BerandaTafsir TematikTafsir AhkamMengenal Lima Hukum Taklifi dan Contohnya dalam Al-Quran

Mengenal Lima Hukum Taklifi dan Contohnya dalam Al-Quran

Hukum Islam sebagai aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk hambanya secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi dimaknai sebagai perintah Allah Swt yang berhubungan dengan amalan atau kegiatan bagi hamba yang mukallaf. Dalam penjelasan lanjutnya, hukum taklifi dibagi atas lima kategori; wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Berikut penjabarannya:

  1. Wajib

Wajib artinya seorang muslim yang mukallaf (akil baligh) diharuskan melaksanakan sesuatu karena adanya tuntutan untuk melaksanakannnya. Apabila tidak melaksanakannya, maka ia akan berdosa. Sebagai contoh, perintah Allah Swt dalam Al-Quran surah al-Baqarah ayat 43 tentang kewajiban melaksanakan salat dan zakat:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: Dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukulah beserta orang-orang yang rukuk.

Wahbah al-Zuhaili menafsirkan ayat di atas sebagai berikut; Tegakkanlah salat yang diwajibkan atas orang-orang muslim, tuniakanlah zakat yang wajib (diberikan) kepada mereka yang berhak menerimanya, tunduklah kepada perintah-perintah Allah, salatlah dengan berjamaah bersama orang-orang yang salat, dan sempurnakanlah ruku’ kalian bersama mereka karena orang-orang Yahudi tidak memiliki ruku’ di dalam salat mereka (Tafsir Al-Wajiz, 43).

  1. Sunnah

Sunnah disebut juga nadab, tathawwu’, nafilah serta sebutan-sebutan lain yang maknanya adalah segala perbuatan yang dianjurkan dan diberi ganjaran pahala oleh Allah Swt. Adapun apabila perbuatan sunnah tidak dilaksanakan, maka tidak mendapat dosa. Contohya dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 79:

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا

Artinya: Dan pada sebahagian malam hari salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.

  1. Mubah

Mubah maksudnya adalah sesuatu yang ada padanya pilihan dari Allah Swt untuk boleh dilakukan atau tinggalkan, seperti makan, minum, tidur, serta lainnya (Mahmud Muhammad al-Thanthawi, Ushul al-Fiqh al-Islami, 47).

Ada beberapa firman Allah Swt yang menunjukkan hukum mubah. Salah satunya terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 187:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

Redaksi ayat di atas menunjukkan kebolehan melakukan sesuatu dengan redaksi “dihalalkan” di atas. Berdasarkan hal tersebut, maka seseorang boleh (mubah) menggauli istrinya di malam bulan Ramadhan (Badruddin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, 134).

Baca juga: Mengenal Corak Tafsir Fiqhi dan Kitab-kitabnya

  1. Makruh

Makruh yakni apa yang dituntut oleh Allah Swt untuk ditinggalkan, tetapi bukan termasuk kewajiban. Bisa juga diartikan sebagai segala sesuatu yang lebih utama ditinggalkan daripada dilakukan (Mahmud Muhammad al-Thanthawi, Ushul al-Fiqh al-Islami, 75).

Dalam Al-Quran maupun kitan-kitab tafsir, penulis belum menemukan secara rinci mengenai ayat yang mengandung hukum makruh, hanya saja pembahasan makruh lebih banyak dijelaskan dalam kajian-kajian fikih dan ushul fikih.

  1. Haram

Haram yaitu apa saja yang diperintahkan oleh Allah Swt untuk ditinggalkan. Perintah untuk meninggalan ini bersifat wajib (Mahmud Muhammad al-Thanthawi, Ushul al-Fiqh al-Islami, 72).

Dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang membahas tentang apa saja yang diharamkan bagi umat Islam. Salah satunya adalah keharaman meminum khamr, berjudi, dan mengundi nasib. Perintah untuk meninggalkan perbuatan tersebut terdapat dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 83:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Ayat di atas memberikan penjelasan tentang salah satu perbuatan yang disukai oleh setan, yaitu meminum khamr.

Ayat ini turun karena Sa’d bin Abi Waqash dan seorang laki-laki lain sedang meminum khamr dan mereka saling bertengkar. Berkat pengaruh khamr, Sa’d mengucapkan kata-kata tak pantas. Ia mengatakan; “Orang-orang Muhajirin lebih baik daripada orang Anshar,” Sekatika temannya memukulnya menggunakan kulit kepala unta dan menyakiti hidungnya, kemudian turunlah ayat ini membawa kepastian hukum haramnya khamr (Tafsir al-Wajiz, 124).

Demikian penjelasan singkat mengenai lima macam hukum taklifi dan beberapa contoh ayat Al-Quran yang mengandung kelima hukum tersebut.

Baca juga: Al-Baqarah Ayat 286: Allah Swt Tidak Akan Membebani Seseorang Melebihi Kemampuannya

Kholid Irfani
Kholid Irfani
Alumni jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...