BerandaIlmu TajwidPerbedaan Pendapat Ulama Tentang Jumlah dan Pembagian Makhraj Huruf

Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Jumlah dan Pembagian Makhraj Huruf

Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai “bacaan yang mulia” yang dengannya manusia dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, antara yang halal dan yang haram. Selain itu, Al-Qur’an juga memberikan peringatan bagi para pembacanya agar tidak asal dalam membacanya. Hal ini sebagaimana yang Allah tegaskan dalam firmannya surah Al-Muzammil [73] ayat 4:

وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيْلاً

“Bacalah al-Qur’an dengan tartil”

Bacaan tartil ditafsirkan oleh Ali bin Abi Talib dengan ungkapan “Tajwid al-huruf wa ma’rifat al-wuquf.” Artinya, “Membaguskan huruf dan mengetahui waqaf (berhenti ketika membaca)”. Dalam perkembangan selanjutnya, seni baca Al-Qur’an ini dikenal dengan istilah ilmu tajwid (Metode Maisura, hal. 5).

Di antara hal-hal yang harus dipelajari ketika belajar ilmu tajwid adalah mengetahui makharij al-huruf. Athiyyah Qabil Nasr dalam kitabnya menuturkan bahwa kata makharij adalah bentuk plural dari makhraj yang secara etimologi adalah tempat keluarnya huruf. Sedangkan secara terminologi, makhraj bisa diartikan sebagai tempat lahirnya sebuah huruf sehingga bisa dibedakan antara satu huruf dengan huruf yang lain (Ghayat al-Murid, hal. 124).

Perbedaan pendapat ulama tentang jumlah makhraj huruf

Abdul Fattah al-Marshafi dalam kitabnya menyebutkan bahwa para ulama ahli qira’at dan bahasa berbeda pendapat dalam jumlah makharijul huruf dalam Al-Qur’an. Perbedaan dalam jumlah makhraj itu terbagi dalam tiga mazhab (Hidayat al-Qari’, hal 65).

Pertama, mazhab Sibawaih dan orang yang sependapat dengannya, seperti Imam Jalalain fi al-Qiraat (Asy-Syatibi dan Ibnu Barri). Menurut mereka, ada 16 tempat keluar huruf (makhraj). Mereka membuang makhraj jauf (rongga mulut) yang menjadi makhrajnya huruf mad (alif, waw, dan ya’).

Sebagai gantinya, mereka meletakkan huruf-huruf tersebut pada tiga makhraj, yakni alif pada aqsa al-halqi (pangkal tenggorokan) bersama hamzah, ya’ sebagai huruf mad pada wastu al-lisan (lidah bagian tengah), beserta ya’ yang berharakat atau sukun setelah huruf yang berharakat fathah, dan waw huruf mad pada asy-syafatain (dua bibir) beserta waw yang berharakat atau sukun setelah huruf yang berharakat fathah.

Baca juga: Kategorisasi Makharij al-Huruf Menurut As-Syathibi

Kedua, mazhab al-Farra’, Al-Jurmi, Al-Quthrub, Ibnu Kaisan, dan yang sependapat dengan mereka. Mazhab ini berpendapat bahwa jumlah makharij al-huruf itu ada 14. Hal ini dikarenakan mereka membuang makhraj jauf (rongga mulut) sebagaimana pendapat pertama. Namun mereka juga menjadikan makhrajnya huruf lam, nun dan ra pada satu makhra,j yakni tarfu al-lisan (ujung lidah) dan yang sejajar dengannya.

Makharij al-huruf dari dua mazhab ini berlaku secara umum pada empat tempat, yaitu halq (tenggorokan), lisan (lidah), syafatain (dua bibir), dan khaisyum (rongga hidung). Makhraj al-halq (tenggorokan) terbagi menjadi tiga makhraj, lisan ada sepuluh menurut mazhab pertama dan delapan menurut mazhab kedua, syafatain (dua bibir) ada dua, sedangkan khaisyum (rongga hidung) ada satu.

Ketiga, mazhab Khalil bin Ahmad (guru dari Sibawaih) dan yang sependapat dengannya seperti Ibnu al-Jazari. Menurut mazhab ini, jumlah makhraj ada 17. Mereka menjadikan jauf sebagai makhraj sendiri dan memasukkan huruf mad kedalamnya tidak seperti dua mazhab sebelumnya. Selain itu, huruf lam, nun dan ra juga memiliki makhraj masing-masing.

Sementara itu, Mahmud Muhammad Abdul Mun’im menambahkan satu mazhab lagi, yakni yang beranggapan jumlah makhraj itu ada 29 sesuai dengan jumlah huruf hijaiyyah (masing-masing huruf memiliki makhraj khusus). Madzab ini berargumen bahwa kalau seandainya satu huruf itu sama makhrajnya dengan huruf yang lain, pasti huruf-huruf tersebut akan bercampur dan sulit dibedakan.

Namun, pendapat ini dianggap lemah dan tak berdasar oleh para ahli qira’at. Hal ini karena setiap huruf selain memiliki makhraj juga mempunyai sifat masing-masing, sehingga meskipun berada dalam satu makhraj pasti dapat dibedakan dengan adanya sifat dari huruf-huruf tersebut (Raudah an-Nadiyyah: Syarh Muqaddimah al-Jazariah, hal. 15).

Dari uraian di atas, mazhab ketigalah yang dipilih oleh jumhur (mayoritas) ulama. Ibnu al-Jazari sendiri mendukung pendapat ini sebagaimana yang ia sebutkan dalam kitabnya, Muqaddimah al-Jazariah:

مَخَارِجُ الْحُرُوْفِ سَبْعَةَ عَشَرَ # عَلَى الَّذِي يَخْتَاَرُهُ مَنِ اخْتَبَرَ

“Tempat-tempat keluar huruf hijaiyah itu berjumlah tujuh belas # berdasarkan pendapat yang terpilih dari para Ulama Ahli Qiraah”.

Adapun cara yang bisa kita lakukan untuk mengetahui makhraj dari suatu huruf yakni dengan melafalkan hamzah wasal atau huruf apapun yang berharakat, lalu menyebutkan huruf tersebut setelahnya, baik berharakat ataupun sukun. Tatkala suara yang dihasilkan itu telah berhenti/terputus maka di situlah makhraj huruf tersebut (Raudah an-Nadiyyah: Syarh Muqaddimah al-Jazariah, hal. 19).

Baca juga: Pengertian Makharijul Huruf dalam Ilmu Tajwid dan Pembagiannya Menurut Ulama

Muhammad Izharuddin
Muhammad Izharuddin
Mahasiswa Prodi Ulumul Qur’an dan Tafsir STKQ Al-Hikam, Depok
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Sikap al-Qurṭubī Terhadap Riwayat Isrāīliyyāt

0
Tema tentang Isrāīliyyāt ini sangat penting untuk dibahas, karena banyaknya riwayat-riwayat Isrāīliyyāt dalam beberapa kitab tafsir. Hal ini perlu dikaji secara kritis karena riwayat ...