BerandaUlumul QuranPenamaan Surat dalam Al-Quran: Antara Tauqifi dan Ijtihadi

Penamaan Surat dalam Al-Quran: Antara Tauqifi dan Ijtihadi

Perdebatan terkait tauqifi dan ijtihadi tidak hanya terjadi pada pembahasan susunan surat Al-Quran, namun juga pada proses penamaan surat dalam Al-Quran. Perdebatan ini muncul akibat adanya perbedaan penamaan surat dalam Al-Quran antara surat yang tercantum dalam mushaf resmi utsmani dengan mushaf-mushaf pra-utsmani, sehingga timbul pertanyaan, apakah semua nama surat Al-Quran itu pasti bersifat tauqifi atau ijtihadi?

Secara umum, dalam kitab Asma’ Suwar Al-Quran wa Fadha’iliha karya Syaikh Munirah Muhammad Nashir al-Dussari, dijelaskan bahwa mayoritas ulama memandang  penamaan surat dalam Al-Quran bersifat tauqifi. Pandangan yang demikian didasarkan pada beberapa argumentasi dalil Hadis Nabi, sebagaimana berikut:

Baca Juga: Mengenal Penamaan Surat dalam Al-Quran, Begini Penjelasannya

  1. Berdasarkan perintah Nabi dari pemberitahuan Malaikat Jibril

Argumentasi pertama ini sudah jamak diketahui oleh kalangan ulama. Hal ini dikarenakan tatkala Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi, ia juga memberikan pengarahan kepada Nabi terkait penempatan dan nama surat dari ayat tersebut. Bukti dari hal tersebut dapat diketahui dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Diceritakan bahwasanya tatkala turun Q.S. al-Baqarah [2]: 280, Malaikat Jibril memberi tahu Nabi dengan perkataan berikut:

ضَعْهَا فِيْ رَأْسِ ثَمَانِيْنَ وَمِائَتَيْنِ مِنْ سُوْرَةِ البَقَرَةِ

Letakkanlah ayat tersebut pada ayat yang ke dua ratus delapan puluh dari surat al-Baqarah

  1. Nabi menyebut keutamaan sebuah surat beserta namanya

Banyak disebutkan dalam beberapa riwayat hadis, bahwasanya Nabi seringkali menyebutkan keutamaan sebuah surat Al-Quran beserta nama surat tersebut. Sebagaimana dalil hadis tentang keutamaan surat al-Kahfi berikut:

حديث أبي الدرداء أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَةٍ مِنْ سُوْرَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Darda’, sesungguhnya Nabi Saw bersabda: (Barangsiapa yang hafal sepuluh ayat dari surat al-Kahfi, maka ia akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal)

Baca Juga: Kontroversi Bolehnya Penamaan “Surat Al-Baqarah”. Berikut Penjelasannya!

Dari paparan berbagai riwayat hadis tersebut dapat dipahami bahwasanya penamaan surat Al-Quran itu murni dari Nabi (tauqifi) tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Adapun generasi selanjutnya yaitu para sahabat Nabi, mereka menamai surat-surat Al-Quran dalam mushaf mereka berdasarkan hafalan mereka atas riwayat-riwayat hadis yang pernah Nabi sampaikan tersebut. Proses atau cara penamaan surat dalam Al-Quran yang demikian digunakan hingga masa kodifikasi mushaf resmi utsmani.

Namun demikian, perlu diketahui bahwasanya setiap surat Al-Quran itu tidak hanya memiliki satu nama, tetapi juga memiliki beberapa nama lain. Di sinilah yang menjadi pertanyaan, apakah semua nama surat tersebut bersifat tauqifi? atau mungkin sebagiannya bersifat ijtihadi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menyampaikan terkait pola penamaan terhadap surat Al-Quran yang tertulis dalam kitab al-Muharrar fi ‘Ulum Al-Quran karya Syaikh Musa’id ibn Sulaiman al-Thayyar. Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga pola utama penamaan surat Al-Quran, yaitu:

  1. Penamaan surat berdasarkan perintah Nabi

Penjelasan penamaan surat dalam Al-Quran menggunakan yang pertama ini sudah dijelaskan di awal.

