Tidak sedikit pemimpin yang memanfaatkan otoritasnya untuk berbuat sewenang-wenang. Mereka memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Padahal semestinya, karakter pemimpin ideal antara lain harus diukur dari bagaimana kesanggupan seseorang untuk melayani rakyat.
Baca juga: Tiga Karakter Kepemimpinan Rasulullah yang Patut Dicontoh
Pemimpin yang melayani memiliki peran penting dalam membangun kemandirian suatu bangsa. Dia tidak hanya memiliki kebijaksanaan dalam mengelola negara, melainkan juga memiliki kepekaan terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Salah satu karater pemimpin ideal ini dapat ditemukan dari sosok Dzulkarnain.
Tafsir Q.S. al-Kahfi [18]: 92-94; Menjadi Pemimpin yang Melayani ala Dzulkarnain
Salah satu teladan pemimpin yang melayani dapat ditemukan dalam kisah Dzulkarnain yang terdapat dalam Alquran, khususnya dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 92-94.
ثُمَّ اَتْبَعَ سَبَبًا حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُوْنِهِمَا قَوْمًاۙ لَّا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ قَوْلًا قَالُوْا يٰذَا الْقَرْنَيْنِ اِنَّ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ مُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلٰٓى اَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
“Kemudian, dia mengikuti suatu jalan (yang lain lagi). Hingga ketika sampai di antara dua gunung, dia mendapati di balik keduanya (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan. Mereka berkata, “Wahai Zulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj adalah (bangsa) pembuat kerusakan di bumi, bolehkah kami memberimu imbalan agar engkau membuatkan tembok penghalang antara kami dan mereka?”
Ayat tersebut mengisahkan perjalanan Dzulkarnain melalui jalur antara timur dan barat yang berbelok ke utara, menuju dua gunung di Armenia dan Azerbaijan. Ketika dia tiba di sana, dia bertemu dengan sekelompok manusia yang berbicara dalam bahasa yang sangat berbeda dan sulit dipahami, jauh berbeda dengan bahasa yang umum digunakan.
Kemudian, melalui juru bicaranya mereka meminta kepada Dzulkarnain untuk dibuatkan tembok atau benteng untuk melindungi mereka dari Yakjuj dan Makjuj dengan menawarkan akan memberikan upah. Namun dengan kesabaran dan hati yang ikhlas, Dzukarnain menolak tawaran pemberian upah tersebut, dan berjanji untuk membuatkan tembok yang lebih kokoh dari yang diminta.
Baca juga: An-Nisa Ayat 58: Menelusuri Pesan Al-Quran Untuk Para Pemimpin
Menurut penafsiran A. Musta’in Syafi’ie dalam tafsirnya Tafsir Alquran Aktual Harian Bangsa, menjelaskan bahwa cerita tersebut mengandung makna terkait karakter seorang pemimpin, setidaknya terdapat lima poin analisis dari ayat tersebut. (A. Musta’in Syafi’ie, Tafsir Al-Kahfi 92-94: Blusukan Ketiga, ke Masyarakat Tertindas, 2023)
Pertama, Dzulkarnain mengunjungi daerah yang sangat terpencil dan sulit diakses. Sebelumnya, sebuah ekspedisi telah mencoba menemukan lokasi tersebut dengan dua tim yang berbeda, yakni tim dari darat dan udara.
Laporan ekspedisi menyebutkan bahwa daerah tersebut memang ada, namun kondisinya terjal, tertutup, dan jauh hingga kuda pun tidak bisa masuk, dan tim harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Meskipun tidak pasti apakah daerah tersebut sesuai dengan yang digambarkan dalam Alquran, keberhasilan Dzulkarnain menjangkau daerah yang sulit diakses tersebut menunjukkan betapa hebat sosok tersebut.
Kedua, Dzulkarnain memiliki pemahaman mendalam tentang kondisi, pola pikir, dan perilaku orang-orang yang tinggal di gunung, pedalaman, dan minim pengetahuan. Meskipun mereka bersikap kasar, merasa sebagai penguasa, dan menganggap rendah Dzulkarnain, Dzulkarnain tetap sabar dan tidak tersinggung.
Mereka menginginkan Dzulkarnain membuatkan benteng (sadd) dengan imbalan tertentu. Sementara itu, Dzulkarnain menolak dengan halus untuk dibayar, bahkan dia menjanjikan hasil yang lebih baik.
Ketiga, Dzulkarnain adalah seorang pemimpin yang cerdas. Dia dapat melihat potensi dari orang-orang di wilayahnya dengan tepat, serta menganalisis sumber daya manusia dengan proporsional. Orang yang tinggal di gunung memiliki tubuh yang kuat dan berenergi tinggi namun tidak memiliki pengetahuan tentang arsitektur, desain, atau perencanaan. Oleh karena itu, Dzulkarnain menggunakan kekuatan mereka untuk membantunya membangun tembok besar.
Baca juga: Kaya Versi Zulkarnain dan Nabi Muhammad ﷺ: Kepedulian Terhadap Sesama
Keempat, Dzulkarnain merupakan seorang pemimpin yang tidak hanya memberi, melainkan juga tidak membebani rakyatnya dengan pajak. Dia berupaya untuk merangkul rakyatnya dan bersama-sama membangun dengan penuh dedikasi, menciptakan keharmonisan dan kesatuan di antara mereka.
Kelima, mereka meminta Dzulkarnain membangun sadda (dinding penyekat biasa), namun Dzulkarnain membuatkan radma (tembok kokoh, bercor dengan kerangka besi) yang jauh lebih kokoh ketimbang sadda.
Menurut A. Musta’in Syafi’ie, Dzulkarnain adalah sosok pemimpin sejati yang selalu memperhatikan keinginan rakyat. Dia mengibaratkan seperti ketika diajukannya sebuah proposal dari rakyat kepada pemimpin, maka dia akan mempelajarinya dengan seksama dan mengoreksi secara tepat hingga membuat hasil yang terbaik, meskipun harus mengorbankan sebagian besar hartanya.
Terlihat dari pembangunan radma, padahal rakyat hanya meminta sadda. Tentu, tidak sedikit anggaran yang dibutuhkan untuk membangun tembok kokoh tersebut yang tertu saja melampaui angka dalam proposal permohonan.
Keinginan mereka untuk dibangunkan sadda tersebut karena mereka belum mengerti seberapa kuat Yakjuj dan Makjuj. Tetapi Dzulkarnain mengerti, sehingga tidak cukup jika hanya dibangun sadda. Begitulah sikap pemimpin hebat, memberi lebih di atas yang dikehendaki rakyat.
Pemimpin yang Melayani: Pelajaran dari Kisah Dzulkarnain
Sikap Dzulkarnain dalam cerita tersebut mencerminkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang relevan dalam upaya membangun negara mandiri.
Seorang pemimpin harus memiliki visi untuk membentuk jiwa yang merdeka, mengubah sikap, pandangan, dan pikiran agar terfokus pada kemajuan bangsa, sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia.
Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental, yang bertujuan untuk memperbaiki karakter bangsa Indonesia melalui revolusi mental.
Inpres tersebut menekankan nilai-nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong untuk membentuk budaya yang bermartabat, modern, maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Dalam Inpres ini, pejabat diminta untuk menjalankan lima gerakan, yaitu Indonesia melayani, bersih, tertib, mandiri, dan bersatu. Sehingga dari sini terlihat ada kesamaan Inpres dengan karakter pemimpin yang dimiliki oleh Dzulkarnain, mampu memberi pelayanan terbaik untuk kaum yang tinggal di antara dua gunung tersebut.
Dengan mengambil teladan dari sikap Dzulkarnain dalam kisahnya, pemimpin modern dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang lebih baik dalam membangun bangsa yang mandiri. Mereka harus memiliki kesadaran akan tanggung jawab sebagai pemimpin untuk melayani masyarakat dengan penuh dedikasi, keadilan, dan empati. Dengan demikian, pembangunan bangsa yang mandiri dapat tercapai melalui kepemimpinan yang melayani dan bertanggung jawab. Wallahu a’lam.