Menilik Asal Mula dan Proses Berkembangnya Kajian Al-Quran di Indonesia (3)

manuskrip tafsir alquran di nusantara

Sejak awal abad ke-20, baru muncul tafsir Indonesia modern yang ditulis oleh Mahmud Yunus dalam karya tafsirnya yang diberi nama Tafsir Qur’an Karim. Ada tiga elemen modern yang diperkenalkannya sebagai pola baru yang memberi ciri bagi penulisan karya tafsir Indonesia modern, yaitu pemakaian huruf Latin menggantikan huruf Arab-Melayu, gaya penulisan model karya tafsir yang ringkas, serta elemen-elemen modernitas dengan memunculkan kecenderungan penafsiran yang bercorak ilmiah.

Kemudian, diikuti oleh penulis tafsir sesudahnya di antaranya, A. Hasan, T.M Hasbi Ash-Shiddiqy, Hamka, Jaluludin Rahmat, Quraish Shihab dan yang lainnya. Bahkan di abad ke-20 M mulai bermunculan karya-karya tafsir sosial, yang secara kondisional memberikan kritik sosial, politik dan kemanusiaan.

Dan, semenjak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, sejumlah terjemahan Alquran sudah dalam bentuk juz per-juz, bahkan seluruh isi Alquran mulai bermunculan. Kondisi penerjemahan Alquran semakin kondusif setelah terjadinya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang menyatakan bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Tafsir al-Furqan misalnya adalah tafsir pertama yang diterbitkan pada tahun 1928. Dalam kisaran awal tahun abad 20 hingga 1960, beberapa tafsir yang sudah dihasilkan sebagai berikut:

  1. Muhammad Nur Idris, Tafsir Alquranul Karim, Surat al-Fatihah, Jakarta: Widjaja, 1955. Corak pembahasan surat tertentu.
  2. Bahri, Rahasia Ulumul Quran/ Tafsir Surat al-Fatihah. Jakarta: Institute Indonesia, 1956. Corak pembahasan surat tertentu.
  3. Bahroem Rangkuti, Kandungan al-Fatihah. Jakarta: Pustaka Islam, 1960. Corak pembahasan surat tertentu.
  4. Hasri, Tafsir Surat al-Fatihah. Cirebon: Toko Mesir, 1969. Corak pembahasan surat tertentu.
  5. Hamka, Al-Burhan: Tafsir Juz ‘Amma. Padang: al-Munir, 1922. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  6. Hasan, Al-Hidayah Tafsir Juz ‘Amma. Bandung: al-Ma’arif, 1930. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  7. Adnan Yahya Lubis, Tafsir Djuz ‘Amma. Medan: Islamiyah, 1954. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  8. Zuber Usman, Tafsir al-Qur’anul Karim; Djuz ‘Amma. Jakarta: Wijaya, 1955. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  9. Iskandar Idris, Tafsir Juz ‘Amma dalam Bahasa Indonesia. Bandung: al-Ma’arif, 1958. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  10. Mustafa Baisa, Tafsir Djuz ‘Amma. Surabaya: Usaha Keluarga, 1960. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  11. Said, Tafsir Djuz ‘Amma dalam Bahasa Indonesia. Bandung: al-Ma’rif, 1960. Corak pembahasan Juz ‘Amma.
  12. Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim. Jakarta: Pustaka Mamudiya, 1957. Corak pembahasan Tafsir Alquran 30 Juz lengkap.
  13. Bisri Mustafa, Tafsir al-Ibriz. Rembang, 1960. Corak pembahasan Tafsir Alquran 30 Juz lengkap.
  14. Ahmad Hassan, Al-Furqan: Tafsir al-Qur’an. Jakarta: Timtamas, 1962. Corak pembahasan Tafsir Alquran 30 Juz lengkap.
  15. A. Halim Hassan, H. Zainal Arifin Abbas, Abdurrahman Haitami, Tafsir al-Qur’an al-Karim. Medan: Firma Islamiyah, 1956, Ed. 9. Corak pembahasan Tafsir Alquran 30 Juz lengkap.
  16. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir al-Qur’an. Jakarta: Wijaya, 1959. Corak pembahasan Tafsir Alquran 30 Juz lengkap.
  17. M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan. Bandung: al-Ma’arif, 1966. Corak pembahasan Tafsir Alquran 30 Juz lengkap.

Dalam kurun waktu awal abad ke-20 hingga 1960, sudah cukup banyak karya tafsir yang dihasilkan oleh para ulama atau pun para pengkaji Alquran. Hal ini menandakan bahwa geliat tafsir Indonesia di era klasik ini sudah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Bermula pada tafsiran surat-surat tertentu, juz 30, hingga lengkap 30 juz Alquran.

Di samping itu, juga tidak sedikit ditemukan bahasa penyampaiannya menggunakan bahasa lokal, semisal bahasa Jawa, Melayu, Sunda, ataupun Bugis. Hal ini tidak lain adalah salah satu bentuk perhatian dari pada Ulamanya, agar tafsiran tersebut bisa dengan mudah dipahami oleh masyarakat secara awam.

Karena memang masih tergolong awal, tentu karya-karya yang dihasilkan masih sederhana, jika dipandang dari segi metode, corak maupun bentuk tafsirnya. Sekalipun demikian, hal ini tetap dipandang sebagai ‘gerakan’ yang luar biasa dalam dunia tafsir.