BerandaTokoh TafsirMengenal Kiai Dahlan Khalil, Ahli Alquran dari Rejoso Jombang

Mengenal Kiai Dahlan Khalil, Ahli Alquran dari Rejoso Jombang

Pada kesempatan kali ini, saya berusaha mengompilasi tentang sosok Kiai Dahlan Khalil Rejoso. Artikel ini terinspirasi dari tulisan Ust. Abdul Jalil yang merujuk pada penelitian M. Syatibi tentang lima ulama yang memiliki pengaruh besar terkait rujukan sanad para penghafal Alquran di Indonesia.

Selain Kiai Dahlan Rejoso dan Kiai Munawwir Krapyak, tiga ulama lainnya adalah Kiai Munawwar Sidayu Gresik, Kiai Mahfudz Tremas dan Kiai Muhammad Sa’id Bin Isma’il Sampang. Lima ulama’ tersebut menjadi sumber para huffadz dan berdirinya lembaga pesantren tahfidz pada penelitian  M Syatibi. (Potret LembagaTahfiz  AI-Qur’an di Indonesia, Suhuf, Vol. 1, No. 1, 2008, Hal. 119)

Kiai Dahlan Rejoso merupakan salah satu masyayikh ponpes Darul Ulum, bersama dengan pamannya, Kiai Romly Tamim menggantikan ayah dan kakek beliau, Kiai Kholil Al-Juraymi dan Kiai Tamim Irsyad.  Di Rejoso, Kiai Dahlan aktif mengajar Al-Quran, Tafsir dan Hadis dengan lembaga yang beliau kelola, Madrasah Tahassus Al-Quran.

Riwayat Hidup dan Perjalanan Intelektual

Merujuk pada postingan di blog asrama Hidayatul Quran, Dahlan Khalil dilahirkan pada 12 Sya’ban 319H (seharusnya 1319 H) atau tahun 1899. Agaknya perhitungan tahun disini kurang tepat, sebab dalam peta visibilitas, tanggal Hijriyah bila dikonversikan kedalam Masehi menunjukkan 24 November 1901. Dalam Tulisan Fachrul menunjukkan tanggal 12 Sya’ban tahun 1899. Jika mengacu pada tahun 1899 M, diperkirakan Dahlan Khalil dilahirkan pada 12 Sya’ban 1317 H atau 15 Desember 1899 M.

Baca Juga: Talaqqi Sebagai Metode Pembelajaran Al-Quran

Mulanya, Kiai Dahlan dilahirkan dengan nama Khusni di Rejoso dari pasangan Kiai Khalil Al-Juraemi dan Nyai Siti Fatimah binti Tamim Irsyad. Ayahnya, Kiai Khalil Al-Juraemi merupakan mursyid tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandi yang bersanad kepada syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabau. Selain Khusni, pernikahan kiai Khalil juraemi dan nyai Siti Fatimah membuahkan beberapa anak lainnya yang bernama Maimunah, Syauqi atau biasa dikenal Ma’sum Bisri Rahmah.

Dengan statusnya sebagai anak pertama, Khusni memiliki tanggung jawab besar untuk meneruskan perjuangan ayah dan kakeknya untuk berdakwah. Untuk itu, di usia 12 tahun atau sekitar tahun 1911 M, Khusni bersama dengan ayahnya menunaikan ibadah Haji. Terhitung sejak ibadah Haji itulah Khusni berganti nama menjadi Dahlan bin Khalil atau Dahlan Khalil.

Selayaknya tradisi ulama masa lampau, berkelana ke tanah Haram bukan hanya untuk berhaji, melainkan untuk menuntut ilmu. Beberapa sumber seperti yang merujuk pada catatan pribadi beliau, proses menuntut ilmu baru dimulai pada tahun 1923. Bertepatan dengan tahun-tahun transisi kekuasaan Ottoman ke Arab Saudi yang dimotori oleh Ibnu-Saud dan Wahabi.

Kiai Dahlan Khalil menempuh pendidikan di Makkah selama 12 tahun. Merujuk pada catatan pribadi beliau, kiai Dahlan memulai belajar pada tahun 1343 H. Selama belajar di Makkah, Kiai Dahlan Khalil telah menempuh tingkatan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari posisinya sebagai kepala guru yang mengatur jalannya kurikulum selama berkarir di Madrasah Darul Ulum Makkah.

Terdapat perbedaan data terkait kepulangan beliau ke tanah air. Website resmi pesantren Darul Ulum Rejoso (PPDU) menuliskan tahun 1932 M sebagai kepulangan beliau. Di sumber ini juga terdapat tambahan bahwa tahun 1937 Kiai Ma’sum Khalil (saudara Kiai Khalil) pulang dari menuntut ilmu dan turut membantu jalannya pondok pesantren. Sedangkan di blog milik asrama Hidayatul Quran menuliskan tahun 1938.

