Secara umum, tadarusan biasa diartikan dengan membaca Al-Quran secara bergiliran yang melibatkan dua pihak (pembaca dan penyimak) dengan mengeraskan suara. Untuk masyarakat sekarang, praktik tadarus Al-Quran sudah tidak asing lagi bagi kita, hal tersebut sudah menjamur di desa-desa, terutama di daerah yang dikenal dengan nuansa pesantrennya. Namun, adakah tradisi ini bersambung hingga Nabi? ataukah memang tradisi ini baru ada setelah Nabi?
Kegiatan berkumpul dalam rangka tadarusan ini merupakan tradisi yang bagus dan mulia. Tradisi ini perlu dijaga dan dilestarikan. Sebab, adanya tradisi ini bisa memperkenalkan Al-Quran kepada masyarakat luas. Terlebih lagi bagi orang yang jarang membacanya. Kegiatan ini biasa dilakukan ketika ada hajatan, dan hampir terdengar setiap hari ketika sudah memasuki bulan Ramadhan.
Baca Juga: Inilah Keutamaan Membaca Al-Quran dengan Tartil
Tadarus Al-Quran dalam referensi teologis
Sebenarnya, tradisi tadarus Al-Quran yang diselenggarakan masyarakat saat ini bukanlah tradisi yang baru. Pada zaman Rasulullah saw dan sahabat, tradisi ini sudah berlangsung. Bahkan, majelis khatmil Qur’an biasa dijadikan sebagai sarana dakwah. Mereka mengisinya dengan doa, wejangan dan nasihat agama.
Imam An-Nawawi, dalam kitabnya, at-Tibyan fi adab hamalat Al-Quran menjelaskannya dalam bab al-idarah bi al-Qur’an (membaca Al-Quran sambung menyambung secara bergantian). Di kitabnya ini ia mendeskripsikan tadarus Al-Quran meski tidak mengistilahkannya dengan sebutan tersebut.
“Yaitu sejumlah orang berkumpul, sebagian dari mereka membaca sepuluh ayat, kemudian diam (menyimak) dan yang lain meneruskan pembacaan, kemudian (ganti) yang lain membaca. Ini adalah boleh dan baik. Imam Malik RA. telah ditanya (perihal tersebut) dan beliau menjawab: ”Tidak ada masalah dengan hal seperti ini” Begitulah Imam An-Nawawi menjelaskan perihal kebaikan dalam tadarusan ini.
Baca Juga: Riwayat Hadis Tentang Perumpamaan Orang yang Membaca Al-Quran
Jika ditelusuri dalam Al-Quran, tradisi tadarus Al-Quran semacam ini terinspirasi dari firman Allah SWT surah Al-A’raf: 204. Semangat membaca dan menyimak Al-Quran (ketika dibaca) dalam ayat ini erat kaitannya dengan kegiatan tadarusan.
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿ ٢٠٤
Artinya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Q. S. Al-A’raf : 204)
Sejalan dengan firman Allah SWT tersebut, Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan dalam hadisnya sebagai berikut:
ﻗَﺎﻝَ اﺑْﻦُ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ “ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﺟْﻮَﺩَ اﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺃَﺟْﻮَﺩَ ﻣَﺎ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﻓِﻲ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣِﻴﻦَ ﻳَﻠْﻘَﺎﻩُ ﺟِﺒْﺮِﻳﻞُ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺟِﺒْﺮِﻳﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ اﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻳَﻠْﻘَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻓَﻴُﺪَاﺭِﺳُﻪُ اﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻓَﻠَﺮَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺣِﻴﻦَ ﻳَﻠْﻘَﺎﻩُ ﺟِﺒْﺮِﻳﻞُ ﺃَﺟْﻮَﺩُ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻣِﻦْ اﻟﺮِّﻳﺢِ اﻟْﻤُﺮْﺳَﻠَﺔِ “ ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ
Artinya : “Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah Saw. adalah paling dermawannya manusia. Kedermawanan beliau paling terlihat ketika Ramadhan saat didatangi oleh Jibril. Ia datang kepada Nabi tiap malam di bulan Ramadhan, kemudian Jibril membacakan (mudarasah) Al-Quran kepada Nabi. Sungguh kedermawanan Nabi dengan kebaikan seperti angin yang berhembus” (HR. Al-Bukhari)
Apa maksud mudarasah dalam hadis diatas? (lagi-lagi) Imam An-Nawawi, ahli hadis dan ahli Fikih Syafiiyah dalam kitabnya yang lain, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa Ulama Syafi’iyah menganjurkan memperbanyak membaca dan mudarasah Al-Quran di bulan Ramadhan, yaitu seseorang membaca Al-Quran kepada orang lain dan orang lain tersebut membacakan Al-Quran untuknya.
Baca Juga: Mengaplikasikan Metode Tadabbur Saat Membaca Al-Quran dan Langkah-Langkahnya
Gambaran mudarasah dari An-Nawawi ini sangat dekat dengan tradisi tadarus Al-Quran. Saat tadarusan seseorang membaca Al-Quran sekian ayat sementara yang lain mendengarkan dan menyimaknya, setelah itu bergantian seorang yang lain yang membacakan dan yang lainnya juga mendengarkan, begitu seterusnya secara bergantian.
Tadarus Al-Quran, terlebih di bulan Ramadhan merupakan salah satu media menghidupkan bulan Ramadhan, bulan yang mulia dan penuh ampunan, banyak keutamaan dan pahala di bulan tersebut. Sementara dari segi sosial, tadarusan dapat mempererat silaturahim masyarakat. Tentu ini adalah hal baik yang sudah semestinya kita teruskan.
Selain itu, para peserta tadarusan akan dibangga-banggakan Allah SWT kelak di kalangan penduduk langit. Biasanya, setelah tadarusan, hati kita merasakan ketenangan dan ketentraman. Bisa jadi, ketentraman dan kedamaian yang dirasakan ini hasil hembusan yang ditiupkan para malaikat ke dalam hati-hati kita. Wallahu A’lam