BerandaTafsir TematikNasihat Memberikah Upah Pekerja dalam Al-Quran

Nasihat Memberikah Upah Pekerja dalam Al-Quran

Memperoleh upah ialah tujuan dari seseorang melakukan pekerjaan. Upah menjadi peran yang penting dalam hubungan tersebut, pentingnya mekanisme pengupahan tersebut yang kemudian membuat pemerintah turut memberikan berbagai kebijakan yang dituankan dalam perundang-undangan. Teknis upah pekerja sudah diatur dalam PP. No 78  Tahun 2015, yang dalam pasal 18 ayat 1 menyebutkan, pengusahan wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara pengusaha dengan pekerja.

Dalam perjalanannya upah mempunyai yang sangat sensitif terhadap pendorong bagi pekerja untuk lebih produktif dalam bekerja. Tidak hanya itu keberadaan juga bisa menjadi problematika apabila yang didapat oleh pekerja tidak sesuai.

Upah dalam Perspektif Agama Islam merupakan imbalan (compensation) yang diperoleh seseorang melalui pekerjaan yang ada nilai manfaat didalamnya, bentuk imbalan bisa berbentuk maeteri didunia dan juga dalam bentuk imbalan pahala di akhirat kelak. Islam memaknai upah lebih luas tidak hanya mencakup duniawi dan ukhrawi.

Menjelaskan Jenis Pekerjaan Sebelum Memberikan Upah

Jika pada kajian muamalah proses terjadinya transaksi diantara barang dan alat pembayaran (uang) dikenal dengan istilah saman/harga. Sedangkan jika yang terjadi antara jasa atau tenaga manusia dan uang dikenal dengan istilah ujrah/upah. Mereka yang telah melakukan suatu pekerjaan atau profesi tertentu sejatinya telah melakukan transaksi jasa yang diberikan yang megharapkan ujrah didalamnya.

Baca Juga: Ketika Allah Mengajarkan Nabi Daud tentang Kepemimpinan

Pada perjalannya banyak sekali fenomena yang terkadang pekerja/buruh merasa dirugikan dikarenakan pemberian upah pekerja yang kurang sesuai dengan apa yang telah diusahakan. Pada kasus seperti ini yang dapat memperburuk kondisi hubungan antara pengusaha dan pekerjanya. Alangkah lebih baiknya jika jenis pekerjaan dan ringan atau tidaknya pekerjaan tersebut dan ketentuan-ketentuan lain dapat disampaikan diawal agar tidak terjadi gesekan dan perselisihan dikemudian hari

Salah satu nasihat sebelum mempekerjakan seseorang dan memberikan upah Alquran dalam Surah Al-Qashash ayat 26 menjelaskan bahwasannya, Allah Swt berfirman;

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ  (٢٦)

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”

Ayat diatas mengandung cerita tentang nabi Musa didalamnya, dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasannya ketika anak perempuan memberikan usul kepada ayahnya agar memekerjakan ia (nabi Musa) untuk menggembalakan ternak kambing mereka.

Kemudian, wanita tersebut juga mengatakan “sesungguhnya orang yang paling yang kamu ambil untuk berkerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dipercaya”. Setelah itu muncul pertanyaan dari ayahnya bahwasannya “Apakah yang mendorongmu menilainya seperti itu?”. Wanita tersebut menjawab “sesungguhnya ia dapat mengangkat batu besar yang tidak dapat diangkat kecuali oleh 10 orang laki-laki”. ( Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6). Dari hal tersebut terlihat bahwasannya tedapat anjuran agar memberikan penjelasan terkait jenis pekerjaan terlebih dahulu sebelum mempekerjakan orang lain, dengan adanya kejelasan kerja dan nilai manfaatnya maka akan diketahui nilai ujrah yang diberikan.

Mekanisme Pengupahan Dalam QS. Al-Qashash Ayat 27

Agama Islam dalam mekanisme pemberian upah pekerja, tidak memperkenankan diskriminasi, upah yang diperoleh harus sesuai dengan usaha dan nilai manfaat didalamnya juga benar tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.

Salah satu nasihat mekanisme upah, Allah jelaskan dalam QS. Al-Qashash ayat 27,

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَۚ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ  (٢٧)

“Berkatalah dia (Syu’aib), sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”

Dalam buku Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Azhari Akmal Tarigan menggambarkan bahwasannya kata ta’jurani dapat dimaknai sebagai “engkau mengmbil upah”. Ketika bekerja nabi Syuaib mengisyaratkan memberikan kontrak kepada Musa bisa 8 tahun atau bisa juga 10 Tahun. Kemudian kata wa ma uridu an asyuqqa ‘alaika menandakan tidak ada paksaan dalam bekerja, maksudnya ialah bentuk pekerjaan dan upah tidak boleh memberatkan bagi pekerja, serta harus ada kerelaan atas apa yang diperjanjikan.

Atas dasar hal diatas terlihat bahwasannya tidak hanya pekerjaan yang disoroti ketidakbolehan memberatkannya tetapi juga upah, hal ini berarti mekanisme pengupahan harus proposional sesuai dengan nilai jasa dan manfaat atas pekerjaan yang dilakukan. Selain itu juga dianjurkan agar rela.

Baca Juga: Beberapa Makna ‘Kufr’ dalam Alquran

Penelitian dari Armansyah Waliam tentang Upah Berkeadilan ditinjau dari Hukum Islam bahwasannya menjelaskan kegiatan muamamalah dalam agama Islam harus jelas disetiap transaksinya, termasuk dalam konteks kerja dan upah. Mulai dari pekerjaan yang diberikan, waktu atau durasi pekerjaan, serta jumlah upah yang diterima pekerja (QS. Al-Qashash; 26-27).

Kesesuaian pengupahan pada dasarnya ialah upah akan diperoleh berdasarkan jenis dan tanggungjawab pekerjaannya. Disatu sisi para pekerja perlu melihat keadaan perusahaan, sebab menjadi tidak baik ketika menuntut sesuatu ke pihak lain yang melebihi kemampuannya

Yusuf Qardhawi pun mengatakan, sesungguhnya pekerja hanya punya hak upah jikalau telah menyelesaikan pekerjaan sesuai yang ada pada kesepakatan, karena setiap yang menjalani perikatan akan terikat dengan syarat-syarat yang ada antar mereka, terkecuali syarat yang mengaramkan yang halal dan sebaliknya. Oleh karena itu pekerja dengan profesi apapun berhak atas upah setalah melakukan pekerjaan, dan sebaliknya pengusaha atau perusahaan berkewajiban membayarnya. Wallahu A’lam.

Khabib Musthofa
Khabib Musthofa
Praktisi Perbankan Syariah, Peminat kajian Studi Islam dan Ekonomi Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...