BerandaTafsir TematikPerempuan dalam Al-Quran: Antara Pernyataan Allah Sendiri dan Kutipan atas Ucapan Orang...

Perempuan dalam Al-Quran: Antara Pernyataan Allah Sendiri dan Kutipan atas Ucapan Orang Lain

Al-Quran adalah kalamullah (perkataan Allah). Ayat-ayat Al-Quran tidak diragukan lagi berasal dari Allah, lafdzan wa ma’na. Pernyataan ini kemudian berkonsekuensi bahwa segala apa yang disampaikan dan tertulis dalam Al-Quran adalah pernyataan Allah yang harus diyakini, diamini dan dan dikuti. Setiap hal yang bertentangan dengannya maka itu berarti menyangkal dan berlawanan dengan pernyataan Allah.

Kemudian, dalam perkataan Allah ini ternyata banyak ditemukan hal-hal yang menurut pandangan mata sekilas dan pembacaan singkat manusia mengandung hal yang tidak baik, tidak adil bagi pihak-pihak tertentu, sebut saja perempuan. Misal ayat Al-Quran yang berbunyi bahwa tipu daya perempuan itu sangat besar (QS. Yusuf ayat 28), perempuan itu hanyalah makhluk yang pandai berhias, mempercantik dirinya untuk menutupi kebodohannya (QS. Az-Zukhruf ayat 18), perempuan itu ciptaan Allah yang hanya membawa kesedihan dan kebencian (QS. An-Nahl ayat 58 dan QS. Az-Zukhruf ayat 17).

Sejujurnya, ‘pernyataan’ Allah di atas mengganggu dan menyinggung perasaan perempuan. Meski tidak langsung berkaitan dengan ayat ini, dalam Tafsir Ibnu Katsir disampaikan bahwa istri Rasulullah, Ummu Salamah sempat menyatakan protes kepada Rasulullah, suaminya sendiri karena perempuan seakan tidak dianggap oleh Al-Quran, karena  adanya dominasi penyebutan laki-laki, lalu turun surah Al-Ahzab ayat 35. Terlebih ketika membaca ayat-ayat ‘misoginis’ di atas, seandainya Ummu Salamah masih ada, bisa ditebak respon beliau.

Di lain tempat, Allah dengan lantang mendeklarasikan tentang status perempuan, bahwa ia adalah ciptaan Allah, statusnya sama dengan laki-laki, satu-satunya pembeda di hadapan Allah adalah ketakwaannya (QS. Al-Hujurat ayat 13). Jika memang perempuan adalah ciptaan Allah, lalu tega kah Ia menghina dengan begitu rendahnya ciptannya sendiri? Kemudian, bagaimana seharusnya memahami perkataan Allah yang sekilas membenci perempuan seperti di atas? Benarkah Allah memandang perempuan dengan demikian rendahnya, sebagai makhluk penggoda, hanya pandai berhias, pembawa sial dan semacamnya?

Baca Juga: Sabab Nuzul, Perempuan dan Respon al-Qur’an

Faktor yang sering menyebabkan kekeliruan

M. Quraish Shihab dalam beberapa penjelasannya, sebut saja buku Kaidah Tafsir dan Perempuan sangat sering mengingatkan tentang penyebab kekeliruan dalam menafsirkan dan memahami Al-Quran. Salah satu penyebab itu adalah tidak mengetahui atau bahkan tidak memperhatikan konteks uraian ayat yang meliputi terhadap siapa kalimat ayat itu ditujukan dan siapa yang mengucapkan ayat tersebut.

Dalam rangka mengetahui konteks uraian ayat tersebut, maka mau tidak mau seseorang harus melihat bunyi ayat secara lengkap, sabab nuzul maupun munasabah (keterkaitan) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Di sinilah pentingnya pemahaman terhadap ilmu Al-Quran bagi orang yang ingin menafsirkan Al-Quran. Selain itu, model ayat juga harus diperhatikan, apakah itu bermodel kisah (Qasas Al-Quran), perumpamaan (amtsal Al-Quran), sumpah (aqsam Al-Quran dan argumentasi (jadal Al-Quran).

Sementara untuk subjek yang mengucapkan, Quraish Shihab membedakan pemilik pernyataan dalam Al-Quran, memang benar pernyataan Allah sendiri atau kutipan Allah dalam rangka menirukan ucapan seseorang yang sedang dikisahkan. Ini yang sering dilupakan oleh para pengkaji Al-Quran yang terburu-buru dalam menafsirkan Al-Quran. Lebih lanjut kita dapat melihat penafsiran penulis Tafsir Al-Misbah ini yang sangat hati-hati dalam menyinggung perihal perempuan.

