BerandaBeritaPenjelasan Islah Gusmian tentang Tafsir Reformis

Penjelasan Islah Gusmian tentang Tafsir Reformis

Senin, (19/05), Himpunan Mahasiswa program studi (himaprodi) Ilmu Alquran dan Tafsir Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, menyelenggarakan seminar bertajuk Dialog Tafsir Nusantara untuk membedah Tafsir Reformis dalam perspektif Islah Gusmian. Seminar tersebut fokus pada penafsiran para mufasir untuk memproduksi karya yang memiliki relevansi dalam penyelesaian masalah yang dimiliki oleh masyarakat sosial saat ini.

Biografi Islah Gusmiah

Islah Gusmian merupakan Guru Besar bidang Ilmu Alquran dan Tafsir yang saat ini aktif sebagai dosen sekaligus menjadi dekan di Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta. Beliau lahir di pati pada tanggal 22 Mei 1973, jenjang pendidikan awal masa kuliah strata 1 diselesaikan pada tahun 1997 jurusan tafsir hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kemudian beliau melanjutkan  magister Studi Filsafat Islam Program Pascasarjana di kampus yang sama dan selesai pada tahun 2002. Islah melanjutkan program doktoral hingga tahun 2014 di kampus yang sama.

Baca juga: Belajar dari Islah Gusmian, Peneliti Khazanah Al-Qur’an dan Manuskrip Nusantara

Latar belakang keilmuan yang concern di bidang manuskrip serta kajian Tafsir Nusantara membentuk perspektif yang berupaya untuk memformulasikan metodologi dalam memahami Alquran agar sesuai dengan konteks zaman. Beliau akademisi yang cukup prolifik, dengan buah karya khas kedaerahan seperti; Dinamika Tafsir Alquran Bahasa Jawa, Khazanah Tafsir Indonesia, Bencana Alam dalam perspektif Filologis dan Teologis (kajian Tematik Manuskrip keagamaan Wilayah Jawa Tengah, dan masih banyak lagi karya yang lainnya. Maka tidak berlebihan jika beliau disebut sebagai salah satu inisiator metodologi Tafsir Nusantara.

Pengertian Reformasi di Indonesia Menurut Islah Gusmian

Dalam seminar yang beliau sampaikan saat pertemuan di UIN Sunan Ampel, Islah memaknai istilah reformis ke dalam tiga term sesuai masa kehidupan dinamika sosial di Indonesia. Jika ditinjau dari segi bahasa, kata reformasi berasal dari bahasa Latin reformatio, yang berarti “membentuk kembali” atau “menyusun ulang.”

Secara umum, reformasi dapat diartikan sebagai perubahan signifikan untuk memperbaiki suatu sistem, baik dalam bidang sosial, pendidikan, politik, ekonomi, maupun agama. Jika makna reformasi dipersempit dalam konteks politik, yakni upaya untuk mengatasi ketidakadilan, korupsi, atau sistem yang sudah tidak relevan dengan zaman.

Seorang reformer (pembaru) percaya bahwa perubahan harus dilakukan secara bertahap, berbeda dengan penganut paham revolusioner yang mengupayakan transformasi sistem secara cepat dan berskala besar. Dalam konteks keislaman di Indonesia, para tokoh Islam telah mengadopsi pendekatan reformasi yang bersifat inkremental, yakni menyesuaikan diri dengan sistem yang ada sembari memperbaiki kondisi masyarakat secara berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk menciptakan perubahan yang berdampak nyata tanpa menimbulkan kekacauan.

Makna Reformasi dalam Tafsir Alquran       

Islah menjelaskan tiga makna term reformasi dalam tafsir Alquran. Pertama, yakni reformasi diartikan sebagai gerakan purifikasi. Penafsiran Alquran yang dilakukan oleh kalangan pertama di abad pertengahan khususnya di Indonesia, adalah gerakan yang melakukan upaya purifikasi Alquran dari praktik yang mengarah pada keyakinan takhayul, bidah, dan khurafat.

Hal itu dilakukan agar umat muslim di Indonesia dapat meneguhkan kembali tauhid dan beribadah sesuai tuntunan Rasulullah saw. seperti pada abad ke-20. Gerakan reformasi dilakukan oleh sejumlah organisasi modern seperti Muhammadiyah, Persis, dan al-Irsyad yang bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam melalui penafsiran Alquran yang melarang praktik tersebut.

Baca juga: Memahami Istilah Bidah dalam Diskursus Para Ulama Tafsir Masa Lalu

Kedua, reformasi penafsiran Alquran dilakukan untuk mencoba menjadikan teks sebagai jawaban atas kehidupan realita saat ini. Gerakan ini mencoba untuk mengombinasikan tradisi dengan kemodernan barat sesuai dengan prinsip Islam. Hal ini tumbuh karena reaksi atas keterpurukan Islam  dan kemajuan barat pada awal abad ke-18. Konsep ini memberikan kesempatan untuk membuka pintu ijtihad. Makna yang terkandung pada term yang kedua ini tidak hanya sebatas melakukan purifikasi terhadap tradisi takhayul, bidah, khurafat, melainkan juga mencoba mengintegrasikan ilmu pengetahuan, kemajuan pendidikan modern Islam, ikut politik, serta mendirikan lembaga yang berfokus pada kesejahteraan umat.

Ketiga, reformasi pemaknaan teks melalui pendekatan saintifik. Pendekatan ini dilakukan dengan membangun keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan kondisi sosial-budaya. Dalam praktiknya, para mufasir kontemporer menjadikan sains sebagai salah satu perangkat dalam menafsirkan ayat Alquran. Tokoh seperti Mahmud Yunus dan Hamka menjadi pelopor untuk mengintegrasikan kerangka ilmiah sebagai basis argumentasi dalam penafsiran. Sebagai contoh, pemanfaatan teori sains modern untuk menjelaskan ayat kauniyah. Pendekatan ini mementingkan rasionalitas, relevansi sosial, serta dinamika penafsiran sesuai dengan perkembangan zaman.

 

Achmad Rowie
Achmad Rowie
Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Cabaran dan Peluang Tafsir Alquran dalam Konteks Malaysia

Cabaran dan Peluang Tafsir Alquran dalam Konteks Malaysia

0
Tafsir Alquran dalam konteks Malaysia menghadapi dinamika yang kompleks antara tradisi keilmuan Islam klasik dengan realitas sosial-budaya masyarakat multietnik. Sebagai negara yang menganut sistem...