Pemimpin merupakan salah satu instrumen yang harus dimiliki suatu negara. Memiliki kompetensi serta mau mendengar keluhan masyarakat menjadi modal penting bagi mereka. Akan tetapi, masih sering ditemui beberapa pejabat yang kurang cakap hingga kehilangan nuraninya. Hal ini terlihat dari banyaknya produk hukum yang mereka buat tanpa melihat dampak kedepan bagi masyarakat. Padahal bila mempelajari Al-Quran dengan cermat, maka semestinya mereka menjalankan pemerintahan dengan adil dan sesuai dengan amanah yang diemban.
Berbicara mengenai amanah dan berbuat adil, Allah telah membahas itu diberbagai ayat, salah satu diantaranya ialah pada Surat An-Nisa’ ayat 58 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Baca juga: 3 Keutamaan Sikap Adil Menurut Al-Quran Yang Penting Diketahui
Tafsir Surat An-Nisa’ ayat 58
Louis Ma’luf dalam al-Munjid fil Lughah menerangkan bahwa al-amanah ialah suatu yang dijaga untuk disampaikan kepada pemiliknya. Adapun yang menjaga amanah disebut hafidz (penjaga), amin (dapat dipercaya) dan wafiy (orang yang memenuhi). Sedangkan lawan dari semua itu ialah pengkhianat.
Dalam Tafsir as-Sya’rawi, Amanah bagi manusia terbagi dalam tiga hal. Yang pertama ialah amanah terhadap makhluk lain, kedua ialah terhadap sesama manusia, dan yang terakhir ialah amanah tertinggi yakni beriman kepada Allah swt.
Mustafa Al-Maraghi dalam tafsirnya juga membagi amanah dalam tiga kelompok yang salah satu diantaranya ialah amanat kepada sesama manusia. Beberapa contoh yang disebutkan ialah menjaga rahasia, tidak menipu, mengembalikan titipan kepada pemiliknya dan segala hal yang berkaitan dengan sesama manusia.
Sedangkan pada kalimat وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ , Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa kalimat tersebut mengindikasikan akan kebolehan umat manusia untuk membuat aturan dengan benar dan menerapkan hukum tersebut dengan prinsip keadilan.
Perintah untuk berlaku adil dan menjaga amanah
Secara keseluruhan, al-Maraghi menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada umat manusia agar berbuat adil dalam membuat dan menjatuhkan hukuman di antara manusia. Dalam tafsirnya, ia juga mencantumkan pendapat dari Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam, Syahr bin Hausyab yang berkata bahwa ”Sesungguhnya ayat ini diturunkan untuk para pemimpin atau penguasa, yaitu orang-orang yang memerintah di antara manusia.”
Perintah ini merupakan kebaikan yang dikehendaki Allah untuk umat manusia dalam menjalani kehidupan. Hal ini ditekankan pada kalimat “Sungguhnya Allah pemberi pengajaran sebaik-baiknya kepadamu”yang bermakna bahwa hanya Allah lah sebaik-baik pemberi perintah untuk menjalankan amanah, memerintah untuk berlaku adil pada sesama manusia.
Baca juga: Meski di Bawah Pimpinan Firaun, Allah Tak Perintahkan Nabi Musa Untuk Berontak
Adapun bagi ibnu Kathir, dalam Tafsir al-Quran al-Adhim diterangkan bahwa ayat ini secara keseluruhan mengandung perintah untuk menegakan keadilan dalam menetapkan hukum diantara manusia. Ibnu Kathir juga sependapat bahwa ayat ini ditujukan pada para pemegang pemerintahan sehingga ada dua garis besar yang ingin ditampakkan yakni menyampaikan amanah kepada yang berhak dan berlaku adil ke sesama. Kemudian ayat ini diakhiri dengan peringatan Allah untuk tidak mencurangi dua poin tersebut karena Allah Maha Mendengar atas segala ucapan dan Melihat atas segala tindakan.
Kaitannya dengan konteks Indonesia
Pada perjalanannya, Bangsa Indonesia masih harus terus belajar, terutama bagi para pemimpin. Dalam kondisi apapun, pemimpin yang berkompeten sangat diperlukan sehingga mampu melindungi segenap bangsa Indonesia menuju kesejahteraan seperti yang dicita-citakan para pendirinya.
Realitanya, para pemangku kekuasaan sebagian besar seakan-akan telah kehilangan hati dan kejernihan pikiran. Banyaknya kasus-kasus yang mereka perbuat seperti korupsi dan sebagainya menjadi cerminan akan merosotnya moral dan etika. Belum lagi berbagai aturan-aturan yang mereka buat justru semakin menindas dan tidak berpihak kepada masyarakat. Bukankah mereka seharusnya takut bila mengingat kembali saat diambil sumpah dibawah ayat-ayat suci?
Sudah semestinya para pemangku kekuasaan dan pembuat kebijakan lebih bersikap adil serta menjalankan amanah. Adapun dalam membuat aturan haruslah mendengar dan mempertimbangkan usulan dari berbagai pihak karena bagaimanapun juga aturan yang disepakati tersebut akan berlaku juga pada seluruh masyarakat. Wallahu a’lam[]