BerandaKhazanah Al-QuranMenggali Hikmah dari Munasabah Surah Muawwidzatain

Menggali Hikmah dari Munasabah Surah Muawwidzatain

Satu dari keistimewaan Al-Qur’an adalah keterkaitan ayatnya satu sama lain. Keterkaitan ini serupa anyaman benang yang saling mengikat dan tak terpisahkan. Dalam kajian ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, tema ini dikenal dengan “al-munāsabah”.

Kajian munāsabah ini membahas bagaimana keserasian antar ayat atau surah di dalam Al-Qur’an. Satu dari sekian mufasir yang mengkaji tema ini adalah M. Quraish Shihab. Hal ini bisa dilihat dari judul kecil kitabnya, yaitu “Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.”

Keserasian dalam Al-Qur’an mengabarkan kepada kita dua hal penting. Pertama, keutuhan Al-Qur’an. artinya, Al-Qur’an merupakan satu kesatuan, antar ayat saling menjelaskan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Sehingga, memahaminya tidak boleh secara parsial, namun harus melihat rangkaian ayat secara komprehensif. Dengan begitu, pemahaman yang diperoleh dari Al-Qur’an menjadi “komplit” dan tidak sepotong.

Adapun yang kedua, keagungannya sebaga wahyu yang datang dari Allah tanpa perubahan (tahrīf). Dengan kata lain, Al-Qur’an merupakan jelmaan dari ilmu Allah Yang Maha Benar. Oleh sebab itu, tidak ada pertentangan sedikit pun di dalam Al-Qur’an.

Baca Juga: Inilah 3 Keutamaan Surah Al-Muawwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas)

Surah Muawwidzatain

Nah, artikel ini akan membahas keterkaitan antar dua surah; surah Al-Falaq dan surah An-Nās. Mengapa? Karena, kedua surah ini memiliki keterkaitan dari sisi kalimat pembukanya dan dari sisi kandungannya.

Dari sisi kalimat pembukanya, kedua surah ini di awali dengan perintah untuk memohon perlindungan. Redaksi itu berbunyi qul a’ūdzu, yang artinya “katakanlah aku berlindung”. Oleh karena itu, kedua surah ini sering disebut dengan surah muawwidzatain. Yakni, dua surah yang menuntun pembacanya kepada tempat perlindungan. (Tafsir Al-Misbah)

Sebagian ulama menyebut surah Al-Falaq dengan surah al-Mu’awwidzah al-Ulā (yang pertama), sedangkan surah An-Nās sebagai surah al-Mu’awwidzah ath-Thāniyah (yang kedua). Adapun menurut Al-Qurthubi, kedua surah ini juga disebut sebagai al-Muqasyqisyatain, yaitu dua surah yang membebaskan manusia dari kemunafikan. (Tafsir Al-Qurthūbī)

Adapun dari sisi kandungan, kedua surah ini mengajarkan kita untuk berlindung hanya kepada Allah dari segala bentuk kejahatan. Jika demikian, lalu apa perbedaan keduanya? Mari lanjut membaca!

Baca Juga: Agar Terhindar dari Kejahatan? Baca Surah Muawwidzatain

Berlindung Kepada Allah

Kedua surah ini sama-sama mengajarkan kita untuk berlindung kepada Allah. Namun, apabila kita perhatikan, maka penyebutan Allah sebagai Tuhan (yang dimintai perlindungan) di kedua surah ini berbeda dalam jumlahnya.

Perhatikan kedua redaksi surah berikut ini:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

Artinya: “Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai Subuh.”

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلٰهِ النَّاسِ

Artinya: “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja dan penguasa manusia. Sembahan manusia.”

Pada surah Al-Falaq, kita hanya berlindung kepada satu Tuhan. Yaitu, Tuhan yang menguasai subuh (rabb al-Falaq). Sementara, di dalam surah An-Nās, ada tiga nama Tuhan yang dimintai perlindungan. Pertama, Tuhan (Pemelihara) manusia. Kedua, Raja dan penguasa manusia, dan yang ketiga, sesembahan manusia. (Tafsir Al-Kabīr)

Perbedaan penyebutan jumlah sebutan Tuhan dalam kedua surah ini akan menjadi menarik apabila kita kaitkan dengan redaksi selanjutnya. Yaitu yang berkaitan dengan keburukan yang kita mintai untuk dihindarkan.

Baca Juga: Sihir itu Nyata ataukah Hayalan? Inilah Tafsir Ayat tentang Sihir

Dua Macam Keburukan

Redaksi selanjutnya berkaitan dengan ragam keburukan. Setelah mengamati perbedaan dalam penyebutan Tuhan, selanjutnya ada perbedaan dalam ragam keburukan. Dua ragam keburukan itu adalah keburukan dari luar dan keburukan dari dalam diri manusia.

Dalam surah Al-Falaq keburukan yang disebutkan adalah keburukan yang berasal dari luar diri manusia. Seperti, keburukan yang diciptakan, keburukan wanita yang menyihir dan keburukan orang yang mendengki. Artinya, model keburukan ini berasal dari luar diri dan sifatnya lebih nyata.

Sementara dalam surah An-Nās, kita meminta untuk dihindarkan dari segala keburukan yang berasal dari dalam diri manusia. Yaitu, keburukan bisikkan setan yang tersembunyi dan keburukan bisikkan ke dalam dada manusia. Artinya, keburukan ini lebih halus, lembut dan sangat dekat dengan diri manusia. (Tafsir Asy-Sya’rawī)

Dua model keburukan inilah yang membedakan kedua surah ini. Selain memiliki kesesuaian, kedua surah ini juga memiliki perbedaan yang memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Selanjutnya akan kita uraikan hikmah tersebut.

Hikmah Surah Muawwidzatain

Setelah memahami kesesuain dan perbedaan kedua surah ini, ada beberapa hikmah dan pelajaran berharga yang dapat kita ambil. Hikmah dari kedua surah ini dapat diraih dengan memperhatikan keserasian dan perbedaan dari kandungan keduanya. Hikmah yang menarik adalah bahwa perlindungan diri hanya kepada Allah adalah keniscayaan bagi kita yang lemah. Segala keburukan, baik yang lembut dan nyata harus dimohonkan kepada Allah Yang Maha Melindungi hamba-Nya.

Dan yang menarik adalah keburukan yang halus, yang berasal dari dalam diri manusia lebih besar dan kuat dibandingkan dengan keburukan yang berasal dari luar diri. Oleh karena itu, surah Al-Falaq hanya menyebut satu bentuk Tuhan (rabb Al-Falaq), sementara surah An-Nās, menyebutkan tiga bentuk Tuhan. Dengan kata lain, kita perlu mewaspadai segala keburukan yang lembut. Karena keburukan ini begitu tersembunyi dan tidak disadari. Sementara, keburukan dari luar diri juga tetap perlu kita waspadai dengan sigap.

Alhasil, melalui hikmah ini semoga kita terus dapat berlindung dari segala keburukan. Khususnya keburukan yang sangat lembut dan tersembunyi. Dengan begitu, kita dapat menjadi hamba yang terus terhubung dengan perlindungan Allah dalam segala keadaan dalam hidup kita. Wallahu’alam bishawab.

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

penamaan surah Alquran

Penamaan Surah Alquran: Proses Penamaan Nonarbitrer

0
Penamaan merupakan proses yang selalu terjadi dalam masyarakat. Dalam buku berjudul “Names in focus: an introduction to Finnish onomastics” Sjöblom dkk (2012) menegaskan, nama...