BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranMushaf Al-Quran Pojok Menara Kudus sebagai Simbol Lokalitas

Mushaf Al-Quran Pojok Menara Kudus sebagai Simbol Lokalitas

Era digital serba canggih seperti sekarang ini, banyak sekali mushaf Al-Quran yang terlahir dengan berbagai fitur yang sangat lengkap. Berbagai sajian dengan varian mulai kreativitas ragam sampul, tanda tajwid, atau berupa audio. Terlebih adanya Al-Quran digital memberikan warna baru dalam perindustrian Al-Quran. Tak kalah dengan berbagai kreativitas yang ada, beberapa kurun waktu yang lalu tepatnya tahun 1947 M lahirlah Mushaf Al-Quran Pojok Menara Kudus. Tentu hal ini menarik sekali untuk dikaji sebagai sebuah simbol lokalitas khususnya daerah di Kudus.

Sejarah penulisan Mushaf Pojok Menara Kudus

Masyarakat Kudus mempunyai ciri khas mushaf yang dikenal dengan Mushaf Pojok Menara Kudus. Kata Pojok merupakan bahasa Jawa yang berarti sudut. Mushaf pojok adalah mushaf yang setiap sudut/pojok lembarnya berupa akhir sebuah ayat tertentu dan dilanjutkan dengan ayat selanjutnya pada sudut atas lembar berikutnya.

Dari penelitian Ali Akbar bahwa Mushaf Al-Quran Pojok Menara Kudus adalah hasil kopi ulang dari Mushaf Bahriyyah terbitan Percetakan Usman Bik di Turki tahun 1370 H yang ditulis seorang kaligrafer Mustafa Nazif. Sebagaimana dikutip oleh gus Nashiih dalam bukunya. (Sejarah & Karakteristik Mushaf Pojok Menara Kudus (2019, hlm.100))

Mushaf ini sebuah mushaf Al-Quran yang dicetak dan diterbitkan oleh percetakan dan penerbit Menara Kudus Jawa Tengah dengan menggunakan sistem pojok (mengakhiri setiap sudut lembarnya dengan akhiran sebuah ayat dan berjumlah 15 baris pada setiap lembarnya, kecuali pada beberapa lembar).

Baca juga: Annabel Gallop, Pakar Mushaf Kuno Nusantara dari Inggris

Tercatat dalam buku gus Nashih (Sejarah & Karakteristik Mushaf Pojok Menara Kudus (2019, hlm.102)), pada mulanya naskah Mushaf Al-Quran Pojok Menara dicetak dengan satu ukuran dan menggunakan karakter tulisan dari Mustafa Nazif, seorang kaligrafer terkenal pada masa itu yang berkebangsaan Turki.

Namun, dalam perkembangannya kemudian dicetak dalam tiga bentuk ukuran, yaitu kecil, sedang dan besar. Sehingga sampai saat ini terus mengalami cetak ulang pada tiap tahunnya yang mencapai sekitar kurang lebih 40.000 eksempler.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari KH. M. Ulil Albab Arwani, pada awalnya Mushaf Al-Quran Pojok Menara Kudus adalah milik KH. M. Arwani Amin yang diperoleh ketika beliau melaksanakan ibadah haji. Mushaf tersebut yang merupakan terbitan dari Bahariyyah Turki ini, kemudian oleh KH. Arwani diberikan kepada H.Zjainuri untuk dicetak ulang dan disebarluaskan di tengah masyarakat.

Baca juga: Pengaruh Jawa dalam Tradisi Penyalinan Mushaf di Lombok

  1. Arwani pun berpesan agar tidak merubah apapun yang ada di dalam mushaf tersebut, jika ada yang kurang paham silahkan ditanyakan langsung. Adapun alasan, mengapa KH. M. Arwani Amin menyerahkan mushafnya untuk dicetak ulang.

Pertama, untuk membantu dan memudahkan para santri yang sedang mengahfal Al-Quran. Kedua, para santri yang sedang menghafal Al-Quran agar berkiblat dengan mushaf terbitan Bahriyyah Turki. Gagasan KH. M. Arwani tersebut kemudian mendapat respon dan dukungan dari masyarakat sekitar Kudus. Setelah itu mushaf dicetak oleh PT. Menara Kudus dan disebarluaskan di tengah masyarakat Kudus.

Namun hal ini sangat disayangkan, naskah asli yang diberikan KH. M. Arwani kepada pihak PT. Menara Kudus diduga ikut terbakar pada saat terjadi musibah kebakaran pada bagian reproduksi PT. Menara Kudus yang terjadi sekitar tahun 2000-an.

Meskipun naskah aslinya sudah tidak ada, akan tetapi K.H. M. Ulil Albab Arwani masih menyimpan mushaf K.H. M Arwani Amin terbitan al-Maktab al-‘Arabi Syria. Lanjut pemaparan dari K.H. M. Ulil Albab dalam memberikan informasinya. (Wawancara bersama KH. M. Ulil Albab Arwani pada 20 Maret 2020, 10.30 WIB.)

