Di Indonesia, terdapat beberapa museum yang dapat dikategorikan sebagai museum Alquran, sebagaimana tersurat pada nama serta koleksi utama museum-museum tersebut. Tercatat ada empat museum seperti itu; dua di antaranya terletak di Pulau Jawa, sisanya berada di Pulau Sumatera.
Museum Alquran yang ada di Pulau Jawa yaitu Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal serta Museum Al-Quran PTIQ. Keduanya berlokasi di Jakarta. Adapun di Pulau Sumatera, ada Museum Al-Quran Al-Akbar di Palembang, Sumatera Selatan, serta Museum Sejarah Alquran di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal (BQMI)
Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal (BQMI) beralamat di Taman Mini Indonesia Indah Pintu I, Jakarta Timur. Museum tersebut diresmikan pada tanggal 20 April 1997 oleh Presiden Republik Indonesia pada waktu itu, yaitu Soeharto.
BQMI terdiri atas dua lembaga yang berbeda, yaitu Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal. Sementara Museum Istiqlal mengoleksi berbagai hasil kebudayaan Islam Indonesia, Bayt Al-Quran didedikasikan untuk menyimpan dan menampilkan aneka koleksi yang berkaitan dengan Alquran.
Di Bayt Al-Quran tersimpan beragam mushaf yang berasal dari dalam maupun luar negeri, dari yang berupa manuskrip hingga hasil cetakan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Ada juga Alquran braille serta aplikasi Alquran interaktif yang dioperasikan dengan komputer.
Museum Al-Quran PTIQ
Museum Al-Quran PTIQ beralamat di Jl. Batan I/2, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Museum yang didirikan pada tanggal 24 Juli 1971 tersebut merupakan bagian dari Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), perguruan tinggi agama Islam di Jakarta yang berbasis Alquran.
Koleksi museum yang diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Adam Malik itu terdiri atas mushaf Alquran kuno—hasil tulisan tangan—dan mushaf Alquran modern—hasil cetakan mesin—yang berjumlah sebanyak 129 buah.
Baca juga: Riwayat Manuskrip Al-Qur’an Bone Sulawesi Selatan di Museum Aga Khan Kanada
Alquran kuno yang dimiliki museum tersebut berusia antara 200-300 tahun. Jumlahnya yaitu 33 eksemplar, yang mana 20 di antaranya asli tulisan tangan sementara sisanya hasil foto kopi tulisan tangan. Adapun Alquran modern yang dikoleksi museum itu berjumlah 95; 32 di antaranya berasal dari nusantara dan 63 lainnya berasal dari mancanegara.
Museum Al-Quran PTIQ juga memiliki koleksi yang dinamakan mushaf “Ibnu Sutowo”; mushaf tulisan tangan yang penamaannya didedikasikan untuk pendiri Yayasan Pendidikan Alquran yang kemudian menaungi PTIQ, yaitu Letjen (Purn.) Dr. H. Ibnu Sutowo.
Bayt Al-Quran Al-Akbar
Bayt Al-Quran Al-Akbar beralamat di Jl. Moh. Amin, Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Museum yang juga dikenal sebagai Museum Raksasa tersebut diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 Januari 2012.
Koleksi museum ini yaitu sebuah mushaf Alquran berukuran besar yang terukir pada lembaran papan kayu; tingginya 177 cm, lebarnya 140 cm, dan ketebalan kayunya yaitu 2,5 cm. Dengan jumlah lembaran sebanyak 630 halaman, total ketebalan mushaf jika lembaran-lembaran itu digabungkan mencapai 9 meter.
Baca juga: Sejarah Perkembangan Tafsir di Afrika Barat
Lembaran mushaf raksasa itu memiliki dua muka halaman, yang ditopang oleh rangka yang terbuat dari besi. Setiap lembaran disusun menjulang ke atas seperti daun-daun jendela yang menempel pada dinding yang tinggi. Karena ukurannya, Alquran raksasa itu dicatat sebagai Alquran terbesar dan terberat di dunia oleh Museum Rekor Indonesia (MURI).
Sebagai sebuah museum, Bayt Al-Quran Al-Akbar dikenal sebagai salah satu destinasi wisata religi di Palembang. Namun, museum itu juga biasa dijadikan pusat kegiatan keagamaan (Islam); misalnya tadarus Alquran, pengajian, hingga salat tarawih dan buka bersama pada bulan Ramadan.
Museum Sejarah Alquran
Museum Sejarah Alquran beralamat di Jl. Williem Iskandar Ps. V, Kenangan Baru, Kabupaten Deli Serdang. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi pada tanggal 22 September 2019.
Museum tersebut memiliki 50 koleksi dalam bentuk manuskrip Alquran dan tafsir. Di antara koleksi tersebut, ada Alquran yang berusia 370 tahun. Koleksi yang menjadi unggulan Museum Sejarah Alquran yaitu Mushaf Simalungun. Mushaf yang usianya kira-kira 200 tahun tersebut dihias dengan ornamen iluminasi batik banji.
Di samping mushaf, Museum Sejarah Alquran juga menampilkan koleksi lain berupa daun lontar bertulisan tertentu, botol kaca dari Timur Tengah, peralatan medis serta farmasi dari dunia Islam Timur Tengah, minyak kemenyan, dan kristal kapur barus.
Uraian di atas menunjukkan bahwa museum Alquran yang ada di Indonesia mengoleksi karya ulama terdahulu maupun kontemporer. Itu berarti bahwa budaya mushaf Alquran di Indonesia memiliki akar yang kuat serta terus menumbuhkan daun-daun baru. Buahnya dapat dinikmati masyarakat; di antaranya bahwa museum dan koleksinya dapat menjadi objek untuk kajian serta destinasi untuk wisata religi dan edukasi.