Baca Juga: Memahami Makna Seksualitas Perempuan Melalui Kisah Yusuf dan Zulaikha dalam Al-Quran

Beda antara pernyataan Allah sendiri dengan kutipan Allah atas ucapan orang lain

Pembedaan pemilik pernyataan dalam Al-Quran setidaknya dapat kita temui dalam penafsiran pendiri Pusat Studi Quran ini pada empat ayat Al-Quran yang kesemuanya bertemakan tentang perempuan.

Surah Yusuf [12] ayat 28

فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

Maka ketika dia (suami perempuan itu) melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat.” (Terjemah Kemenag 2019)

Ayat ini menceritakan potongan episode kisah Nabi Yusuf dalam Al-Quran. Di sini ada pernyataan ‘tipu daya perempuan benar-benar hebat’. Memahami ayat ini, mufasir Indonesia tersebut mendudukkan konteksnya terlebih dahulu. Menurutnya dalam Tafsir Al-Misbah yang juga disampaikan dalam Perempuan, konteks ayat ini adalah seorang wanita tertentu yang sangat dicintai suaminya, tetapi melakukan penyelewengan -bukan tentang semua wanita-, dan sang suami enggan menuduhnya secara langsung.

Adapun mengenai pemilik pernyataan dalam Al-Quran tersebut, menurut Quraish Shihab bukan Allah. Ia hanya menirukan ucapan penilaian seseorang atas kasus perselingkuhan sang istri raja dalam kisah itu. Jika melihat modelnya, ayat ini masuk dalam kategori kisah, sehingga dapat dimaklumi ketika pembicaraan Allah di sini mengutip ucapan orang lain, karena di sini Allah sebagai pencerita.

Oleh karena pemilik pernyataan Al-Quran itu bukan Allah, jadi jangan dipaksakan bahwa Allah telah menciptakan kodrat perempuan sebagai mahluk penggoda. Itu keliru.

Baca Juga: Surat Yusuf Ayat 28 vs Surat An-Nisa Ayat 76, Benarkah Perempuan Lebih Berbahaya Daripada Setan?

Surah an-Nahl [16] ayat 58

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah.” (Terjemah Kemenag 2019)

Surah Az-Zukhruf [43] ayat 17

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحْمَنِ مَثَلًا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

“Dan apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa (kelahiran anak perempuan) yang dijadikan sebagai perumpamaan bagi (Allah) Yang Maha Pengasih, jadilah wajahnya hitam pekat, karena menahan sedih (dan marah).” (Terjemah Kemenag 2019)

Masih menurut Quraish Shihab, konteks dua ayat di atas adalah tentang pemaparan keburukan kaum musyrikin, yaitu mereka (kaum musyrikin) tidak senang dengan kehadiran anak perempuan. Oleh karena itu mereka mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka atau dibiarkan hidup dalam keadaan hina.

Sekali lagi, Allah melalui ayat ini menceritakan tentang tradisi keburukan kaum musyrikin, bukan dalam rangka menyifati perempuan. Tujuannya tiada lain yaitu mengikis habis pandangan masyarakat jahiliyah tentang perbedaan derajat laki-laki dan perempuan, meski pada saat ini masih banyak sekali pembedaan derajat tersebut, terlebih dengan menggunakan dalil ayat Al-Quran di atas.

Surah az-Zukhruf [43] ayat 18

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ

“Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan sebagai perhiasan sedang dia tidak mampu memberi alasan yang tegas dan jelas dalam pertengkaran.”

Jika hanya membaca terjemahan dan langsung menafsirkan ayat ini, sangat mungkin berkesimpulan bahwa Al-Quran menyatakan bahwa perempuan hanyalah manusia yang pandai berhias, itu saja, tidak lebih. Namun tidak demikian dengan penafsiran Quraish Shihab, menurutnya, ayat ini turun dalam rangka menggambarkan tentang anggapan dan stigmatisasi perempuan oleh kaum musyrikin pada masa turunnya Al-Quran. Di situ tergambar bahwa perempuan adalah tangis, kebajikannya adalah mencuri harta suami, dan perempuan hanya pandai berhias serta tidak memiliki kemampuan berlogika.

Untuk ke sekian kalinya, ayat Al-Quran ini bukan untuk menyatakan bahwa perempuan seperti apa yang telah digambarkan di atas, namun ayat ini mencoba untuk menunjukkan betapa berani, tidak adil dan tidak sopannya kaum musyrikin itu kepada Allah sebagai pencipta perempuan. Dengan demikian pemilik pernyataan dalam Al-Quran ini bukan Allah sendiri, tetapi Ia menirukan respon kaum musyrikin.

Kembali lagi, di sini Al-Quran bercerita tentang tabiatnya kaum musyrikin, bukan menyatakan pembicarannya sendiri. Dari empat ayat yang sering di’manfaatkan’ oleh pihak yang memandang rendah perempuan ini kita dapat ketahui bahwa Allah tidak pernah menyetujui pandangan mereka, sedikit pun tidak. Wallahu a’lam

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU