Dalam rangkaian tulisan-tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada masa Nabi, telah terjadi proses transmisi wahyu dari penyampaian secara lisan menjadi tulisan. Proses penulisan wahyu yang dilakukan oleh sejumlah sahabat Nabi tersebut dalam beberapa sumber diperkirakan mencapai 23 naskah Al-Qur’an. Salah satu naskah yang akan dibahas dalam artikel ini adalah salinan Al-Qur’an dalam mushaf Ali ibn Abi Thalib.
Biografi Ali ibn Abi Thalib
Sahabat Nabi yang memiliki nama Ali ibn Abi Thalib ini dilahirkan oleh seorang ayah yang bernama Abu Thalib ibn Abdul Muththalib dan ibu yang bernama Fathimah bint Asad ibn Hasyim. Beliau dilahirkan pada 10 tahun sebelum pengutusan risalah kenabian Muhammad. Selain nama tersebut, beliau juga memiliki kunyah (nama panggilan) Abu al-Hasan, Abu Turab, dan Abu al-Sibthain. Selain itu beliau juga dikenal dengan sebutan Amir al-Mu’minin, Rabi’ al-Khulafa’ al-Rasyidin, dan Bab al-Ilm (pintunya ilmu).
Pada saat usia remaja, Ali ibn Abi Thalib dinikahkan oleh Nabi dengan putrinya yaitu Fathimah al-Zahra. Dari perkawinan tersebut Ali ibn Abi Thalib dikaruniai dua anak yaitu Hasan dan Husain. Selama hidupnya, Ali ibn Abi Thalib banyak berperan dalam pengembangan dakwah Islam. Hal ini dibuktikan dengan diangkatnya Ali sebagai khalifah keempat pengganti Utsman. Serta, beliau juga beberapa kali ikut berperang bersama Nabi, seperti ketika perang Badar, Khandaq, dan Khaibar.
Baca Juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (2): Mushaf Ubay ibn Ka’ab
Ali ibn Abi Thalib ini termasuk sahabat yang banyak mengetahui langsung terkait proses turunya Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan beliau sejak kecil telah banyak berinteraksi dengan Rasulullah, baik pada saat Nabi di Makkah maupun Madinah. Sehingga potensi Ali untuk menyerap ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an lebih besar dari pada sahabat lainya.
Diriwayatkan dari Ibn Abd al-Barr, bahwasanya Ali ibn Abi Thalib juga termasuk sahabat yang mengumpulkan Al-Qur’an pada masa Nabi. Bahkan, dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Ali ibn Abi Thalib adalah orang pertama dari kalangan sahabat yang mengumpulkan Al-Qur’an, berdasarkan perintah Nabi. Sehingga, tidak heran jika dalam sebuah riwayat, Ali ibn Abi Thalib berkata: “Wallahi, tidak ada ayat yang turun kecuali aku telah mengetahui berkenaan dengan apa ayat tersebut, dimana ayat tersebut diturunkan, dan untuk siapa ayat tersebut diturunkan”.
Tidak diketahui secara pasti kapan Ali ibn Abi Thalib mengumpulkan salinan Al-Qur’an dalam bentuk mushaf. Namun, dalam sebuah riwayat yang dikutip oleh al-Zanjani menyebutkan, tatkala Nabi wafat, Ali ibn Abi Thalib bersumpah untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Atas sumpah tersebut, Ali kemudian mengurung diri selama tiga hari untuk menulis Al-Qur’an secara kronologis berdasarkan hafalannya. Terdapat juga pendapat yang mengatakan jika proses pengumpulan mushaf Ali ibn Abi Thalib ini dilakukan selama enam bulan pasca Nabi wafat.
Ali ibn Abi Thalib wafat dalam keadaan syahid pada 17/19 Ramadhan 40 H, dimana saat itu usia beliau sudah mencapai 63 tahun. Beliau dibunuh ketika sedang shalat subuh oleh seorang khawarij yang bernama Abdurrahman ibn Muljam. Jenazah Ali ibn Abi Thalib dimakamkan di Dar al-Imarah, Kufah. Adapun menurut kaum syi’ah, beliau dimakamkan di Najaf, Irak.
