Sampai saat ini, kajian terhadap Al-Quran masih tetap eksis dan terus berkembang. Kehadiran Al-Quran dalam kajian ilmu pengetahuan tidak hanya menjadi objek penelitian sarjana muslim (insider) saja, tetapi juga menarik minat para sarjana non-muslim (outsider). Beragamnya subjek dan latar belakang peneliti tersebut melahirkan berbagai metode dan sudut pandang terhadap Al-Quran. Salah satu sarjana non-muslim yang ikut berkontribusi dalam perkembangan kajian Al-Quran adalah Toshihiko Izutsu.
Biografi Intelektual Toshihiko Izutsu
Pengkaji Al-Quran kontemporer yang bernama Toshihiko Izutsu ini lahir pada 4 Mei 1914, di Tokyo, Jepang. Izutsu berasal dari lingkungan keluarga pengamal ajaran Zen Buddhisme. Pengalamannya dalam praktik ajaran Zen tersebut di kemudian hari menjadi salah satu faktor yang memengaruhi cara berpikir Izutsu terhadap filsafat dan mistisisme. Sehingga bisa dikatakan bahwa latar belakang keluarganya tersebut turut serta membentuk kerangka berpikir Toshihiko Izutsu.
Baca Juga: Introducing English Semantics: Teori Semantika Al-Quran Ala Charles W. Kreidler
Toshihiko Izutsu memulai jenjang pendidikan tingginya di Keio University, Tokyo. Pada awalnya, Ia mengambil spesialisasi di bidang ekonomi. Namun, tak lama kemudian ia harus pindah jurusan ke bidang English Literature. Perpindahan tersebut terjadi karena ia ingin diajar oleh Profesor Junzaburo Nishiwaki. Pada tahun 1937, Setelah lulus sarjana, Izutsu mulai aktif mengabdi sebagai asisten research, dan pada tahun-tahun berikutnya ia menjadi dosen di kampus tersebut.
Pada tahun 1954, berkat kecerdasan intelektual yang dimiliki Izutsu, ia memperoleh gelar Profesor Madya dari Keio University. Sebagai seorang intelektual kelas dunia, Toshihiko Izutsu menguasai lebih dari tiga puluh bahasa asing, mulai dari bahasa Arab, Inggris, Rusia, Yunani, Persia, Sansekerta dan banyak bahasa lainya.
Dalam kaitanya dengan studi Islam, Ismail Albayrak dalam tulisanya yang berjudul The Reception of Toshihiko Izutsu’s Qur’anic Studies in the Muslim World: With Special Reference to Turkish Qur’anic Scholarship, menjelaskan bahwa ketertarikanya terhadap Islam dimulai ketika ia masih di bangku sekolah menengah atas. Pada saat itu, ia sering mengunjungi masjid dan Turkish Islamic Centre di Tokyo. Sehinga mengakibatkan ia tertarik untuk belajar bahasa Arab dan Turki.
Salah satu mentor utama Izutsu dalam belajar studi Islam adalah seorang sarjana muslim reformis yang bernama Musa Carullah Bigiyef. Bersama dengan mentornya tersebut, Izutsu mempelajari al-Kitab karangan Imam Syibawaih, Shahih Muslim, dan beberapa teks Arab klasik beserta syair-syair jahiliyah. Berkat kemampuannya terhadap bahasa Arab tersebut, menjadikan ia sebagai dekan fakultas Arabic Studies di Keio University. Selain itu, ia juga berhasil menerjemahkan Al-Quran dari bahasa Arab ke bahasa Jepang pada tahun 1958.
Pada tahun 1959-1961, Toshihiko Izutsu menetap di Mesir dan Lebanon. Selama di tempat tersebut, Izutsu bertemu dengan banyak sarjana muslim, mulai dari Rasyid Ridha, Ibrahim Madkhur, Ahmad Fu’ad Akhwani dan Muhammad Kamil Husain. Kemudian, pada tahun 1962-1968, Toshihiko Izutsu diminta oleh Wilfred Cantwell Smith selaku direktur kajian Islam di Universitas McGill Montreal Canada, agar berkenan menjadi profesor tamu di kampus tersebut.
Baca Juga: Studi Al-Quran di Barat, Antara Iman dan Objektifitas Akademik
Setelah mengajar di McGill, Izutsu beralih menjadi pengajar di Imperial Iranian Academy of Philosophy Teheran, dengan dua durasi waktu mengajar yang sama yaitu dua tahun (1975-1979). Perpindahan dari Amerika ke Iran tersebut dilakukan atas undangan dan permintaan dari kolega Izutsu yaitu Sayyed Hosein Nasr. Selama di Iran tersebut, Izutsu juga menemui beberapa intelektual kelas dunia, seperti Henry Corbin, James Morris, Mohammed Arkoun, dan Sayyid Jalaluddin Ashtiyani.
Selain aktif menjadi pengajar di beberapa kampus dunia, Toshihiko Izutsu juga aktif di beberapa lembaga kajian ilmiah, seperti Nihon Gakushiin atau The Japan Academy (1983), Institut International de Philosophy (Paris, 1971), Academy of Arabic Language (Mesir, 1960), Eranos Lecturer on Oriental Philosophy (Switzerland, 1967-1982).
Toshihiko Izutsu meninggal pada 7 Januari 1994 di Kamakura, Jepang. Ia meninggal ketika usianya telah mencapai 79 tahun. Selama hidupnya, Izutsu telah banyak memberikan kontribusi ilmiah dalam perkembangan keilmuan di Barat maupun Timur. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari banyaknya karya tulisan yang dihasilkan oleh Izutsu yang meliputi berbagai cabang keilmuan.
Baca Juga: Kajian Semantik: Makna Kata Jannah dalam Al-Qur’an
Karya-karya Tulis Toshihiko Izutsu
Toshihiko Izutsu dikenal dengan penulis dan peneliti yang sangat produktif. Hal ini dikarenakan bidang penelitian Izutsu yang memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi filsafat Yunani kuno, filsafat Barat, filsafat Yahudi, filsafat India, filsafat Zen, pemikiran Konfusianisme, Taoisme, dan mistisime Islam Arab-Persia. Oleh karena itu, tidak heran jika ia menghasilkan banyak karya tulisan, baik buku maupun artikel ilmiah.
Aksin Wijaya dalam karyanya Menalar Autentisitas Wahyu Tuhan, menyebut Toshihiko Izutsu sebagai seorang pemikir keislaman kontemporer yang konsisten menggunakan analisis linguistik struktural terhadap Al-Quran. Beberapa karya tulisan Izutsu tentang qur’anic studies antara lain adalah:
- Ethical Theory of Zamakhsyari (1940)
- Revelation and Reason in Islam (1944)
- Revelation as a Linguistic Concept in Islam (1954)
- Muhammad and the Koran (1957)
- Koran and the Arabians Nights (1958)
- God and Man in the Koran: Semantics of the Koranis Weltanschauung (1964)
- The Concept Belief in Islamic Philosophy: A Semantic Analysis of Iman and Islam (1966)
- Ethico-religious Concept in the Qur’an (1966)
- The Structure of the Ethical Terms in the Koran (1972)
- Reading the Qur’an (1983)
Beberapa karya tersebut sering sekali dijadikan sumber referensi oleh kebanyakan intelektual muslim, khususnya dalam bidang semantik Al-Quran dan pengembangannya. Wallahu A’lam