Secara garis besar ilmu qiraat adalah ilmu yang mempelajari sistem dokumentasi tertulis dan artikulasi lafal al-Qur’an (Wawan Djunaedi, Sejarah Qiraat di Nusantara, hal 5). Hanya saja, ilmu qiraat tidak begitu populer di kalangan kaum muslim. Masyarakat muslim lebih akrab dengan ilmu “tajwid” sebagai ilmu yang berkaitan dengan bacaan ilmu al-Quran ketimbang ilmu qiraat. Tak heran jika kebanyakan kaum muslim banyak yang tidak mengetahui “Madzhab Qiraatul Qur’an” yang dibaca setiap hari. Kali ini akan diulas tentang klasifikasi qiraat al-Quran serta Imam Madzhabnya
Baca Juga: Menelisik Pengertian, Sejarah dan Macam-Macam Qira’at
Qiraat secara definitif
Secara terminologi qiraat adalah salah satu Madzhab “aliran” pengucapan al-Quran yang dipilih oleh salah seorang Imam Qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan dengan madzhab lainnya (Manna Khalil al-Qattan, studi ilmu-ilmu Quran, hal 247). Banyak dari kalangan para ulama yang mendefinisikan Ilmu Qiraat, oleh karena itu ada beberapa pendapat ulama yang penting untuk diperhatikan antara lain :
- Abu Syamah al-Dimasyqi
Menurut Abu Syamah al-Dimasqi ilmu qiraat adalah :
عِلمُ الْقِرَاءَتِ عِلْمٌ بِكَيْفِيَةِ أَدَاءِ كَلِمَاتِ الْقُرْآنِ وَاخْتِلَافِهَا مَعْزُوًّا لِنَاقِلِه
Artinya : Ilmu qiraat adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara melafalkan kosa kata al-Quran dan perbedaannya yang disandarkan pada perawi yang mentransmisikannya (Wawan Djunaedi, Sejarah Qiraat di Nusantara, hal 21).
- Al-Zarkasyi
Menurut Al-Zarkasyi ilmu qiraat adalah :
الْقِرَاءَاتُ هِىَ اخْتِلَافُ أَلْفَاظِ الْحَيِّ اْلمَذْكُورِ فِي كِتَابِهِ الْحُرُوف أَوْكَيْفِيَتِهَا مِنْ تَخْفِيْفٍ وَ تَثْقِيْلٍ وَ غَيْرِهِمَا
Artinya : Perbedaan beberapa lafal wahyu (Al-Quran) dalam hal penulisan huruf maupun cara artikulasinya, baik secara takhfif “membaca tanpa tasdid”, tatsqil “membaca dengan tasydid”, dan lain sebagainya.
- Ali Ash-Shabuni
Menurut Ali Ash-Shabuni ilmu qiraat adalah :
الْقِرَاءَتُ مَذْهَبٌ مِنْ مَذَاهِبِ النُّطْقِ فِي الْقُرْآنِ يَذْهَبُ بِه إِمَامٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ الْقُرَّاءِ مَذْهَبًا يُخَالِفُ غَيْرَهُ فِي النُّطْقِ بِالْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَ هِيَ ثَابِتَةٌ بِأَسَانِيْدِهَا إِلَى رَسول الله صلّى الله عليه وسلّم
Artinya : Qiraat adalah salah satu mazhab dari beberapa madzhab artikulasi (kosa kata) al-Quran yang dipilih oleh salah seorang Imam Qiraat yang berbeda dengan madzhab lainnya serta berdasar pada sanad yang bersambung pada Rasulullah saw.
Dari uraian di atas dapat diketahui aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi disiplin ilmu qiraat. Obyek kajian ilmu qiraat adalah al-Qur’anul al-Karim, khususnya dari segi perbedaan lafal dan cara artikulasinya; sedang epistimologinya ialah berasal dari riwayat Rasulullah saw. dan aksiologinya yaitu untuk mempertahankan keaslian materi yang disampaikan. Hal ini dipertegas dengan pernyataan al-Zarqani didalam kitabnya, Manahil al-Irfan yang menyebutkan bahwa, qiraat al-Qur’an merupakan salah satu instrumuen untuk mempertahankan orisinilitas, sekaligus juga bermanfaat sebagai salah satu sumber penafsiran. (Al-Zarqoni, Manahil al-Irfan fi ulum al-Quran, hal 226).