Baca juga: Digitalisasi Mushaf Nusantara dan Masa Depan Kajiannya

Percetakan PT. Menara Kudus yang didirikan Alm. Zjainuri Noor menorehkan sejarah dalam proses percetakan Mushaf Al-Quran Pojok menara. Sebab PT. Menara Kudus yang pada awal beroperasinya dengan hanya tujuh orang karyawan dapat berkembang dengan pesat.

Sampai sekarang ini, PT. Menara Kudus yang bergerak di bidang penerbitan pun masih eksis dengan berbagai cetakannya sampai tercatat sudah 57 varian mushaf yang dicetak oleh PT Menara Kudus.

Mushaf Pojok Menara Kudus pertama kali terbit pada tahun 1974 M, kemudian ditashih oleh beberapa ulama’, antara lain: Syekh Arwani Amin, KH. Hisyam Hidayat, dan K.H Sya’roni Ahmadi. Mushaf ini telah mendapatkan tanda tashih dari Lajnah Pentashih pada tanggal 23 Rabi’ul Akhir 1394 H / 6 Mei 1974 M dan ditanda tangani oleh Drs. Sujono selaku ketua dan Hamdani Ali selaku sekretaris.

Simbol lokalitas daerah Kudus

Mushaf Al-Quran Pojok Menara adalah salah satu mushaf yang lahir sebagai simbol lokalitas daerah Kudus. Bagi masayarakat Kudus, mushaf ini sangat familiar sehingga tidak asing ketika menyebut mushaf Pojok (sudut) terutama di kalangan para santri yang sedang mengahafal Al-Quran. Sebab mushaf tersebut dijadikan pegangan hampir semua pesantren tahfiz{ yang ada di Indonesia.

Salah satu yang menarik dari mushaf pojok adalah dicetak oleh sebuah percetakan yang selama ±25 tahun merupakan satu-satunya pencetak mushaf pojok dari dalam negeri. Perannya sebagai satu satunya penerbit Mushaf Pojok selama dua setengah dasawarsa telah menjadikan Mushaf Pojok sangat melekat di hati masyarakat Kudus, sehingga mereka menyebutnya sebagai Qur’an Kudus.

Adapun hal yang menarik dari Mushaf Al-Quran Pojok Menara Kudus yang memiliki ciri khas berbeda dengan mushaf lainnya, yaitu setiap juz mempunyai 20 halaman. Setiap halaman terdiri dari 15 baris. Setiap baris terdiri dari sekitar 8-10 kata.

Baca juga: Utsman Thaha: Penulis Mushaf Al-Qur’an yang Karyanya Dibaca Muslim Seantero Dunia

Berkaitan dengan seseorang yang menghafal Al-Quran, hal ini sangat membantu dalam menghafal Al-Quran berdasarkan hitungan halaman. Maka. jika satu hari bisa menghafalkan 1 halaman, berarti ia akan khatam Al-Quran selama 600 hari atau 2 tahun kurang.

Berawal dari pemilik PT. Menara Kudus (H.Zjainuri) yang ingin menerbitkan mushaf Al-Quran untuk didistribusikan. Ketika akan menerbitkan, H.Zjainuri berniat dan menyarankan agar yang dicetak adalah Mushaf Pojok Menara Kudus. Karena pada saat itu, di Indonesia belum banyak dijumpai dan masih langka mushaf yang menggunakan sistem pojok.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh KH. M. Ulil Albab Arwani dalam wawancara bersama beliau melalui via Whatssapp putrinya pada 23 Juni 2020. Bahwasannya, Al-Quran yang telah dicetak ulang kemudian beredar di tengah-tengah masyarakat sehingga dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi santri yang sedang menghafal Al-Quran bukanlah suatu kebanggaan bagi kami.

Baca juga: Potret Iluminasi Mushaf Al-Quran Nusantara Dulu dan Kini

Akan tetapi ini adalah suatu keberkahan bagi siapa saja yang memakainya sehingga tidak ada kesulitan dalam membaca maupun menghafal Al-Quran. Meski Mushaf Al-Quran Pojok Menara sudah menjadi ikon di Kudus sebagai mushaf yang terlahir dari sebuah lokalitas, itu semua karena atas fadal Allah SWT.

Mushaf Al-Quran Pojok yang terlahir dari sebuah lokalitas ini, tentunya harus senantiasa dilestarikan dan disapa dengan disuarakan di setiap lembaran-lembarannya dan mempraktekkan nilai-nilai moral yang ada di dalamnya. Dengan demikian Al-Quran akan terus hidup di tengah-tengah umat manusia.

Sebab Al-Quran tanpa dipahami dan dipraktekkan pesan-pesan moralnya dalam bentuk tindakan, maka Al-Quran adalah ibarat ruh bagi jasad manusia, dengan ruh manusia bisa hidup dalam menjalani kehidupan dengan segala aktifitasnya. Sebaliknya, manusia tanpa ruh, maka ibarat benda mati yang tidak bisa apa-apa.

Wallahu’alam.

Laili Noor Azizah
Laili Noor Azizah
Mahasiswi IAIN Kudus. Alumni MA NU Banat Kudus dan PP.Yanabi’ul Ulum Warohmah Kudus.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...