BerandaKhazanah Al-QuranMusim Hujan Tiba, Inilah 2 Fungsi Hujan dalam Al-Quran

Musim Hujan Tiba, Inilah 2 Fungsi Hujan dalam Al-Quran

Hujan adalah peristiwa alam yang sering kita sebagai masyarakat Indonesia yang hidup dalam iklim tropis. Bagi sebagian masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai petani, fungsi hujan sangat signifikan bagi kesuksesan panen. Dalam Artikel ini akan dibahas secara singkat mengenai apa fungsi hujan dalam al-Quran bagi bumi dan isinya, terutama bagi kehidupan manusia.

Tulisan ini bertujuan agar pembaca merefleksikan sendiri apa hakikat dan fungsi hujan. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap fenomena hujan dan dapat menghapus stigma negatif tentang kehadirannya.

Fungsi Hujan dalam Al-Quran Bagi Bumi dan isinya

Hujan dalam bahasa Arab disebut mathar. Kata ini beserta derivasinya disebutkan sebanyak 9 kali dalam Al-Quran. Hanya saja seringkali kata mathar (8 kali) digunakan Al-Quran sebagai indikasi penurunan azab Allah Swt. Al-Ashfahāni menyebutkan, kata mathar memiliki dua makna, yakni air hujan yang turun membawa kebaikan dan mathar yang bermakna turunnya siksa (al-Mufradat fi Garib al-Qur’an).

Dalam menyebutkan hujan yang turun membawa kebaikan, Al-Quran lebih sering menggunakan istilah-istilah lain, yaitu mā’an min al-samā’, wābil, wadq, ghais dan midrār yang tersebar dalam 49 ayat Al-Quran. Dari istilah-istilah itu, kata yang paling sering Al-Qur’an gunakan adalah mā’an min al-samā, karena melalui kata tersebut Allah ingin menjelaskan sumber dan proses terbentuknya hujan.


Baca Juga: Inilah Empat Manfaat Hujan dalam Al Quran


Jika ayat-ayat hujan ditelaah lebih mendalam, maka dapat ditemukan bahwa fungsi hujan dalam Al-Quran setidaknya ada dua, yakni (1) fungsi ekologi, artinya hujan berperan sebagai perangsang atau sumber kehidupan bagi flora dan fauna yang ada di bumi. (2) Hujan berfungsi sebagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan manusia untuk kebutuhan konsumsi seperti minum, bahan membuat sesuatu dan lain-lain.

Dua fungsi hujan dalam al-Quran tersebut menunjukkan bahwa hujan memiliki peran sentral bagi bumi dan isinya. Tanpa kehadirannya ekosistem akan terganggu, hutan-hutan akan mengering, benua-benua akan menjadi tandus, bahkan mungkin kehidupan di bumi akan sirna. Hujan adalah sarana distribusi air alami bumi, jika proses tersebut hilang, maka tak terhitung entitas kehidupan yang akan binasa karena kekurangan pasokan air.

Berkenaan dengan fungsi ekologi hujan, Allah berfirman:

وَالَّذِيْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۢ بِقَدَرٍۚ فَاَنْشَرْنَا بِهٖ بَلْدَةً مَّيْتًا ۚ كَذٰلِكَ تُخْرَجُوْنَ ١١

“Dan (Allah) yang menurunkan air dari langit menurut ukuran (yang diperlukan) lalu dengan air itu Kami hidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS. az-Zukhruf [43]: 10-11).

Secara umum, ayat di atas menginformasikan bahwa Allah menurunkan hujan secara bertahap dan dengan kadar tertentu. Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa turunnya hujan bukanlah secara otomatis tanpa pengaturan Allah swt, melainkan Dia yang mengatur turunnya dan dengan kadar yang ditetapkan-Nya sesuai dengan hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya (sunatullah).

Selanjutnya, air hujan yang telah diturunkan Allah Swt digunakan untuk menghidupkan kembali negeri atau tanah-tanah yang tandus akibat musim kemarau dan ketiadaan air. Lalu tanah-tanah tersebut menjadi subur dan mampu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang mampu menarik hewan-hewan berdatangan. Dengan demikian tanah yang awalnya tandus, dapat kembali subur berkat air hujan (rahmat).


Baca Juga: 9 Sumber Rezeki Yang Disebutkan dalam Al-Quran


Dari ayat di atas, juga dapat disimpulkan bahwa intensitas hujan telah di atur sesuai dengan letak geografis dan kebutuhan suatu tempat (biqadrin). Indonesia sebagai negara kepulauan dan beriklim tropis, sudah sewajarnya mendapatkan curah hujan yang lumayan tinggi pada saat musim hujan jika dibandingkan dengan negara seperti Afrika selatan yang tandus.

Dengan demikian, terjadinya banjir, terutama di daerah perkotaan di Indonesia, bukan karena peningkatan intensitas hujan semata, tetapi juga diakibatkan oleh sarana irigasi yang tidak memadai, tata kota yang bermasalah dan hal-hal lain yang mempengaruhi resapan hujan. Oleh karena itu, bukan hujan yang semestinya disalahkan, tetapi kebiasaan masyarakat dan desain tata letak kota yang perlu dievaluasi.

Fungsi hujan yang kedua adalah sebagai sumber daya bagi manusia. Hal ini tertuang dalam QS. an-Nahl [16]: ayat 10 yang berbunyi:

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لَّكُمْ مِّنْهُ شَرَابٌ وَّمِنْهُ شَجَرٌ فِيْهِ تُسِيْمُوْنَ  ١٠

“Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu.”

Ayat ini memberitahukan manusia bahwa air merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan sehari-hari, seperti minum, memberi minum ternak, sebagai bahan untuk membuat sesuatu dan sebagainya. Dengan demikian, manusia harus memanfaatkanya sebaik mungkin dan menjaga kelestariannya, karena air adalah sumber kehidupan yang paling penting. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU