Musibah Ledakan di Beirut, Ingat Tafsir Surat At Taghabun Ayat 11

cnn.com

Pandemi Covid 19 hingga detik ini belum berakhir, saat semua pihak sibuk mengatasi musibah ini, dunia kembali digemparkan oleh berita ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon 4 Agustus lalu. Sontak semua media meliput dan mengabarkan peristiwa tersebut, lengkap dengan analisis penyebabnya. Selain itu, tentu saja doa dari berbagai pihak dan kalangan terus mengalir untuk keselamatan rakyat Beirut khususnya dan juga rakyat Lebanon semuanya.

Beirut, nama kota itu tidak asing bagi warga Indonesia, khususnya bagi santri dan para pengkaji studi keislaman. Kitab kuning yang sering dibaca di pesantren, juga referensi-referensi studi keislaman yang ada di sekolah maupun perguruan tinggi seperti kitab tafsir, hadis, fiqih, tasawuf dan lainnya kebanyakan terbitan Beirut. Secara tidak disadari, terjalin ikatan emosional antara para penikmat kitab-kitab tersebut dengan kota tempat terbitnya, yaitu Beirut.

Untuk saudara kita di Beirut, tidak ada satu orang pun yang senang atas terjadinya suatu musibah. Musibah di Beirut adalah kesedihan bagi kita semua. Namun, ketika itu sudah terjadi, bagaimana kita menyikapinya? Sambil terus memberi dukungan moral dan doa untuk mereka, untuk korban meninggal semoga diampuni dosanya dan diterima amalnya; yang korban luka semoga segera diberi kesembuhan dan kembali sehat; semoga yang lainnya sabar dan kuat menghadapinya; mari sejenak kita renungkan Qur’an surat at-Taghabun ayat 11

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهٗ ۗوَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah membahasakan terjemah tasfiriyah ayat ini seperti berikut, ‘Tidak menimpa seseorang satu musibah pun berkaitan urusan dunia atau agama kecuali atas izin Allah melalui sistem yang telah ditetapkan dan selalu di bawah kontrol pengawasanNya. Siapa yang kufur kepada Allah, maka Dia akan membiarkan hatinya dalam kesesatan, dan siapa yang beriman kepada Allah, dan percaya bahwa tidak ada yang terjadi kecuali atas izinNya niscaya Dia akan memberi petunjuk hatinya, sehingga dari saat ke saat ia akan semakin percaya, serta tavah dan rela atas musibah yang menimpanya sambil mencari sebab-sebabnya dan semakin meningkat pula amal baiknya. Allah menyangkut segala sesuatu Maha Kuasa dan Allah menyangkut segala sesuatu Maha Mengetahui.’

Berdasar tafsir tersebut, ada beberapa hal yang dapat kita ambil poinnya.

Pertama, segal hal yang terjadi pada diri manusia, yang baik maupun yang buruk semuanya berasal dari Allah, atau lebih tepatnya atas izin Allah. Kita harus sabar dan ridha, menerima dengan setulus hati atas ketetapan itu. Namun bukan berarti diam saja. Sabar dan ridha atas ketetapan Allah itu berbeda dengan pasrah dan tidak melakukan apa-apa. Lantas, apa yang harus kita lakukan?

Kedua, yaitu beriman kepada Allah. Ini yang harus kita lakukan. Pada saat seperti ini iman kita diuji, masih yakin atas kasih sayang Allah atau berpaling menghinanya? Jika kita percaya musibah itu dari Allah, maka kita juga harus percaya bahwa ada pesan kasih sayang dan pelajaran yang berharga yang coba disampaikan oleh Allah di balik peristiwa itu. Untuk itu, renungkanlah! hanya orang yang beriman yang Allah akan membukakan mata sekaligus memantapkan hatinya.

Dalam ayat di atas, ada redaksi idzn Allah yang berarti musibah itu terjadi atas izin Allah. Nah, tentang ‘izin’ di sini, Quraish shihab memberi penjelasan lebih lanjut bahwa maksudnya adalah penciptaan sebab dan faktor-faktor bagi terjadinya sesuatu. Ini adalah sistem dan hukum-hukum alam yang diciptakan Allah bagi terjadinya segala sesuatu. Dia yang menciptakan sistem dan hukum-hukum alam itu. Sementara manusia dapat memanfaatkan untuk kepentingan dirinya, dan jika ia tidak mengindahkannya maka itu dapat merugikan dirinya sendiri.

Dalam konteks musibah ledakan di Beirut, berarti sembari menyadari bahwa terjadinya peristiwa tersebut sudah ketentuan dan atas izin Allah, kita juga harus intropeksi, karena hal tersebut tidak tiba-tiba terjadi, ada faktor atau penyebab di baliknya. Dari sini kemudian muncul inisiatif untuk mengadakan investigasi tentang penyebabnya dan juga evaluasi untuk perbaikan selanjutnya agar hal yang serupa tidak terjadi lagi. Pesan ini saya kira tidak berlaku hanya untuk peristiwa ledakan di Beirut, melainkan juga untuk yang lainnya, siapa saja, dimana saja, kapan saja dan dan peristiwa apa saja.

Faktor kelalaian manusia tersebut yang sering dilupakan dalam peristiwa bencana seperti ini. Pantas saja, pesan Allah di ayat yang lain, surat an-Nisa’ ayat 79 menyatakan bahwa ‘Kebajikan apapun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri’

Masih tentang persoalan izin, Quraish Shihab memberi catatan lagi seperti berikut. Tidak semua yang diizinkan terjadi oleh Allah berarti menandakan restu dan ridhaNya. Ada izin yang bersifat syar’i dalam arti direstui terjadi tanpa ada tanggungan sanksi atau semacamnya; ada pula yang bersifat takwini, yaitu mengizinkan terjadi karena merupakan bagian dari sistem yang diberlakukanNya bagi semua pihak. Oleh karena itu, bisa jadi ada musibah atau bencana yang menimpa seseorang tentu atas izinNya, tapi tidak dibarengi dengan restunya; musibah atau bencana tersebut dituntut oleh Allah untuk diatasi dan diselesaikan melalui sistem yang Dia tetapkan.

Catatan di atas semakin memperkuat bahwa manusia juga ikut berperan atas terjadinya suatu musibah atau bencana dan untuk itu manusia harus bertanggung jawab untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Dan kembali lagi, hanya orang yang beriman yang menyadari tanggung jawab ini.

Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, yang dhalim dan yang ‘alim; yang iman dan yang ‘ishyan!

Wallahu A’lam.