Setelah melakukan penelusuran lebih lanjut, penulis menemukan afirmasi dari sumber website resmi PPDU. Dalam penelitian Muwaffan, ia menuliskan bahwa Kiai Dahlan Khalil pulang dari Makkah pada tahun 1931. Selama nyantri di Tebuireng, bersama dengan pamannya Kiai Romly Tamim, Kiai Dahlan Khalil juga sempat belajar secara langsung kepada Sayyid Ahmad Hamid At-Tijji.

Muwaffan melanjutkan bahwa atas Sayyid At-Tijji lah Kiai Dahlan Khalil mendapat sanad Qiroah Sab’ah. Penelitian Muwaffan didukung dengan dokumentasi berupa manuskrip syahadah tulisan tangan Kiai Dahlan Khalil yang menunjukkan tahun 1351H (atau sekitar tahun 1933M).

Dari kedua sumber tersebut terdapat kesepakatan bahwa seusai dari Makkah, Kiai Dahlan Khalil melanjutkan studinya ke Hadratussyaikh Hasyim Asyari untuk memperdalam ilmu hadis. Baru kemudian Kiai Dahlan Khalil pulang ke Rejoso untuk membantu pamannya mengelola pondok pesantren.

Berdasarkan beberapa referensi tersebut, saya menyimpulkan bahwa Kiai Dahlan Kholil kembali ke Indonesia tahun 1931M. Bahwa ada sedikit perbedaan apakah itu 1931 atau 1932 adalah suatu kewajaran, sebab tradisi ulama masa lampau menggunakan penanggalan Hijriyah yang bisa saja berada di antara dua tahun Masehi. Baru pada sekitaran tahun 1938-1939 Kiai Dahlan Khalil pulang ke Rejoso untuk melanjutkan syi’ar Islam. Rentan waktu antara 1932 sampai 1938 digunakan Kiai Dahlan Khalil untuk nyantri di pesantren Tebuireng.

Pernikahan dan Pengaruhnya di Rejoso

Selama hidupnya, Kiai Dahlan Khalil menikah dua kali. Pernikahan pertama terjadi sepulangnya dari nyantri di Mbah Hasyim. Istri pertama beliau bernama Siti Fatimah binti Ahmad Carogo. Kedua pasangan tersebut harus berakhir dengan wafatnya Nyai Siti Fatimah pada tahun 1950. Di pernikahan pertama ini Kiai Dahlan dikaruniai tujuh orang anak. Di pernikahan ke dua, Kiai Dahlan Khalil menikahi cucu Kiai Hasyim Asyari yang bernama Zubaidah (Solihah). Dari pernikahan ini, Kiai Dahlan dikaruniai  tiga orang anak.

Bersama dengan paman dan adiknya, Kiai Dahlan mengelola Pondok Rejoso. Kala itu beliau mengelola pesantren di bidang Al-Quran, pengajian syariat dan manajemen. Pada masa tersebut, pondok rejoso memiliki sinergi yang kuat antara Al-Quran dan Tarekat. Kiai Dahlan Khalil dengan keilmuannya, memiliki pengaruh yang besar tehadap persebaran para huffaz| di Indonesia.

Kelak, para huffadz tersebut banyak yang mendirikan pesantren tahfiz| di daerahnya masing masing. Sejauh penelusuran penulis, beberapa ulama yang pernah mengenyam pendidikan kepada Kiai Dahlan Khalil antara lain: Kiai Masduqi Abdurrahman Perak Jombang, Kiai M Yusuf Masyhar Tebuireng, Kiai Ghozali dan Kiai Mujahid Tumpang Malang.

Baca Juga: Surah Al Baqarah Ayat 256 dalam Sudut Pandang Bisri Mustafa

Kiai Dahlan Khalil juga merupakan pencetus nama “Darul Ulum” sebagai identitas pesantren yang beliau kelola. Sebelumnya, Darul Ulum dikenal dengan “Pondok Njoso”. Seperti umumnya pesantren tradisional pada zamannya, nama daerah tempat pesantren berdiri menjadi identitas pesantren. Nama tersebut terinspirasi dari Madrasah Darul ‘Ulum Makkah, tempat beliau pernah belajar dan mengajar.

Pada masa transisi kemerdekaan, Kiai Dahlan Khalil juga aktif dalam perlawanan melawan penjajah. Kala itu, Darul Ulum menjadi markas Laskar Hizbullah dan Laskar Hizbul Wathon. Bahkan adik beliau, Bisri Kholil juga turut bergabung menjadi bagian dari Laskar Hizbullah.

Tahun Wafat

Kiai Dahlan Khalil wafat pada bulan yang sama dengan kelahirannya. Di usia yang ke 58, Kiai Dahlan pergi menghadap sang Khaliq tepatnya pada tanggal 25 Sya’ban 1377H (Maret 1958). Banyak ulama maupun santri merasa kehilangan atas kepergian beliau.

Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Angin sebagai Tentara Allah: Tafsir Fenomena Meteorologi dalam Alquran

Angin sebagai Tentara Allah: Tafsir Fenomena Meteorologi dalam Alquran

0
Alquran menyebutkan fenomena alam tidak hanya sebagai tanda-tanda kebesaran Allah, tetapi juga sebagai pengingat akan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Salah satu elemen alam yang...