Beberapa tahun terakhir hadir sebuah tren baru di kalangan selebriti dan influencer, yakni fenomena “meratukan istri”. Fenomena ini merujuk pada perlakuan suami terhadap istinya dengan memberikan banyak kasih sayang dan perhatian. Sekilas tren ini nampak positif, tetapi sering dikaitkan dengan gaya hidup yang mewah dan perlakuan istimewa yang berlebihan kepada istri.
Gaya hidup ini hadir sebagai bentuk perhatian suami yang ingin memperlakukan istrinya layaknya seorang “ratu” dengan memberinya hadiah-hadiah mahal dan mewah. Tren ini akhirnya menimbulkan pertanyaan: Apakah gaya hidup seperti ini selaras dengan ajaran Islam, atau justru gaya hidup ini mendekati hedonisme yang bertentangan dalam Islam?
Kedudukan Istri dalam Perspektif Islam
Islam telah memberikan kedudukan yang sangat mulia bagi seorang istri. Seorang suami diwajibkan untuk memperlakukan istrinya dengan penghormatan, keadilan, dan penuh kasih sayang. Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (H.R. At-Tirmidzi). Akan tetapi, sebuah bentuk penghormatan kepada istri tidak selalu dapat direalisasikan dalam hal kemewahan serta materi semata.
Islam datang untuk memuliakan kaum wanita yang sebelumnya dipandang hina. Alquran telah mengangkat derajat kaum wanita, termasuk istri agar diberikan penghormatan, perhatian, dan rasa kasih sayang terhadapnya. Islam sangat menekankan kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Memberikan gift kepada istri tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan sangat dianjurkan. Akan tetapi, hal ini harus dilakukan sesuai dengan proporsional serta tidak berlebih-lebihan. Keserasian dalam memenuhi kebutuhan istri, baik itu secara material maupun spiritual adalah pokok dari ajaran Islam, khususnya dalam hubungan pernikahan.
Meratukan Istri: Antara Kasih Sayang, Gaya Hidup Modern, dan Bahaya Hedonisme
Meratukan istri merupakan sikap yang positif apabila dilaksanakan dengan niat yang tulus demi kebahagiaan istri dan untuk menunjukkan kasih sayang suami. Namun, tren ini menimbulkan masalah karena berubah menjadi bagian dari gaya hidup yang berlebihan, bahkan dapat dikatakan hedonisme yang bertitik fokus pada kemewahan dan tampilan di mata publik semata.
Hedonisme adalah pandangan yang mengatakan bahwa kesenangan untuk menikmati segalanya adalah tujuan dari hidup manusia di dunia, sehingga mereka akan mementingkan sifat konsumtif semata dengan hura-hura dan berfoya-foya. Saat kehidupan glamor dan kemewahan menjadi standar kebahagian pernikahan, maka esensi dari hubungan antara suami-istri akan hilang yang fitrah-nya berlandaskan cinta, tanggung jawab, dan kepercayaan.
Baca juga: Self Reward Berujung Pemborosan, Begini Manajemen Harta ala Alquran
Gaya hidup seperti ini akan membuat kehidupan terjebak dalam lingkar hidup hedonis yang akan mendorong mereka untuk mengejar kenikmatan dunia saja demi “meratukan” istri dengan memberikan hadiah-hadiah yang mewah, sehingga mereka akan mengesampingkan tugas-tugasnya sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab pada aspek spiritual keluarganya juga.
Kehidupan Hedonisme dan Batasan dalam Islam
Islam mengajarkan umatnya untuk menjauhi segala sifat yang berlebihan, khususnya dalam hal materi. Allah telah berfiman dalam Alquran surah Al-Isra’ ayat 26-27:
وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورٗا
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (Q.S. Al-Isra’ [17]: 26-27).
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan janganlah seseorang menghamburkan hartanya secara boros, yaitu pada hal-hal yang bukan pada tempatnya serta tidak mendatangkan kemaslahatan. Sebab, perbuatan menghamburkan harta ini termasuk sifat-sifatnya setan. Pemborosan ini menurut ulama berarti pengeluaran yang bukan haq. Karena itu, seseorang yang menafkahkan atau membelanjakan hartanya dalam kebaikan ataupun haq, maka ia bukanlah termasuk pemboros.
Baca juga: Perilaku Konsumtif Masyarakat Jahiliah
Kemewahan yang berlebihan sangat tidak selaras dengan ajaran Islam, bahkan hal ini dapat menimbulkan sifat cinta dunia dan sombong yang akan mengesampingkan nilai-nilai spiritual yang sudah seharusnya dijaga dalam rumah tangga. Pernikahan bukanlah sebuah ikatan yang berlandaskan pada materi saja. Akan tetapi, pernikahan adalah sebuah komitmen spiritual dengan pondasi cinta, kasih sayang, dan support untuk mencapai rida Allah. Dengan demikian, konsep “meratukan istri” yang menekankan kemewahan dapat melanggar konsep kesederhanaan yang telah dianjurkan dalam Islam.