Baca Juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (3): Mushaf Ibnu Mas’ud
Struktur Sistematika Mushaf Ali ibn Abi Thalib
Salah satu karakteristik mushaf Ali ibn Abi Thalib adalah terkait jumlah dan susunan surah yang berbeda dengan mushaf utsmani. Dalam kitab Tarikh al-Qur’an karya Abu Abdillah al-Zanjani, beliau menyebutkan bahwa jumlah surah dalam mushaf Ali ibn Abi Thalib terdapat sebanyak 109 surah. Jumlah keseluruhan surah tersebut terbagi dalam tujuh bagian juz, sebagaimana rincian dalam tabel berikut:
No. | Nama Surah | No. | Nama Surah | No. | Nama Surah |
Juz 1 | 38 | al-Mulk | 76 | al-Qalam | |
1 | al-Baqarah | 39 | al-Muddatstsir | 77 | Nuh |
2 | Yusuf | 40 | al-Ma’un | 76 | al-Mursalat |
3 | al-’Ankabut | 41 | al-Lahab | 77 | al-Dhuha |
4 | al-Rum | 42 | al-Ikhlash | 78 | al-Takatsur |
5 | Luqman | 43 | al-’Ashr | Juz 6 | |
6 | Fussilat | 44 | al-Qari’ah | 79 | al-A’raf |
7 | al-Dzariyat | 45 | al-Buruj | 80 | Ibrahim |
8 | al-Insan | 46 | al-Tin | 81 | al-Kahfi |
9 | al-Sajdah | 47 | al-Naml | 82 | al-Nur |
10 | al-Nazi’at | Juz 4 | 83 | Shad | |
11 | al-Takwir | 48 | al-Ma’idah | 84 | al-Zumar |
12 | al-Infithar | 49 | Yunus | 85 | al-Jatsiyah |
13 | al-Insyiqaq | 50 | Maryam | 86 | Muhammad |
14 | al-A’la | 51 | al-Syu’ara | 87 | al-Hadid |
15 | al-Bayyinah | 52 | al-Zukhruf | 88 | al-Muzzammil |
Juz 2 | 53 | al-Hujurat | 89 | al-Qiyamah | |
16 | Ali Imran | 54 | Qaf | 90 | al-Naba’ |
17 | Hud | 55 | al-Qamar | 91 | al-Ghasyiyah |
18 | Yusuf | 56 | al-Mumtahanah | 92 | al-Fajr |
19 | al-Hijr | 57 | al-Thariq | 93 | al-Lail |
20 | al-Ahzab | 58 | al-Balad | 94 | al-Nashr |
21 | al-Dukhan | 59 | al-Insyirah | Juz 7 | |
22 | al-Rahman | 60 | al-’Adiyat | 95 | al-Anfal |
23 | al-Haqqah | 61 | al-Kautsar | 96 | al-Taubah |
24 | al-Ma’arij | 62 | al-Kafirun | 97 | Thaha |
25 | ‘Abasa | Juz 5 | 98 | Fathir | |
26 | al-Syams | 64 | al-An’am | 99 | al-Shaffat |
27 | al-Qadr | 65 | al-Isra’ | 100 | al-Ahqaf |
28 | al-Zalzalah | 65 | al- Anbiya’ | 101 | al-Fath |
29 | al-Humazah | 66 | al-Furqan | 102 | al-Thur |
30 | al-Fil | 67 | al-Qashash | 103 | al-Najm |
31 | Quraisy | 68 | al-Mu’min | 104 | al-Shaff |
Juz 3 | 69 | al-Mujadilah | 105 | al-Taghabun | |
32 | al-Nisa’ | 70 | al-Hasyr | 106 | al-Thalaq |
33 | al-Nahl | 71 | al-Jumu’ah | 107 | al-Muthaffifin |
34 | al-Mu’minun | 72 | al-Munafiqun | 108 | al-Falaq |
35 | Yasin | 73 | al-Qalam | 109 | al-Nas |
36 | al-Syura | 74 | Nuh | ||
37 | al-Waqi’ah | 75 | al-Jinn |
Jika dilihat dalam tabel tersebut, dapat diketahui bahwa dalam mushaf Ali ibn Abi Thalib tidak mencantumkan lima surah, yaitu surah al-Fatihah [1], surah al-Ra’d [13], surah Saba’ [34], surah al-Tahrim [66], dan surah al-’Alaq [96]. Tidak diketahui secara pasti terkait alasan Ali ibn Abi Thalib tidak mencantumkan lima surah tersebut. Dapat dimungkinkan jika lima surah tersebut terlewat secara tidak sengaja dalam proses penulisan wahyu.
Baca Juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (4): Mushaf Ibnu Abbas
Karakteristik lain juga dapat ditemukan dalam perbedaan penggunaan kerangka redaksi ayat Al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud dalam karyanya al-Mashahif, menyebutkan bahwa terdapat perbedaan kerangka redaksi dalam Q.S. al-Baqarah [2] ayat 285. Jika dalam mushaf utsmani tertulis dengan redaksi demikian:
اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ
Maka dalam mushaf Ali ibn Abi Thalib redaksinya berbeda dan berubah menjadi seperti berikut:
اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ أُنْزِلَ إِلَيْهِ وَآمَنَ الْمُؤْمِنُوْنَ
Untuk lebih rincinya, Taufik Adnan Amal dalam karyanya Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan mendasar antara mushaf Ali ibn Abi Thalib dengan mushaf utsmani, yaitu: Pertama, perbedaan vokalisasi konsonan yang sama, semisal kata ghairi dibaca ghaira. Kedua, pemberian titik diakritis (i’jam) terhadap kerangka konsonantal yang sama ataupun yang berbeda, seperti titik jim dan nun dalam kata janafan diganti dengan dihapusnya titik jim dan ditambah dengan titik ya sehingga berubah menjadi haifan.
Ketiga, penyisipan kata atau sekelompok kata dalam sejumlah ayat, misalnya kata ihdina (Q.S. al-Fatihah [1]: 6) disisipi kata tsabbitna sehingga menjadi ihdina tsabbitna shirat al-mustaqim. Keempat, perbedaan kerangka konsonantal yang mengekspresikan sinonim kata-kata tertentu, semisal kata al-shadafaini (Q.S. al-Kahfi [18]: 96) diganti menjadi al-jabalaini. Serta, terkadang juga ditemukan susunan kata yang terbalik, seperti kata al-maut bi al-haqq (Q.S. Qaf [50]: 19) dibalik menjadi al-haqq bi al-maut. Wallahu A’lam