Kajian pada kitab-kitab tafsir lokal terbilang minim dibahas dalam lingkungan masyarakat. Hal itu bisa saja menjadikan kontribusi ulama lokal dalam dunia tafsir kadangkala terlupakan. Mengenalkan kembali tentang kitab tafsir lokal ini salah satu upaya untuk mempertahankan khazanah-khazanah keilmuan ulama lokal, terutama ulama rumpun Melayu. Kitab Tafsir Nurul Ihsan merupakan salah satu karya ulama lokal yang ditulis oleh seorang dari negeri Melayu.
Biografi Pengarang
Nama lengkapnya adalah al-Alim Al-Fadhil al-Hajj Muhammad Sa’id bin Umar Qadhi Jitra al-Qadhi. Mengenai tahun lahirnya, terdapat persilangan pendapat, ada yang mengatakan tahun1270 H/1854 M, di Wan Saghir, Malaysia. Dalam penjelasan Arivaie Rahman, dkk, beliau lahir pada tahun 1275 di Kampung Kuar. Kendatipun begitu, kelahiran beliau berada pada kisaran tahun 1270an H.
Baca Juga: Mengenal Karakteristik Mushaf Kuno Jawa
Beliau merupakan anak dari seorang ayah yang taat dalam beragama, yaitu Umar Khatib. Agaknya gelar Khatib melekat dibelakang nama ayahnya dikarenakan diangkat sebagai orang yang mumpuni dalam memberikan khutbah atau ahli agama ditengah-tengah masyarakat di daerahnya. Tak heran, jika Muhammad Sa’id lahir sebagai anak yang kuat dalam menekuni bidang agama, hingga akhirnya menulis kitab tafsir. Untuk masalah ibadahnya, dalam fikih belia menganut mazhab Syafii dan menganut aliran Tarikat Naqsabandi al-Ahmadi.
Penyematan gelar ‘Qadhi’ dibelakang namanya ialah karena beliau masih sempat menjadi Qadhi di akhir-akhir hidupnya, atau tatkala usianya berada dalam 75 Tahun. Dalam tulisan Amran Bin Abdul Halim, dkk, disebutkan bahwa beliau diakhir hayatnya terkena penyakit lumpuh di sebelah badannya. Dan pada akhirnya meninggal pada hari rabu setelah ashar pada Tahun 1932 M, dan dikebumikan di Masjid Alur Merah, Alor Setar, Kedah.
Deskripsi Kitab
Sistematika penulisan
Tafsir Nurul Ihsan ini lengkap 30 juz, ditafsirkan tartib mushaf mulai dari surah Alfatihah sampai Alnas. Terdiri dari 4 jilid; jilid pertama tafsir surah Alfatihah sampai Alma’idah, jilid kedua surah Alan’am sampai Alisra’, jilid ketiga surah Alkahfi sampai Alzumar, dan jilid keempat surah Ghafir sampai Alnas.
Untuk gaya penulisannya, beliau mengawali dengan menyebutkan tentang periode turunnya surah, lalu mengelompokkan apakah termasuk bagian makiyah atau madaniah yang dituliskan di bawah nama surah.
Baca Juga: Menembangkan Al Quran: Manuskrip Macapat Tafsir Surah Al Fatihah dalam Aksara Jawa
Namun ada keunikan ketika menyebutkan jumlah ayat. Melihat dalam Tafsir Nurul Ihsan, ketika beliau mengelompokkan surah makiyah atau madaniah, di bawahnya disebutkan jumlah ayat. Contoh dalam surah Albaqarah ditulis “dua ratus delapan puluh enam atau tujuh”. Tapi tidak diberikan keterangan lebih lanjut mengenai alasan perbedaan atau ragam jumlah ayat tersebut, apakah dua ratus delapan puluh enam atau dua ratus delapan puluh tujuh.
Teknik penafsirannya yaitu langsung menggabungkan terjemahan dan penafsiran. Beliau langsung menafsirkan sembari menerjemahkan tanpa memisahkan bagian terjemah atau tafsir. Sehingga ada yang mengatakan bahwa kitab ini merupakan kitab terjemah tafsiriyah.
Latar belakang penulisan
Dalam pemaparan Zulkifli Haji Mohd Yusoff (hal. 79), beliau menulis kitab tafsir ini karena adanya permintaan dari teman-temannya serta dorongan dari pemerintah pada saat itu, mungkin hal ini yang menyebabkan kitab tafsir ini lebih cenderung memiliki nuansa politik.
Selain itu, juga karena telah mendapatkan izin dari seorang ulama besar di negerinya yaitu Syekh Sulaiman. Inilah salah satu yang menjadi motif beliau dalam menulis kitab tafsir. Setelahnya, beliau mulai menulis tafsirnya pada tahun 1344 H/1926 M, dan selesai ditulis 1346 H/ 1927 M.
Baca Juga: Mufasir Indonesia: Inilah Biografi Penulis Tafsir Pase dari Aceh
Metode penafsiran
Tafsir ini menggunakan metode ijmali, yaitu suatu metode dalam penafsiran Alquran dengan mengemukakan makna secara global dengan mengikuti urutan mushaf ustmani. Untuk corak penafsiran, beliau tidak konsisten pada corak tertentu. Kadangkala menggunakan corak fikih, kadangkala filsafat, sufistik, dan sebagainya. Tergantung pada konteks ayat yang sedang dibahas.
Tulisan yang digunakan dalam tafsir ini adalah Arab-Melayu.
Berikut kami berikan sedikit contoh dalam bahasa latin ketika beliau menafsirkan surah Alfatihah:
- Bismillahirrahmanirrahim
- (Alhamdulillahirabbil ‘alamin) Segala puji itu bagi Allah Tuhan yang menjadikan sekalian alam, manusia, dan jin, dan malaikat, dan segala binatang darat dan laut, dan langit dan bumi dan ;lainnya.
- (Arrahmanirrahim) Tuhan yang Maha murah di dalam dunia ini lagi yang Maha mengasihani bagi hamba-Nya yang mukmin di dalam akhirat.
- (Maalikiyaumiddin) Tuhan yang memiliki hari balasan yaitu hari kiamat karena tiada yang memiliki padanya melainkan Allah semata. Dan adapun pada dunia maka pada zahir ada memiliki raja-raja maka pada hakikatnya tiada yang memiliki dunia dan akhirat melainkan Allah semata.
- (iyyaka na’budu) Akan dikau kami sembah pada ibadah daripada sembahyang dan puasa dan zakat dan haji dan lainnya. (wa iyyaka nasta’in) Dan akan dikau kami minta tolong atas tauhid kami dan iman dan takut dan harap dan ikhlas bagi Engkau, dan zikir lidah dan hati, dan buka mata hati dan bersihkan dia, dan beri harapan dan rindu yang kepada engkau semata-mata, karena asal hati itu sangat bersih. (dst)
- 6. Tunjukilah kami jalan yang betul itu dan tambah akan kami itu, kekalkan kami jalan yang betul agama islam.
- Jalan segala mereka yang telah Engkau nikmat atas mereka empat firqah daripada segala anbiya’, dan shadiqin, dan syuhada’ dan shalihin (dst). Ghairil maghdubi’alaihim , bukan daripada jalan segala orang yang dimurkai atas mereka itu Yahudi. waladhdhaallin, dan bukan jalan sekalian orang yang dhilalah nashrani, yakni tidak daripada jalan Yahudi dan Nasrani, (dst).
Wallahu a’lam…