Di Indonesia terdapat salah satu mushaf yang dinisbatkan untuk almarhumah ibu negara oleh suaminya yang saat itu menjadi presiden. Ya, Soeharto mempersembahkan sebuah mushaf yang menawan untuk mengenang sosok istrinya Fatimah Siti Hartinah Soeharto. Mushaf ini kemudian dikenal dengan nama Mushaf Bu Tien.
Bu Tien meninggal pada tanggal 28 April 1996. Sementara ide untuk membuat mushaf ini terlaksana pada tahun 1998 awal. Tentu kondisi perpolitikan saat itu sedang tidak kondusif, bahkan sudah masuk pada menit-menit akhir kepemimpinan Soeharto setelah 32 tahun berkuasa. Namun Mushaf ini tetap dikerjakan selama 11 bulan dan bisa selesai peluncurannya saat acara 1000 hari kematian almarhumah, pada tahun 1999.
Catatan mengenai mushaf ini dapat diakses pada booklet yang diluncurkan tahun 1999. Mengenai penamaan mushaf, ternyata terinspirasi mushaf-mushaf yang pernah dibuatkan khusus untuk perempuan di Kairo dan India. Mushaf yang di Kairo itu bernama Mushaf Khwan Barokah yang dibuat pada masa Sultan Sha’ban abad XIV. Sementara mushaf yang di India bernama Mushaf Malika Jahan yang ditulis oleh putri dari kerajaan Oudh abad XVIII.
Baca juga: Mushaf Istiqlal, Masterpiece Kebudayaan Islam di Era Soeharto
Dalam booklet ini juga tercantum alasan pembuatannya. Disebutkan bahwa mushaf Bu Tien dibuat untuk menghormati dan mengingatkan jasa almarhumah sebagai ibu negara sekaligus ibu keluarga. Adapun karkater kuat yang ditampilkan mushaf ini ada lima poin utama. Pertama mushaf ini mudah dibaca, kedua memiliki niali seni tinggi, ketiga menunjukkan ciri kebangsaan, keempat menunjukkan ciri khas yang mengenang almarhumah Bu Tien. Terakhir menunjukkan citra dan aspirasi Bu Tien terhadap agama, bangsa dan tanah air.
Untuk yang terakhir tadi secara khusus memang berkiatan dengan gagasan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, yang mana di dalamnya juga ada Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal. Selain itu, peranan Bu Tien dalam membangun taman-taman bunga, hingga preservasi pohon langka juga menjadi perhatian tersendiri. Oleh karena jasa Bu Tien tersebut, maka mushaf dan illuminasinya pun dibuat untuk mewakili apa yang telah dilakukannya.
Dalam pembuatan mushaf yang hanya memakan waktu 11 bulan ini, memang ditangani oleh tim yang professional. Dalam catatan struktur organisasi pelaksanaan mushaf Bu Tien, terdapat beberapa divisi seperti kaligrafi, pewarnaan, Komputer grafik, desain, fotografi, percetakan, hingga bagian pentashihan. Secara keseluruhan mendekati 100 orang yang masuk struktur organisasi tersebut.
Keistimewaan Mushaf Bu Tien
Mushaf dengan nama lengkap Al Qur’an Al Karim: Al Qur’an Mushaf Hjh. Fatimah Siti Hartinah Soeharto ini berukuran 73 cm x 102 cm. Kaligrafi yang digunakan merupakan khat naskhi dan tsuluts, yang mana merujuk pada mushaf standar Indonesia. Pola barisnya terdiri dari 15 baris yang banyak diikuti oleh mushaf Arab Saudi. Jumlah desain iluminasinya mencapai 93 desain dengan kertas bahan Hammer Durex, cat iluminasinya dari akrilik tahan air, dan warna emasnya menganding serbuk serta lembaran emas 24 karat.
Adapun iluminasi dalam mushaf Bu Tien, mengandung makna filosofis berdasarkan kecintaan almarhumah terhadap bunga-bunga yang terdiri dari melati, kenanga, mawar, dan mayang kelapa. Melati mewakili lambang kesederhanaan, kesucian dan keelokan budi. Kenanga sebagai lambang agar mencapai segala keluhuran yang telah dicapai oleh para pendahulu. Mawar sebagai lambang cinta, kasih sayang dan penghormatan. Dan mayang kelapa lambang keberuntungan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Baca juga:Empat Presiden Indonesia dan Warisan Mushaf Nusantara
Perihal perpaduan warna, Bu Tien menyukai warna cerah yakni ungu, kuning, dan merah bata yang dapat diartikan sebagai sifat optimistik dan dinamik. Selain itu juga warna-warna yang melambangkan kedalaman, seperti emas, biru, dan hijau. Motif lain juga ditampilkan seperti batik-batik khas Indonesia yang mana berkaitan dengan sifat-sifat manusia. Pola dari Solo dan Yogyakarta seperti Sido Asih, Sido Mukti, Sido Mulyo, Sido Luhur dan pola lainnnya menghiasi mushaf ini.
Adapun motif iluminasi setiap juznya merupakan ekspresi ragam hias yang mewakili dari berbagai provinsi Indonesia. Inilah yang kemudian disebut sebagai sumbangsih Soeharto dalam seni mushaf Indonesia, terlebih setelah sukses membuat mushaf Istiqlal pada tahun 1995. Tak dapat dipungkiri, di akhir kepemimpinan Soeharto memang memberikan perhatian lebih untuk seni yang luhur ini.
Wallahu a’lam bi al-shawab[]