  1. Penamaan surat berdasarkan Ijtihad para Sahabat

Pola kedua ini menjelaskan bahwa terdapat sahabat Nabi yang juga memberikan nama tertentu terhadap sebuah surat Al-Quran. Hal ini dapat dibuktikan dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Sa’id ibn Jubair. Ia berkata kepada Ibnu Abbas tentang nama surat al-Hasyr. Namun kemudian Ibnu Abbas menimpalinya dengan mengatakan “katakanlah surat Baniy al-Nadhir”. (H.R. Bukhari no. 4029)

  1. Penamaan surat berdasarkan permulaan ayat

Penamaan surat dalam Al-Quran pada pola yang ketiga ini tidak mendasarkan pada hadis Nabi ataupun atsar sahabat, tetapi nama tersebut diambil dari permulaan ayat dalam surat tersebut. Misalnya surat araita (Al-Ma’un), surat lam yakun (Al-Bayyinah), dan seterusnya. Tidak semua surat menggunakan pola ketiga ini, hanya sebagian besar saja.

Baca Juga: Kenali Dua Tipe Pembuka Surat Al-Quran dan Rahasianya

Kemudian, sebagai argumentasi bahwa terdapat nama surat yang ditulis berdasarkan ijtihad para sahabat dan tabi’in, penulis mengutip pendapat Syaikh Abu al-Wafa Ahmad Abd al-Akhir dalam karyanya yang berjudul al-Mukhtar min ‘Ulum Al-Quran al-Karim. Ia menjelaskan sebagaimana berikut:

فَإِنْ كَانَ لَهَا إِسْمٌ وَاحِدٌ فَإِنَّ هَذَا الْإِسْمَ يَكُوْنُ تَوْقِفِيًّا قَطْعًا كَسُوْرَةِ الْأَنْعَامِ وَالْكَهْفِ وَإِنْ كَانَ لَهَا أَكْثَرُ مِنْ إِسْمٍ فَإِنَّ بَعْضَ هَذِهِ الْأَسْمَاءِ يَكُوْنُ تَوْقِفِيًّا وَبَعْضَهَا يَكُوْنُ مِنْ وَضْعِ بَعْضِ الصَّحَابَةِ أَوْ التَّابِعِيْنَ

Apabila sebuah surat hanya memiliki satu nama, maka nama tersebut bersifat tauqifi secara pasti, seperti surat al-An’am dan al-Kahfi. Dan apabila surat tersebut memiliki lebih dari satu nama, maka sebagian nama tersebut bersifat tauqifi, dan sebagian lainya berasal dari penamaan para sahabat atau tabi’in

Contoh surat yang memiliki nama yang banyak adalah surat Al-Fatihah. Syaikh Abu Al-Wafa menyebutkan bahwa nama lain Al-Fatihah yang bersifat tauqifi hanya lima, yaitu Fatihah al-Kitab, Fatihah Al-Quran, Umm al-Kitab, Umm Al-Quran, dan Al-Sab’ al-Matsani. Kemudian, sebagian nama al-Fatihah lainya adalah bersifat ijtihadi, seperti al-Wafiyah yang merupakan hasil ijtihad Sufyan ibn Uyainah. Serta ijtihad Yahya ibn Abi Katsir yang menamai surat al-Fatihah dengan al-Kafiyah .

Selain al-Fatihah, surat lain yang juga memiliki nama lain hasil ijtihad para sahabat dan tabi’in antara lain adalah surah Al-Fadhihah dan surah Al-’Adzab yang merupakan hasil penamaan Hudzaifah terhadap surat At-Taubah. Kemudian ada juga surah Al-Badr (al-Anfal), surah An-Ni’am (al-Nahl), surah Al-Kalim (Thaha), dan surah Al-Qital (Muhammad). Kemudian ada Al-Hudzali yang menamai surat Thaha dengan “Musa”, dan surat Shad dengan nama “Dawud”. Serta Al-Ja’bari yang menamai surat Ash-Shaffat dengan nama “Adz-Dzabih”. Wallahu A’lam

Moch Rafly Try Ramadhani
Moch Rafly Try Ramadhani
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...