtabis fī Tārīkh al-‘Ulamā` al-Andalusi karya Al-Humaidi (w. 488 H) pada halaman 251 disebutkan; ”Abu Muhammad ‘Ali ibn Ahmad berkata: ‘Di antara karya-karya Abu ‘Abd al-Rahman Baqi ibn Makhlad adalah kitabnya di bidang tafsir Alquran. Aku memastikan bahwa belum terdapat satu pun ulama yang menyusun kitab yang kualitasnya setara dengannya, termasuk Ibn Jarir (al-Tabari). Dalam bidang hadis, dia menyusun kitab yang isinya diurutkan berdasarkan nama-nama sahabat dan meriwayatkan lebih dari 300 sahabat.”
Meski tidak banyak informasi tentang Baqi ibn Makhlad yang dapat dilacak, namun dari biografi yang singkat tersebut kita dapat mengambil pelajaran dari beliau, utamanya dari kegigihannya dalam mengembara menuntut ilmu. Dia merasa tidak cukup hanya berguru kepada sedikit orang. Selain itu, kejayaan Islam di Andalusia juga merupakan bukti bahwa kemajuan suatu negeri sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi keinginan warganya untuk belajar dan seberapa komitmen pengampu kebijakan dalam mendukung aktivitas keilmuan yang ada di negerinya. Wallahu a’lam.
Baca juga: Tafsir Al-Muharrar, Tafsir Al-Quran Asal Peradaban Islam di Andalusia