BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir IndonesiaMengenal Tafsir Jāmi’ al-Bayān Karya K.H. Muhammad bin Sulaiman

Mengenal Tafsir Jāmi’ al-Bayān Karya K.H. Muhammad bin Sulaiman

Sejauh ini, satu-satunya tafsir Alquran berbahasa Arab dari Solo yang ditulis utuh mulai surah Alfātiḥah hingga surah Annās adalah Tafsir Jāmi’ al-Bayān min Khulāṣah Suwar al-Qur’ān.

Tafsir ini dikarang oleh K.H. Muhammad bin Sulaiman (1911-1991), salah seorang santri Hadhratus Syekh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau adalah figur yang alim ‘allamah (sangat alim). Semasa hidupnya digunakan berkhidmah untuk Alquran dan berdakwah menebar kemanfaatan kepada sesama.

Tafsir Jāmi’ al-Bayān masuk dalam kriteria karya yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat awam. Sebab, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab fasih tanpa dibubuhi adanya terjemahan lokal. Namun, melalui penjelasan—ustaz/kiai pesantren—materi yang termaktub dalam tafsir ini tetap akan dapat tersampaikan dengan mudah ke berbagai lapisan masyarakat melalui halakah majelis taklim.

Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa teks yang tertuang dalam karya tafsir ini tidak lepas dari latar belakang intelektual pengarangnya, Kiai Muhammad. Selama dua tahun bermukim dan menimba ilmu di tanah suci, tidak heran jika kemudian Kiai Muhammad mahir berbahasa Arab. Itulah alasan mengapa Tafsir Jāmi’ al-Bayān ini disusun dengan menggunakan bahasa Arab.

Meski Tafsir Jāmi’ al-Bayān ditulis dengan menggunakan redaksi berbahasa Arab, materi yang dikemas di dalamnya disajikan secara ringkas dan padat. Penafsiran yang dilakukan berbentuk semacam kesimpulan atau poin-poin penting mengenai suatu ayat yang disusun dengan menggunakan penomoran.

Motivasi penulisan

Terdapat dua alasan mendasar mengapa Kiai Muhammad menulis Tafsir Jāmi’ al-Bayān. Pertama, sebagai pengingat atau bahan renungan bagi penulisnya sendiri. Kedua, sebagai sarana untuk mempermudah masyarakat umum dalam memahami makna yang terkandung di dalam Alquran tanpa harus belajar lama dan berpikir susah payah. Sebab, Kiai Muhammad telah mendesain penafsirannya seringkas mungkin agar dapat tersampaikan dengan cepat kepada pembaca (Jāmi’ al-Bayān, 1/1).

Alasan yang kedua itu sebetulnya dapat terbaca dari judul yang diberikan. Jāmi’ al-Bayān min Khulāṣah Suwar al-Qur’ān mempunyai makna yang mencerminkan isi di dalamnya. Makna dari judul itu adalah Kumpulan Penjelasan Dari Ringkasan Penafsiran Surah-Surah di dalam Alquran.

Baca juga: Background Sosial-Budaya Penulisan Tafsir di Nusantara Menurut Islah Gusmian

Sumber tafsir

Ringkasnya penafsiran yang diusung Kiai Muhammad pada hakikatnya adalah hasil resume dari beberapa kitab tafsir klasik yang representatif. Oleh karena itu, penulisan tafsir ini sesungguhnya merupakan kompilasi penafsiran dari kitab-kitab tafsir klasik yang disederhakan agar mudah dipahami pembaca. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari aspek metode penafsirannya, Tafsir Jāmi’ al-Bayān masuk ke dalam ranah “tafsir ijmali” atau tafsir global.

Ada sembilan kitab yang dijadikan referensi dalam penulisan Tafsir Jāmi’ al-Bayān, yakni: 1) Tafsīr al-Baiḍāwī; 2) Tafsīr al-Khāzin; 3) Tafsīr al-Nasafī; 4) Tanwīr al-Miqbās; 5) Tafsīr al-Jalālayn; 6) al-Futūḥat al-Ilāhiyyāt bi Tauḍīḥ Tafsīr al-Jalālayn; 7) Ḥāsyiyah al-Ṣāwī ’ ala Tafsīr al-Jalālayn; 8) Ḥāsyiyah Syekh Zādah ala Tafsīr al-Baiḍāwī; dan 9) Tafsīr Ibnu Katsīr. (Jāmi’ al-Bayān, 1: 1-2).

Sembilan kitab ini dirujuk dengan menyebutkan kode rujukan setelah menguraikan penafsiran suatu ayat. Semisal, setelah mengulas penafsiran ayat, Kiai Muhammad mencantumkan kode “۳”. Itu artinya beliau merujuk penafsiran dari kitab Tafsīr al-Nasafī.

Sistematika penulisan

Tafsir Jāmi’ al-Bayān ditulis menggunakan model sistematika muṣḥafī, yakni penulisannya disesuaikan dengan urutan ayat dan surah sebagaimana yang termaktub di dalam Alquran. Dimulai dari penafsiran Q.S. Alfatihah dan diakhiri dengan penafsiran Q.S. Annas.

Beberapa ayat dari berbagai surah yang menurut Kiai Muhammad masih satu pembahasan, dikumpulkan menjadi satu kelompok. Satu kelompok ada kalanya terdiri dari beberapa ayat dalam suatu surah ditafsirkan secara singkat dengan menyebutkan intisari dari kelompok ayat tersebut dengan memberikan penomoran 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya.

Kemudian di akhir penafsirannya kerap kali dibubuhi angka Arab dalam kurung yang menunjukkan pada sumber kitab yang dirujuk. Di samping itu, setiap poin penafsiran hampir selalu dimulai dengan kata “بيان/bayānun” (penjelasan/penafsiran) dan diakhiri kata “الله أعلم/Allah Maha Mengetahui”.

Penafsiran dalam Tafsir Jāmi’ al-Bayān cenderung bersifat tekstualis. Kiai Muhammad tidak menafsirkan ayat secara kontekstual dengan mengaitkan ayat-ayat Alquran dengan problem sosial kemasyarakatan atau dimensi lain yang bernuansa kekinian. Demikian adalah sebagian cerminan dari karakteristik yang terdapat pada Tafsir Jāmi’ al-Bayān karya K.H. Muhammad bin Sulaiman. Wallahua’lam [ ].

Baca juga: Mengenal Tafsir Al-Quran Pathok Nagari Karya KH. Ali As’ad

Moch Arifin
Moch Arifin
Alumni Pascasarjana UIN Walisongo Semarang dan PP. Nurul Anwar Sarang; penulis buku 10 Tema Fenomenal dalam Ilmu Alquran. Minat kajian pada literatur tafsir Alquran di Nusantara.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...