Pendidikan menjadi hak setiap orang. Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara dan pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan amat penting untuk didapatkan dan menjadi suatu keharusan yang diikuti serta terjamin pelaksanaannya. Artinya adalah setiap pihak termasuk orang tua, pemerintah, dan masyarakat sepatutnya menjamin hak-hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan tanpa membeda-bedakan masing-masing anak.
Namun nyatanya fakta di lapangan justru masih menyisakan berbagai problem. Salah satunya adalah ketidaksetaraan akses pendidikan bagi penyandang disabilitas masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas masih jauh dari harapan (Tempo.co, 2 Desember 2021).
Lalu Bagaimana sesungguhnya Islam melalui Al-Quran memberi perhatian terhadap pendidikan bagi penyandang disabilitas ini? Allah mengutarakan hal tersebut dalam firman-Nya sebagai berikut.
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ
Terjemah: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.” (QS. ‘Abasa [80]: 1-2)
Baca Juga: Prinsip Humanisme dan Wacana Disabilitas dalam al-Quran
Tafsir QS. ‘Abasa [80]: 1-2
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan persitiwa ketika pada suatu hari, Rasulullah pernah berbicara dengan beberapa pembesar kaum Quraisy dan beliau berharap mereka mau memeluk Islam. Ketika beliau tengah berbicara dan mengajak mereka, tiba-tiba muncul Ibnu Ummi Maktum, dimana dia merupakan salah seorang yang memeluk Islam lebih awal.
Maka Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah mengenai sesuatu seraya mendesak beliau. Nabi sendiri berkeinginan andai saja waktu beliau itu cukup untuk berbicara dengan orang tersebut karena beliau memang sangat berharap dan berkeinginan untuk memberi petunjuk kepadanya. Beliau bermuka masam kepada Ibnu Ummi Maktum seraya berpaling darinya dan mengahadap orang lain. Maka turunlah ayat ini sebagai teguran untuk beliau.
Al-Qurthubi menambahkan bahwa ayat ini adalah celaan dari Allah Swt. kepada Nabi-Nya karena sikap berpalingnya dari Abdullah bin Ummi Maktum. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Amr bin Ummi Maktum. Kala itu Rasulullah sibuk menghadapi kaum musyrikin dan ingin mengislamkan mereka. Maka dengan alasan itulah bermuka masam.
Namun ketika Allah telah menegur beliau dengan menurunkan ayat tersebut, Ats-Tsauri berkata bahwa Rasulullah langsung menghamparkan selendang beliau dan berkata, ‘Selamat datang orang yang karenanya Tuhanku mencelaku.’ Lalu beliau bersabda, ‘Adakah yang bisa aku bantu?’
Al-Qurthubi juga menjelaskan bahwa para ulama berkata, “Apa yang dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum termasuk perbuatan tidak sopan seandainya dia mengetahui bahwa Nabi sedang sibuk dengan orang lain dan beliau mengharapkan keislamannya. Akan tetapi Allah mencela Rasulullah hingga tidak mengecewakan hati ahli shuffah (kaum muslimin tidak mampu) dan agar semua orang tahu bahwa mukmin yang fakir lebih baik dari orang kafir yang kaya raya.
Sebab memamdang atau memperhatikan kepada orang yang beriman itu lebih utama dan lebih baik, sekalipun ia seorang fakir, daripada memandang atau memperhatikan kepada perkara lain, yaitu memperhatikan orang-orang kaya karena mengingingkan keimanan mereka, sekalipun ini termasuk salah satu kemaslahatan.
Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa dalam ayat itu Rasulullah bermuka masam pada saat seorang tunanetra datang kepadanya menanyakan persoalan agama.
Baca Juga: Perspektif Al-Quran terhadap Penyandang Disabilitas: Tafsir Surat An-Nur Ayat 61
Perhatian Al-Qur’an untuk Penyandang Disabilitas
Al-Qur’an begitu memperhatikan penyandang disabilitas. Hal ini terlihat pada salah satu surat dalam Al-Qur’an yaitu pada QS. ‘Abasa yang mengisahkan seorang tunanetra bernama Abdullah Ibnu Ummi Maktum yang datang kepada Rasulullah.
Dalam ayat itu diperlihatkan ketika Rasulullah mengabaikan orang tersebut, Allah pun menegur beliau dan memerintahkan agar lebih menaruh perhatian kepada orang yang berkebutuhan khusus karena ingin memperoleh ilmu. Secara sederhana, hal ini mengindikasikan pentingnya memperhatikan para penyandang disabilitas dalam memperoleh pendidikan.
Sejatinya, tidak boleh ada diskrimininasi atau pembedaan dalam memperoleh pendidikan. Sebab setiap orang memperoleh hak yang sama dalam hal tersebut. Untuk itu, sepatutnya pendidikan yang inklusif dan terbuka terus digalakkan dalam menjamin hak-hak pendidikan bagi orang-orang yang berkebutuhan khusus.
Baca Juga: Kisah Abdullah bin Ummi Maktum: Penyandang Disabilitas Penyebab Turunnya Surah ‘Abasa
Penutup
Melihat kepada kandungan ayat di atas, perhatian terhadap pendidikan disabilitas amat penting untuk ditindak lanjuti saat ini. Pendidikan inklusif yang berupaya melayani setiap anak berkebutuhan khusus sama seperti anak-anak pada umumnya harus segera diwujudkan.
Hal ini mengingat ada banyak anak yang perlu mendapat pendidikan, namun karena keterbatasan yang dimiliki menjadikan mereka terhambat. Pemerintah bersama kementerian pendidikan maupun kementerian agama semestinya lebih fokus dalam merealisasikan program pendidikan inklusif sebagai realisasi dari perhatian Al-Qur’an terhadap penyandang disabilitas. Wallahu A’lam.