Perumpamaan adalah satu dari sekian metode Al-Qur’an dalam menyampaikan petunjuk. Metode perumpamaan memiliki tiga tujuan utama. Pertama, agar manusia berpikir. Kedua, agar manusia mendayagunakan akalnya. Ketiga, agar manusia mengingat.
Berpikir, berakal dan mengingat adalah tiga aktivitas penting dalam menjaga ketakwaan. Ketiganya serupa titik-titik yang harus diupayakan secara konsisten. Dengan adanya perumpamaan, manusia hendaknya selalu memikirkan semesta alam, mendayagunakan akalnya untuk mengambil pelajaran, serta mengingat-ingat kembali jika lupa dan lalai.
Orang yang beriman akan selalu merawat kesadarannya dalam jalan kebenaran. Di sisi lain, berusaha mengenali dan menjauhi segala bentuk kebatilan. Dengan begitu, orang beriman ini akan selalu berhati-hati dan mewaspadai setiap Langkah yang akan ditempuh.
Baca Juga: Menggali Hikmah dari Munasabah Surah Muawwidzatain
Yang menarik, jalan kebenaran dan kebatilan dijelaskan di dalam Al-Qur’an melalui perumpamaan. Perumpamaan keduanya tentu mengandung pesan penting yang layak untuk kita renungkan. Untuk itu, mari kita mentadaburi perumpamaan keduanya melalui ayat-ayat Al-Qur’an.
Pohon Yang Baik
Tatkala berbicara perihal kebenaran, Al-Qur’an menyerupakannya dengan pohon yang baik. Sebagaimana dalam surat Ibrahim ayat 24-25:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Dalam kitab-kitab tafsir semisal Tafsir Al-Kabīr, Tafsir Al-Mishbah dan Ibn Kathīr, frasa kalimah thayyibah dalam ayat ini adalah kalimat tauhid. Kemudian para mufasir menjelaskan secara beragam tentang apa itu kalimat tauhid, namun, yang jelas, kalimat itu adalah kebenaran, yakni agama Islam.
Melalui ayat ini, Allah ingin menegaskan bahwa kebenaran itu adalah hal yang indah dan baik (thayyibah). Tentu, keindahan yang dimaksud adalah keindahan luar dan dalam, sebagaimana pohon yang indah mulai dari akarnya hingga buahnya yang bermanfaat. Oleh karena itu, kebenaran harus juga disampaikan dengan penuh kebaikan dan keindahan.
Yang menarik, Allah tidak menyerupakan kebenaran Islam sebagai batu, melainkan pohon. Dengan kata lain, Islam bukanlah agama yang kaku, keras dan jumud. Sebaliknya, seperti pohon, ia seharusnya terus berkembang, berbuah segar dan selalu bermanfaat di setiap waktu dan zaman.
Pohon Yang Buruk
Sementara di sisi lain, kebatilah diperumpamakan dengan pohon yang buruk. Sebagaimana digambarkan dalam kelajutan ayat sebelumnya, surat Ibrahim ayat 26:
وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ
Artinya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.”
Merujuk pada kitab Tafsir Asy-Sya’rawi, disebutkan bahwa kebatilan adalah hal yang buruk, betapapun ia mendapat banyak pengikut dan dikemas dalam tampilan yang menarik, tetap saja ia adalah keburukan.
Melalui perumpamaan di atas, menjadi jelas bahwa kebatilan itu sangat rapuh dan mudah roboh. Betapapun ia nampak kuat dan kukuh, akan tetapi di dalam ia begitu rapuh. Persis, seperti pohon yang sudah tercerabut akarnya, sekali tertiup angin kencang akan hancur seketika.
Melalui kedua perumpamaan ini, semoga kita dapat terus merawat kebenaran dan menyampaikannya dengan cara yang indah. Mengingat, bahwa kebenaran yang disampaikan dengan cara yang buruk hanya akan membuat orang jauh dari kebenaran.
Baca Juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an
Selain itu, kita juga harus berusaha menjauhi kebatilan dalam segala bentuk dan tampilannya. Karena, kebatilan dalam rupa apapun adalah keburukan. Oleh karena itu, semoga kita semua masih terus dibimbing oleh Allah dalam jalan kebenaran yang penuh dengan keindahan.
Mari kita menjelma seperti pohon yang baik. Seseorang yang menjelma pohon yang baik adalah ia yang memiliki akar keimanan yang kukuh dan tidak mudah terguncang oleh angin apapun. Lalu, memiliki dedaunan yang rimbun sehingga mampu menjadi penyejuk dan pengayom. Dan yang terpenting mampu memberikan buah-buahan yang segar dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Ilahi amin. Wallahu’alam.