Baca Juga: Perbedaan Qiraah, Riwayah, dan Thariq Serta Contohnya dalam Ilmu Tajwid
Klasifikasi Qiraat
Klasifikasi qiraat ini didasarkan pada dua hal, kuantitas (jumlah) imam madzhabnya dan kualitas jalur sanadnya. Pertama, Berdasarkan kuantitas atau jumlah imam madzhabnya, qiraat terbagi menjadi tiga macam:
- Qiraat as-Sab’ah (qiraat tujuh) yang dinisbatkan kepada 7 (tujuh) imam qiraat yang terkenal yaitu: Nafi’, Ashim, Hamzah, Abdullah ibn ‘Amr, Abdullah ibn Katsir, Abu Amru ibn al-Ala, dan Ali al-Kassa’i.
- Qiraat al-Asyarah (qiraat sepuluh), qiraat yang dinisbatkan kepada imam qiraat yang tujuh sebelumnya ditambah dengan 3 (tiga) imam qiraat yang lain, yaitu: Abu Ja‘far, Ya‘qub dan Khalaf.
- Qiraat al-Arba’ah ‘asyarah, yaitu imam qiraat yang sepuluh ditambah dengan 4 (empat) Imam qiraat lainnya, yaitu: Imam Hasan al-Basri, Ibn Muhaisin, Yahya al-Yazidi dan al-Syambuzi (Muhammad Abd al-Azim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz 1, hlm 416-417).
Klasifikasi qiraat yang kedua berdasarkan kualitas sanad atau jalurnya, qiraat terbagi menjadi lima macam/tingkatan, seperti berikut:
- Mutawatir, yaitu qiraat yang diriwayatkan oleh banyak orang (periwayat) yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta, dan sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Kategori ini menurut mayoritas ulama adalah qiraat sab’ah. Contohnya: QS. al-Fatihah 1:4 (ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ) Imam Ashim membacanya dengan tanwin dhammah pada huruf kaf كٌ sedang yang lain membaca sebagaimana dalam teks.
- Masyhur, yaitu qiraat sahih sanadnya sampai kepada Rasulullah saw, tetapi tidak mencapai derajat mutawatir, hanya diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang yang adil dan tsiqah, sesuai dengan bahasa Arab dan sesuai dengan rasm Utsmani serta terkenal di kalangan ahli qiraat. Qiraat macam ini dapat digunakan dan boleh dibaca pada waktu shalat atau di luar shalat. Adapaun bacaan al-Qur’an pada tingkatan ini adalah bacaan yang disandarkan kepada tiga imam qiraat, yaitu Abu Ja’far ibn Qa’qa al-Madani, Ya’qub Khadrami, dan Khalaf ibn Hisyam al-Bazzar. Contoh QS. al-Fatihah 1:7 صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَYa’qub al-Hadrami membacanya dengan dhammah pada huruf mim غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمُ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ Sedangkan yang lain membacanya seperti yang tertulis dalam teks lafad yang kebanyakan beredar.
- Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya, tetapi menyalahi (tidak sesuai) dengan rasm Utsmani dan kaidah bahasa Arab serta tidak terkenal seperti kedua tingkatan qiraat di atas. Qiraat macam ini tidak dapat digunakan dan tidak wajib menyakininya.
- Syaz, yaitu qiraat yang sanadnya cacat (tidak sahih) dan tidak bersambung sanadnya kepada Rasulullah saw. Qiraat ini tidak bisa dijadikan pegangan dalam membaca al-Qur’an.
- Maudhu’, yaitu qiraat yang tidak ada asalnya, dibuat-buat dan dinisbatkan kepada seseorang tanpa dasar. Qiraat ini juga tidak diakui keabsahannya.
- Mudraj, yaitu qiraat di dalamnya terdapat tambahan qiraat sebagai penafsiran al-Qur’an seperti qiraat Sa‘ad ibn Abi Waqqas وَلَهُ اَخٌ اَوْ اُخْتٌdengan menambahمِنْ اُمٍّ pada akhir kalimat tersebut (Halimah B, “Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya dalam Istinbaht Hukum” hal. 97-108)
Jadi macam-macam dan tingkatan qiraat di atas yang termasuk bacaan yang sahih dan boleh digunakan bacaannya adalah qiraat mutawatir dan masyhur, sementara qiraat ahad, syaz, maudhu’, dan mudraj adalah yang tidak sahih dan tidak boleh digunakan bacaannya. Wallahu a’lam