BerandaUlumul QuranMengenal Ijma’ Sebagai Sumber Hukum Islam Perspektif Para Mufasir

Mengenal Ijma’ Sebagai Sumber Hukum Islam Perspektif Para Mufasir

Secara etimologi  ijma’ berarti  al-azmu wa at-ta’shim alal amri yang bermakna keinginan atau tekad atas sesuatu sebagaimana terdapat dalam Al Quran Surah yunus ayat 71:

وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ نُوحٍ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِۦ يَٰقَوْمِ إِن كَانَ كَبُرَ عَلَيْكُم مَّقَامِى وَتَذْكِيرِى بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَعَلَى ٱللَّهِ تَوَكَّلْتُ فَأَجْمِعُوٓا۟ أَمْرَكُمْ وَشُرَكَآءَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُنْ أَمْرُكُمْ عَلَيْكُمْ غُمَّةً ثُمَّ ٱقْضُوٓا۟ إِلَىَّ وَلَا تُنظِرُونِ

“Dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.”

Kata ijma’ dapat pula diartikan kesepakatan atas suatu perkara yang disepakati bersama, seperti perkataan ajma’a al-qaum ala kadza, (kaum itu bersepakat atas perkara ini). (Mahmud Muhammad al Thanthawi, Ushul Fiqh Al islami 202).  Sedangkan Secara Terminologi ijma’ berarti: kesepakatan para ulama pada suatu waktu tertentu dari Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wassalam atas suatu perkara yang berhubungan dengan agama. (Al Syaukani, Irsyad al-Fuhul 63).

Baca Juga: Mengenal Lima Hukum Taklifi dan Contohnya dalam Al-Quran

Menurut Hasbi Ash Shiddieqy  menjelaskan bahwa ijma adalah kesepakatan dan yang sepakat adalah semua mujtahid muslim  yang berlaku dalam suatu masa tertentu sesudah wafanya nabi (Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, 161)

Dasar Hukum Ijma’

Mayoritas Ulama’ bersepakat tentang keabsahan  ijma’ dengan berdasarakan beberapa sumber seperti dalam Al Qur’an Surah An nisa ayat 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Dalam ayat diatas Allah Ta’ala memerintahkan agar taat kepada ulul amri, yang dimaksud ulul amri adalah mereka yang menguasai urusan-urusan orang bayak serta orang yang ahli dibidangnya. Bisa diartikan Ulul amri dalam bidang hukum dan tata negara adalah pemerintah, sedangkan dalam urusan istinbath hukum syari’adalah para ulama’ hal ini didasarkan atas tafsiran Ibnu katsir yang menafsiri kalimat ulul amri sebagai golongan ulama’ (Ibnu Katsir, Tafsir al-Quranul Adzhim juz II 345)

Baca Juga: Mengenal Hukum Wadh’i dan Contohnya dalam Al-Qur’an

Ayat lain yang menjelaskan tentang kehujahan ijma’ juga terdapat dalam Surah An nisa ayat 115:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Dalam Ayat ini , Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang mengikuti jalan selain orang beriman dengan neraka jahanam. Al Amidi berkata bahwa ayat ini termasuk yang paling kuat dalam hal dasar hukum ijma’. (Al Ihkam Fi Ushul Ahkam hlm 258)

 Syarat  Terjadinya  Ijma’

Keputusan suatu hukum secara ijma’ (kesepakatan para ulama’) dapat terpenuhi apabila terdapat beberapa syarat yang terpenuhi

  1. Hendaknya para ulama’ mujtahid hadir hingga terjadi kesepakatan mereka atas hukum syara’ bagi permasalahan hukum yang sedang terjadi.
  2. Kesepakatan itu terjadi pada seluruh ulama mujtahid yang hidup pada zaman terjadinya ijma’ jika ada sebagian yang menyelisihi kesepakatan tersebut, meskipun jumlah mereka sedikit maka tidak disebut sebagai ijma’ karena kesepakatan tersebut terjadi tidak secara menyeluruh.
  3. Kriteria ulama mujtahid itu berasal dari umat nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassallam sebab mereka telah terjaga dari kesalahan ketika telah bersepakat.
  4. Ijma’ terjadi setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam dan tidak berlaku kesepakatan para mujtahid semasa beliau masih hidup.
  5. Hukum yang disepakati itu merupakan hukum syar’i yaitu hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram. (Mahmud Muhammad al Thanthawi, Ushul Fiqh Al islami 203-204)

Demikian penjelasan singkat menegnai keabsahan ijma’ sebagai sumber hukum menurut Al-Quran beserta beberapa syarat terjadinya ijma’. (Wallahu a’lam.)

Kholid Irfani
Kholid Irfani
Alumni jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...