BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranManuskrip Alquran dari Kulit Sapi di Museum Gusjigang Kudus

Manuskrip Alquran dari Kulit Sapi di Museum Gusjigang Kudus

Di Indonesia tersimpan banyak sekali manuskrip Alquran. Baru sebagian manuskrip yang ada di Indonesia telah melalui proses katalogisasi (pencatatan), sedangkan sebagian besar lainnya belum melewati proses tersebut. Artinya jumlah manuskrip yang belum melewati katalogisasi atau belum tercatat masih banyak, ketimbang manuskrip yang sudah tercatat.

UU No. 43 Tahun 2007 menyebutkan bahwa manuskrip merupakan semua dokumen tertulis yang tidak dicetak, dalam kata lain penulisannya masih terbilang sangat sederhana; mulai dari media yang digunakan, warna tinta, hingga iluminasinya. Dan suatu manuskrip memiliki usia paling rendah 50 (lima puluh) tahun.

Baca juga:Manuskrip Mushaf Alquran dari Kertas Kuno di Museum Gusjigang Kudus

Di antara manuskrip (naskah kuno) yang yang tersebar di Nusantara, salah satunya adalah koleksi manuskrip milik Museum Gusjigang Kec. Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Museum Gusjigang yang berada di Jl. Sunan Muria No. 33 ini merupakan museum pertama sekaligus museum jenang satu satunya di Indonesia.

Beberapa koleksi manuskrip di Museum Gusjigang, di antaranya ada manuskrip Alquran 30 juz dari daun lontar, manuskrip Alquran 30 juz dari kulit sapi, dan manuskrip Alquran 30 juz dari kertas kuno. Beratnya variatif, mulai dari 3,4 kg sampai 14,2 kg.

Sekilas tentang Filologi sebagai Ilmu untuk Mengkaji Manuskrip

Filologi merupakan suatu disiplin ilmu yang melibatkan studi bahasa, sastra, dan budaya. Secara bahasa, filologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos “cinta pada kata-kata” dan logos “ilmu”. Jadi, filologi dapat diartikan sebagai “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”.

Filologi juga dimaknai sebagai salah satu ilmu yang objek penelitiannya adalah naskah (karangan yang ditulis dengan tangan) dan sasarannya adalah teks (kandungan atau isi dari naskah). Kemudian dalam ilmu filologi setidaknya dibutuhkan beberapa ilmu bantu lain dalam memahami sebuah naskah, seperti ilmu sastra, filsafat, ilmu tafsir dan sebagainya (Attas, 2017).

Begitu pula dalam kajian filologi pada manuskrip Alquran, dibutuhkan ilmu bantu agar dapat dipahami sejarah penulisannya maupun makna yang terkandung di dalamnya. Ilmu-ilmu tersebut di antaranya seperti ulumul Qur’an, asbabunnuzul, qiraat, rasm, balaghah dan lain sebagainya.

Ciri Khas Manuskrip Alquran 30 Juz dari Kulit Sapi di Museum Gusjigang

Berdasarkan riset yang telah dilakukan, diketahui bahwa properti manuskrip Alquran 30 juz dari kulit sapi di Museum Gusjigang ini diperoleh dari seorang kolektor asal Kalimantan Timur. Ukurannya besar dan tebal, serta memiliki berat mencapai 14,2 kg. Naskah ini ditulis di atas kulit sapi yang dapat dilihat dari teksturnya yang seperti serat. Kulit sapi dipilih selain karena waktu itu belum ada kertas, juga karena bahannya yang elastis, kuat, dan tahan lama.

Tidak ditemukan kerusakan pada badan naskah, hanya saja warnanya yang kecokelatan karena usianya yang terbilang tua. Naskah yang ditampilkan di dalam museum memperlihatkan Q.S. Al-Kahfi: 1-4. Halaman tersebut terdiri dari enam baris. Terdapat tanda pisah antarayat berupa lingkaran kecil berisi titik dan tanpa ada nomor halaman.

Baca juga: Mengenal Empat Museum Alquran di Indonesia

Naskah ini ditulis menggunakan tinta warna kuning keemasan dan warna merah untuk menandai keterangan surah. Ini berbeda dengan teks Alquran pada umumnya yang ditulis menggunakan tinta berwarna hitam. Jenis rasm yang dipakai ialah rasm Utsmani. Bisa dilihat perbedaannya dalam penggunaan kaidah hadzf, kaidah ziadah, penulisan hamzah, badal, dan fasl wa wasl.

Gaya tulisan yang digunakan adalah khat naskhi, yaitu salah satu gaya yang paling banyak dipakai dalam penulisan Alquran, buku teks, maupun karya-karya yang lain, serta dimaksudkan untuk memudahkan pembacaan Alquran (Syukron, 2014).

Naskah ini memiliki ornamen di sekeliling teks di tiga bagian. Bagian pertama di surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah. Bagian tengah di surah Al-Isra, Al-Kahfi atau di awal juz 16, dan bagian akhir di surah An-Nas. Ia memiliki iluminasi yang halus dan rapi yang terletak di dua halaman bagian tengah pada surah Al-Kahfi ayat 1-4. Iluminasinya berbentuk floral (tumbuhan) yang saling membentuk kombinasi di kedua sisinya.

Baca juga: Ilmu Rasm dalam Filologi Mushaf Alquran Kuno dan Upaya Kritik Teks

Iluminasi mushaf dalam bentuk kombinasi sepasang halaman kanan-kiri, kekhasan dalam pola desain dengan mengeksploitasi motif floral dibandingkan geometri, serta menempatkan iluminasi bagian tengah di surah Al-Kahfi. Ini merupakan salah satu karakteristik Alquran di pulau Jawa, juga bisa dianggap sebagai salah satu indikasi tentang asal usul manuskrip di kawasan itu. Keindahan iluminasi dan banyaknya iluminasi serta khat bersepuh emas, tidak menutup kemungkinan jika naskah tersebut milik sebuah kerajaan (Fadlly, 2019).

Naskah didominasi warna merah, hijau, biru, dan kuning keemasan. Di dalamnya terdapat penggunaan tanda baca pada umumnya, seperti fathah, kasrah, damah, syaddah, dan sukun. Selain itu, disertai pula harakat fathah berdiri untuk menunjukkan bacaan panjang, dan layar untuk mad wajib muttasil, serta tidak memiliki tanda waqaf.

Nur Laila Puji Lestari
Nur Laila Puji Lestari
Mahasiswi IAIN Kudus
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...