BerandaTafsir TematikPentingnya Sejarah untuk Membangun Peradaban yang Lebih Baik

Pentingnya Sejarah untuk Membangun Peradaban yang Lebih Baik

Eksistensi negeri tidak lepas dari sejarah, begitu pula perkembangannya yang penuh dinamika. Sejarah yang merupakan fragmen peristiwa masa lalu menempati posisi penting untuk membangun peradaban lebih baik. Ada peradaban negeri yang bertahan dan ada pula yang musnah ditelan masa. dari dua hal itu kita harus belajar. Allah Swt. berfiman dalam surat Qaf ayat 36-37 tentang pentingnya sejarah:

وَكَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنْ قَرْنٍ هُمْ اَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوْا فِى الْبِلَادِۗ هَلْ مِنْ مَّحِيْصٍ

  اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِمَنْ كَانَ لَهٗ قَلْبٌ اَوْ اَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ

“Dan betapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, (padahal) mereka lebih hebat kekuatannya daripada mereka (umat yang belakangan) ini. Mereka pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah tempat pelarian (dari kebinasaan bagi mereka)?. Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya” (Qaf (50) ; 36-37)

Baca juga: Apakah Sejarah itu Penting? Inilah Urgensi Sejarah Menurut Al-Quran

Tafsir ayat

Menurut Imam Ibn Kathir berkenaan dengan surat Qaf ayat 36 bahwa banyak orang yang lalai dalam hidup akibat melupakan sejarah. Padahal jika melihat kembali kisah masa lampau banyak sekali umat beserta peradaban yang binasa sehingga tidak meninggalkan jejak sedikitpun.

Umat-umat tersebut memiliki peradaban yang maju juga canggih pada masanya, sehingga dengan ini dapat melakukan ekspansi dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menanamkan pengaruh politiknya bahwa kebudayaannya di wilayah lain. Akan tetapi karena kekufuran yang berawal dari sifat kesombongan membuat mereka lupa diri dan lupa Sang Khalik. Hingga akhirnya peradaban yang dimiliki musnah.

Penutup ayat ini memuat pertanyaan yang berbunyi Hal Min Mahis yang berarti Adakah tempat pelarian (dari kebinasaan bagi mereka). Maksudnya adalah pertanyaan bagi orang-orang apakah mereka dapat melarikan diri dari takdir yang telah digariskan oleh Allah Swt. sehingga merasa apa yang dilakukannya lepas dari pengawasan Allah.

Baca juga: Kisah Nabi Hud As dan Kaum ‘Ad Dalam Al-Quran

Jadikan Sejarah sebagai Pelajaran

Pada ayat selanjutnya, Imam Ibn Kathir kembali menjelaskan mengenai kaitan ayat di atas bahwa Allah menjadikan kisah umat-umat terdahulu yang dibinasakan sebagai pelajaran bagi setiap hamba-Nya. Apalagi dalam ayat tersebut terdapat redaksi Li Man Kana Lahu Qalb yang berarti bagi orang-orang yang mempunyai hati.

Keberadaan kisah-kisah Umat terdahulu merupakan pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang memiliki Qalb. Menurut Imam Mujahid, sebagaimana dikutip oleh Imam Ibn Kathir berarti akal. Sehingga dengan adanya kisah yang tersaji dalam Kalam Ilahi, hendaknya para pembaca maupun pendengar kisah meenggunakan akalnya juga hati nuraninya untuk dapat mengambil pelajaran juga hikmah agar menjadi penuntun dalam melangkah pada masa selanjutnya. (Ismail ibn Kathir, Tafsir al-Qur`anul ‘Azim, Juz 7, hal. 408-409)

Imam Ibn Jarir at-Tabari menjelaskan ayat 36 bahwa maksud dari kisah umat terdahulu adalah umat-umat sebelum masa Nabi Muhammad Saw. lalu ayat ini menjelaskan pula mengenai orang-orang Quraisy yang mendustakan dakwah Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana yang diketahui bahwa masyarakat Quraisy merupakan salah satu kabilah Arab yang kuat dalam perekonomian serta paling disegani di wilayah Jazirah Arab. Karena kekuatan inilah mereka dapat mengembangkan sayapnya di wilayah jazirah Arab menjadi kabilah yang kokoh dan berwibawa. Akan tetapi karena penolakan mereka terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw. kewibawaan Quraisy pun mulai hilang dan akhirnya peradaban Quraisy tergantikan oleh peradaban Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Baca juga: Kisah Khaulah binti Tsa’labah, Istri yang Berani Menggugat dalam Al-Quran

Berkenaan dengan ayat 37 tersebut Imam Ibn Jarir al-Tabari menjelaskan bahwa manusia hendaknya mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi, sehingga manusia dapat berlaku bijak menyikapi segala hal yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. (Muhammad ibn Jarir al-Tabari, Jami’ul Bayan ‘An Ta`wil al-Qur`an, Juz 7, hal. 104-105)

Hal paling penting untuk membangun peradaban 

Sejarah memang hal utama yang seharusnya dipelajari oleh setiap umat manusia untuk membangun peradaban bangsa. Banyak dari umat-umat terdahulu yang telah dihancurkan oleh Allah Swt. sehingga peradabannya pun turut serta musnah. Seperti halnya kaum Nabi Nuh As. Yang terkena banjir bandang. Lalu, kaum Nabi Salih As. Hingga kaum Nabi Luth As.

Semua masyarakat yang mengingkari dakwah para Nabi turut sirna karena kekufurannya. Begitu pula peradaban kaum Quraisy yang megah dan kokoh hingga akhirnya hancur ditelan masa. Kita bisa mengerti kesalahan yang kaum-kaum itu perbuat sehingga kita punya bekal dalam menyusun strategi memperbaiki peradaban. 

Sejarah tidak hanya berkutat masalah nama tokoh, tahun kejadian hingga lokasi kejadian. Memang hal tersebut penting untuk diketahui. Namun yang terpenting adalah esensi dari sebuah kisah.

Baca juga: Inilah Alasan Kenapa Kisah Al Quran adalah Kisah Terbaik

Hal terpenting yang dapat dipahami dari berbagai kisah hancurnya umat juga peradabannya adalah kewaspadaan akan sifat serakah dan sombong baik yang terdapat pada invidu maupun kelompok. Jika tidak mewaspadai keduanya, maka kehancuran akan melanda generasi selanjutnya. Sehingga, segenap umat manusia harus mempelajari kembali sejarah baik ada dalam kitab suci maupun kisah-kisah keseharian masyarakat agar dapat mengambil hikmah dan menjadikan tuntunan bagi dirinya untuk bijak dalam bersikap. Wallahu a’lam[]

Jaka Ghianovan
Jaka Ghianovan
Dosen di Institut Daarul Qur'an (IDAQU) Tangerang. Aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...