Di kalangan pemerhati—terutama—kajian Islam-Melayu, Syed Muhammad Naquib Al-Attas dikenal cukup luas. Namanya semakin melambung ketika dirinya digadang-gadang sebagai penerus aspirasi teologi rasional klasik di era modern. Tapi tak banyak yang tahu kalau pemikir yang satu ini ternyata memiliki caranya tersendiri ketika membaca teks Al-Quran. Ketika membaca teks Al-Quran, Al-Attas menggabungkan perspektif filsafat, sufistik, linguistik dan metafisika.
Epistemologi ala Al-Attas ini oleh Ansuna Putra dan Zikwan dalam Peradaban Teks: Konsep Penafsiran Al-Quran Syed Naquib Al-Attas Menghadapi Modernitas disebut sebagai tafsir metalinguistik. Dalam artikel ini, terlebih dulu saya ingin memperkenalkan lebih jauh sosok Al-Attas dan beberapa karya-karyanya. Kemudian akan dilanjutkan pada artikel berikutnya untuk mengulas bagaimana epistemologi tafsir metalinguistik milik Al-Attas itu.
Tentang Naquib Al-Attas
Naquib lahir di Bogor, yang saat ini merupakan provinsi Jawa Barat pada tanggal 5 September 1931 M. Ia adalah adik kandung dari Prof. Dr. Syed Husen Al-Attas, pakar sosiologi dan ilmuwan di Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Nama lengkap Naquib adalah Syed Muhammad Naquib bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Ayahnya adalah Syed Ali bin Abdullah al-Attas, dan ibunya adalah Syarifah Raquan Al-Aydarus, seseorang yang merupakan keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura Jawa Barat.
Baca Juga: Metodologi Tafsir Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Konstruksi Fiqh Ke-Indonesiaan
Syed Ali bin Abdullah Al-Attas berasal dari Arab. Ia merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yang terkenal dari kalangan Sayyid dalam keluarga Ba’alawi di Hadramaut dan silsilahnya sampai pada Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW. Leluhur Naquib dari pihak ibu adalah seorang ulama yang bernama Syed Muhammad al-Aydarus. Syed Muhammad Al-Aydarus adalah guru dan pembimbing ruhani Syed Abu Hafs Umar Basyaibani dari Hadramaut, dan yang mengantarkan Nur ad-Din ar-Raniri, salah satu ulama’ terkemuka di dunia Melayu, ke tarekat Rifa’iyah.
Riwayat pendidikan Naquib dimulai sejak ia berusia lima tahun ketika itu ia berada di Johor Baru, tinggal bersama dan di bawah didikan saudara ayahnya Encik Ahmad. Pada tahun 1939 M sampai sampai 1941 M ia belajar di Ngee Neng English Premary School di Johor Baru. Pada zaman Jepang, ia kembali ke Jawa Barat selama empat tahun. Ia belajar agama dan bahasa Arab di Madrasah al-Urwatul Wutsqa di Sukabumi Jawa Barat pada tahun 1942 M sampai dengan 1945 M.
Kemudian pada tahun 1946 M, Naquib melanjutkan studinya di Bukit Zahrah School dan seterusnya di English College Johor Baru selama tiga tahun. Karena kecemerlangannya ia dipilih untuk melanjutkan latihan dan studi ilmu militer di Eaton Hall, Chester Inggris dan kemudian di Royal Militery Academy Sandhurst Inggris pada tahun 1952-1955 M. Dengan pangkat terakhirnya Letnan, karena menjadi tentara bukan minatnya, akhirnya ia keluar dan melanjutkan studi di Universitas Malaya pada tahun 1957-1959 M.
Naquib melanjutkan studinya di Universitas McGill Montreal Canada dan mendapatkan gelar M.A. dengan nilai yang membanggakan pada bidang Studi Islam tahun 1962 M. Naquib melalui sponsor Sir Richard Winstert dan Sir Monimer Wheler dari British Academy, melanjutkan studi pada program Pasca Sarjana di University of London pada tahun 1963-1964 M dan ia meraih gelar Ph.D. dengan predikat cumlaude bidang filsafat Islam dan kesusastraan Melayu Islam pada tahun 1965 M.
Kepakaran Naquib dalam berbagai ilmu, seperti filsafat, sejarah dan sastra sudah diakui di kalangan Internasional. Pada tahun 1970 M ia di lantik oleh para filosof Amerika sebagai International Member of the America Philosophical Association. Ia juga pernah diundang mengisi ceramah di Temple University, Philadelpia, Amerika Serikat dengan topik Islam in Southeast Asia: Rationality Versus Iconography (1971) dan di Institut Vostokovedunia, Moskow, Rusia dengan topik The Role Islam in History dan Culture of the Malays (1971).
Ia juga menjadi pimpinan panel bagian Islam di Asia Tenggara dalam XXIX Conggres International Des Orientalistis, Paris (1973). Ia juga rajin menghadiri kongres seminar internasional sebagai ahli panel mengenai Islam, filsafat dan kebudayaan (al-Tamaddun) baik yang diadakan UNESCO maupun yang diadakan oleh badan ilmiah dunia lainnya. Ia ikut menyumbangkan pikirannya untuk pendirian universitas Islam kepada organisasi konferensi negara-negara Islam di Jeddah, Saudi Arabia. Ia juga pernah ditawari untuk menjadi Profesor program Pasca Sarjana dalam bidang Islam di Temple University dan profesor tamu di Berkeley University, California, Amerika Serikat.
Karya-karya Naquib Al-Attas
Syed Muhammad Naquib al-Attas tergolong pribadi produktif. Beberapa karya yang sudah ia tulis adalah The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education (1980), Islam and Secularism (1978), Islam and the Philosophy of Science (1989), Aims and Objectives of Islamic Education (1979) (buku ini ditulis bersama tujuh orang termasuk di dalamnya Syed Muhammad Naquib al-Attas).
Baca Juga: Ibnu Al-Arabi atau Ibnu Arabi? Inilah Dua Mufasir dari Andalusia
Selain karya-karya di atas, masih terdapat beberapa karya yang lain, terutama karya yang berkaitan erat dengan kebudayaan Islam Melayu. Beberapa di antaranya The Nature of Man and the Phsychology of the Human Soul (1990), The Intuition of Existence (1990), On Quaddity and Essence (1990), The Meaning and Experience of Happiness in Islam (1993), The Degrees of Existence (1994), dan Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam (1995).
Kemudian ada pula beberapa karya lain seperti: Some Aspect of Sufism as Understood and Practiced among the Malays (1963), Raniri and the Wujudiyah of 17th century Acheh, Monograph of the Royal Asiatic Society (1966), The Origin of the Malay Sha’ir (1968), Preleminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesia Archipelago (1969), The Mysticism of Hamzah Fansuri (1969), Concluding Postcript to hte Malay Sha’ir (1971), The Correct Date of the Trengganu Inscription (1971), dan Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (1972). Wallahu a’lam []