BerandaTafsir TematikMerencanakan Generasi Terbaik dengan Membatasi Kelahiran Anak

Merencanakan Generasi Terbaik dengan Membatasi Kelahiran Anak

Para ulama berbeda pendapat soal hukum membatasi kelahiran anak dengan Program Keluarga Berencana (KB). Dalam bahasa Arab pembatasan ini diistilahkan dengan kalimat تنظيم النسل yang berarti pengaturan keturunan. Untuk mencari hukum membatasi kelahiran, maka harus diqiyaskan dengan azal yaitu mengeluarkan mani di luar vagina. Pada zaman dahulu azal dijadikan sarana untuk mencegah kehamilan.

Dalam dunia modern, azal memiliki motif yang berbeda. Azal dewasa ini menggunakan alat bantu seperti kondom atau spiral. Namun meskipun ada perbedaan azal dulu dan sekarang, tidak mengurangi maksud dan tujuanya yakni mencegah kehamilan.

Dasar hukum kebolehan azal terdapat dalam sebuah hadis riwayat Jabir r.a. ia berkata “kita melakukan azal pada masa Rasulullah Saw. kemudian hal itu sampai kepada Nabi Saw. tetapi beliau tidak melarang kami”. (H.R. Muslim).

Namun disisi lain ada juga hadis yang melarang azal riwayat Judamah binti Wahb ia berkata “Saya hadir pada saat Rasulullah bersama orang-orang, beliau berkata: sesungguhnya aku ingin melarang ghilalah (menggauli istri pada masa menyusui) kemudian aku memperhatikan orang-orang Romawi dan Parsi ternyata mereka melakukan ghilalah tetapi sama sekali tidak membahayakan anak-anak mereka. Kemudian mereka bertanya tentang azal lantas Rasulullah Saw. berkata itu adalah pembunuhan yang terselubung”. (H.R Muslim).

Baca Juga: Alasan dan Cara Memperingati Maulid Nabi

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-manhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj menanggapi dua hadis yang bertentangan ini, ia berpendapat bahwa azal dalam konteks pelarangan menunjukkan makruh tanzih (yang tidak mendekati keharaman) dan azal dalam konteks memperbolehkan menunjukkan tidaklah haram.

Menurut Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin dinyatakan bahwa azal tidak dilarang, karena kesukaran yang dialami si ibu disebabkan sering melahirkan. Adapun motifnya antara lain (1) untuk menjaga kesehatan ibu, karena sering melahirkan (2) untuk menghindari sulitnya hidup, karena banyak anak (3) untuk menjaga kecantikan ibu.

Abu A’la Al-Maududi seorang ulama Pakistan menentang kebolehan Azal, menurutnya Islam adalah agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia. Dikatakanya “barang siapa yang mengubah perbuatan Tuhan dan menyalahi undang-undang fitrah manusia adalah memenuhi perintah setan. (Drs. Abror Sodik, M.Si; BKI Keluarga, hal. 85-860).

Para ulama yang menolak program KB dengan alasan firman Allah Swt. Q.S. Al-An’am [6] ayat 151:

وَلَا تَقۡتُلُوۡۤا اَوۡلَادَكُمۡ مِّنۡ اِمۡلَاقٍ‌ؕ نَحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَاِيَّاهُمۡ‌

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberikan rezeki padamu dan kepada mereka.

Dengan banyaknya perbedaan pendapat soal membatasi kelahiran anak, seorang Guru besar hukum Islam, M.S. Madkour dalam bukunya Islam and Familiy Planning mengemukakan bahwa harus ada alasan yang rasional serta membenarkan diadakan program KB. Artinya bagi suami-isteri yang hendak melakukan program KB harus memiliki tujuan serta alasan yang mendesak sehingga kebolehan KB atasnya. Madkour berpegangan pada kaidah fiqih “hal-hal yang mendesak membenarkan perbuatan terlarang”.

Salah satu tujuan serta alasan yang dibenarkan oleh ulama adalah mewujudkan generasi yang kuat, aktif dan progresif. Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah Swt, dalam surah An-Nisa ayat 9 sebagai berikut:

وَلۡيَخۡشَ الَّذِيۡنَ لَوۡ تَرَكُوۡا مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوۡا عَلَيۡهِمۡ ۖفَلۡيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلۡيَقُوۡلُوا قَوۡلًا سَدِيۡدًا‏

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwah kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Ayat ini oleh para sebagian ulama dibuat pijakan atas kebolehan KB. Ayat ini memberi petunjuk kepada kita bahwa Allah menghendaki, jangan sampai kita meninggalkan keturunan yang kalau kita sudah meninggal dunia, menjadi umat yang lemah. Terlebih kita adalah umat Muslim yang menjadi kebanggaan kita adalah menurunkan seorang muslim progresif dan berkontribusi untuk agama dan dunia.

Imam Jalaluddin Al-Mahalli tafsirnya mengatakan bahwa prihatinlah kepada pada anak-anak yatim yang ditinggal kedua orang tuanya atau kerabatnya dalam keadaan lemah sedangkan dia masih belia (Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Juz 1, hal. 99).

Sedangkan menurut Al-Alusi dalam tafsirnya bahwa ayat ini memerintahkan kita untuk memperhatikan anak yatim yang ditinggalkan orang tuanya dengan keadaan lemah dan tidak memiliki kerabat lagi. Kita disuruh untuk berbuat baik kepadanya, menolongnya dan selalu memperhatikanya.

Meskipun ulama tafsir mendedikasikan ayat ini sebagai anjuran untuk memperhatikan anak yatim yang lemah, seharusnya kita sebagai orang tua sadar dengan melihat kedepan apa yang kita tinggalkan untuk anak-anak kita kelak, agar anak-anak kita tidak tergolong orang yang lemah.

Seorang ayah sebagai kepala keluarga wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan anak dan isterinya. Program KB atau family planning adalah sebagai bentuk efektif mengoptimalkan tanggung jawab orang tua untuk mewujudkan harapan atas anak-anaknya.

Baca Juga: Tafsir Surah Allail Ayat 6-10: Algoritma Amal Saleh

Yang lebih pentingnya lagi, orang tua sudah siap sewaktu-waktu meninggalkan anaknya dengan keadaan yang kuat dalam segi apapun. Jangan sampai gara-gara kurang intensifnya dalam mensejahterakan anak, ketika meningal dunia, anak menjadi beban orang lain.

Dengan membatasi kelahiran ini orang tua bisa mengukur kemampuanya, dan mampu mendidik anak secara kondusif, serta menjadikannya sebagai muslim yang produktif, aktif dan progresif yang mampu berkontribusi terhadap agama, bangsa bahkan dunia.

Maka jika kita berkeinginan mempersiapkan generasi terbaik yang terpenting adalah disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan kita. Jangan sampai anak terlantar gara-gara orang tua yang tidak sejahtera. Agama mengajarkan agar mendidik anak dengan baik karena anak adalah investasi terbesar bagi orang tua kelak di akhirat.

Rasulullah Saw. bersabda: “Ketika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 perkara: Sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang berdoa baginya. Wallahu A’lam.

Abdullah Rafi
Abdullah Rafi
Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...