BerandaKisah Al QuranMengulik Makna Silaturahim dan Manfaatnya

Mengulik Makna Silaturahim dan Manfaatnya

Saat menelusuri sebuah jalan di kota Jakarta, saya melihat poster yang bertuliskan “Tetap menjalin silaturahmi di masa pandemi! Tetap menjaga protokol kesehatan”. Di sini, saya menggaris bawahi kata “silaturahmi” yang sering dipakai  hampir seluruh masyarakat Indonesia dalam ajang mengikat persaudaraan.

Sebenarnya, istilah silaturahmi diambil dari bahasa Arab yaitu Silaturahim. Tidak ada istilah silaturahmi dalam bahasa Arab. Namun keduanya melahirkan makna yang sama, keharmonisan (kasih sayang). Istilah yang mana  yang seharusnya tepat untuk digunakan? Lantas, mengapa silaturahim digambarkan dengan rasa kasih sayang (Ruhama)?

Pandangan Ulama tentang Silaturahim

Silaturahim merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata shilah dan rahim. Shilah diambil dari kata washala yang diartikan sebagai menghimpun sesuatu dengan sesuatu yang lainnya sehingga ia bisa mengikatnya. Selanjutnya, kata rahim, ia memiliki makna yang luas. Mayoritas pakar bahasa Arab mengatakan bahwa rahim memiliki makna peranakan. Namun, disisi lain, kata rahim diartikan sebagai kasih sayang atau kelembutan.

Selanjutnya, dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah silaturahmi dinilai sebagai persaudaraan atau persahabatan. Istilah persaudaraan selalu identik dengan sifat kasih sayang dan  menjaga keharmonisan antara lingkungannya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa keduanya ada persamaan makna, dan boleh untuk digunakan. Perbedaannya hanya terletak dalam susunan akhir kata dan sama sekali tidak merusak makna yang ada.

Quraish Shihab dalam Kosakata Keagamaan, memberikan komentar khusus untuk para pakar bahasa Arab mengenai makna rahim. Perbedaan makna rahim di atas kiranya tidak perlu  diperebatkan.  Menurutnya, sesuatu yang paling dirahmati atau dikasihi oleh makhluk tiada lain ialah apa yang keluar dari rahim atau peranakannya. Oleh sebab itu, ia dinamakan sebagai rahim yaitu memiliki rasa kasih sayang.

Baca juga: Tafsir Surat Ali Imran 31: Cara Mempererat Hubungan Suami-Istri

 Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad saw yang menggambarkan kata rahim. Hadis tersebut bisa ditemukan dalam kitab al-Jami al-Shahih al-Bukhari, yang ditulis oleh Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, ia menuliskannya dalam bab Man Washala Washalahu Ila Allah. Hadis tersebut berbunyi:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي مُزَرِّدٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الرَّحِمُ شِجْنَةٌ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُهُ

“Menceritakan kepada kami Said bin Abi Maryam, Sulaiman bin Bilal, ia berkata menceritakan kepadaku Muawiyah bin Abi Muzarrid, dari Yazid bin Ruman dari Urwah dari Aisyah Radiyallahu ‘Anha (istri Nabi Muhammad Saw) Nabi Muhammad Saw bersabda : (kasih sayang itu seperti akar tumbuhan yang saling berkait. Barang siapa yang menyambungkan (tali persaudaraannya)  maka telah aku sambungkan, jika ia memutuskannya, maka sungguh aku telah memutuskannya.” (HR.Bukhari)

Imam al-Bukhari memberikan ulasan yang lebar tentang ini. Beliau mengkategorikan hadis ini dalam bab Man Washala Washalahu Ila Allah, karena memang sangat berkaitan dengan Allah swt. Hal yang perlu digaris bawahi disini ialah kata syijnah. Ia diartikan sebagai akar yang saling berkait dan terkait pada sesuatu yang Mahakuat, yakni kepada Allah yang memiliki sifat rahman.

Jika ada seseorang yang memutuskan salah satu akar yang paling kecil atau pendek, bahkan halus sekalipun, maka ia telah memutuskan hubungannya dengan seluruh kaitan akar halus itu. Sedangkan, jika ia memutuskan tali hubungan kasihnya dengan Allah swt, maka Allah pun akan memutus hubungan dengannya. Dari teks hadis yang telah dipaparkan dapat kita pahami bagaimana Rasulullah Saw menekankan untuk bersilaturahim kepada sesama manusia seperti yang telah diungkap diatas.

Baca juga: Nasihat-Nasihat Luqman al-Hakim Kepada Anaknya dalam Al Quran

Bersilaturahim: Mewujudkan Keharmonisan Agama

Quraish Shihab mengungkapkan bahwa silaturahim memiliki beberapa tingkatan sesuai dengan objek, kondisi, ataupun situasi yang dihadapi. Ia melanjutkan bahwa jika silaturahim hanya difahami dengan makna yang sempit, yakni menjalani hubungan harmonis antara keluarga, ini telah membawa dampak yang besar bagi seluruh masyarakat. Masyarakat terdiri dari beberapa kumpulan keluarga kecil.

Dengan itu, keluarga kecil akan berkaitan dengan keluarga besar, dan seterusnya. Jika terjadi hungan harmonis antar keluarga, maka ia akan terus merambat kepada keluarga yang lainnya sehingga ia akan mewujudkan masyarakat harmonis tentunya didambakan oleh agama yaitu ruhamau baynahum.

Hal ini terdapat dalam Q.S. al-Fath [48]: 29,

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridlaanNya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah siifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat, dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus diatas batangnya. Tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya karena Allah menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang orang beriman dan mengerjakan kebaikan diantara mereka, ampunan dan pahala yang besar.”

Baca juga: Parenting Demokratis ala Nabi Ibrahim dalam Surat As-Saffat Ayat 102

Imam al-Qurthubi (1214-1273M) mengklasifikasikan kata rahim menjadi dua macam, umum dan khusus. Pertama, rahim yang bersifat umum ialah kedekatan yang dijalin oleh persamaan agama. Kedua, kedekatan yang dijalin oleh persamaan garis keturunan. Kendati demikian, makna rahim yang pertama mengundang kepada semua manusia untuk memiliki kasih sayang, saling menasihati, saling berkunjung, bersifat adil, dan melaksanakan kewajiban agama yang telah dilakukan kepada mereka.

Makna yang kedua, ia dituntut untuk saling memberi bantuan atau nafkah. Menurut Imam al-Qurthubi, selain memiliki simpati untuk memberi bantuan kepada mereka, hendaklah ringan memaafkan kesalahan mereka. Imam al-Qurthubi melanjutkan kembali, jika yang dimaksud dengan rahim itu ialah kasih sayang, tentunya ia tidak terbatas oleh pihak manapun. Menurutnya, perilaku kasih sayang ini perlu mengundang adanya upaya menyebarluaskan rahmat terhadap siapapun yang ada di persada bumi ini. Wallohu al-Muwaffiq Ila Maa Yuhib Wa Yardha

Rifa Tsamrotus Saadah
Rifa Tsamrotus Saadah
Aktif kajian islamic studies, alumni Uin Syarif Hidayatullah Jakarta dan pernah mengenyam kajian seputar Hadis di Darussunah International Institute For Hadith Sciences.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...